Beranggotakan Maling dan Pelacur, Ini Kisah Pasukan Rahasia dari Yogyakarta di Era Kemerdekaan
Strategi ini pada akhirnya menjadi senjata makan tuan bagi pejuang revolusi
Strategi ini pada akhirnya menjadi senjata makan tuan bagi pejuang revolusi
Beranggotakan Maling dan Pelacur, Ini Kisah Pasukan Rahasia dari Yogyakarta di Era Kemerdekaan
Kondisi Kota Yogyakarta setelah momen kemerdekaan benar-benar tidak kondusif. Saat itu para begal dan maling banyak berkeliaran. Para pencopet beroperasi tak kenal waktu. Saat malam hari, tempat-tempat pelacuran berkembang di setiap sudut kota.
-
Siapa yang terlibat dalam perseteruan ini? Keputusan ini muncul sebagai bagian dari perseteruan panjangnya dengan mantan suaminya, Atalarik Syach.
-
Siapa yang menjadi prajurit Panyutra di Kasunanan Surakarta? Dalam sebuah foto hitam putih yang diposting akun Instagram @sejarahjogya pada Rabu (22/5), tampak seorang anak kecil bertelanjang dada mengenakan sebuah kain untuk bawahan serta sebuah topi berbentuk aneh. Dijelaskan dalam keterangan unggahan bahwasanya topi itu merupakan lilitan ikat kepala bernama 'undheg-gilig'. Jejaknya disebut terlihat pada prajurit Panyutra (Kasunanan) dan Nyutra (Kasultanan).
-
Apa nama pasukan elite Kerajaan Pajajaran? Surawisesa memiliki pasukan elite dari Kerajaan Pakuan Pajajaran.Pasukan itu bernama Balamati.
-
Siapa yang terlibat dalam sindikat TPPO? Berdasarkan hasil penelusuran BP2MI para mafia besar diduga berkomplot dengan orang-orang yang diberikan kekuasaan oleh negara, seperti aparat penegak hukum atau APH.
-
Siapa yang bantu Pejuang Rejeki? Sebagai Brand Ambassador NEO rheumacyl, Andre Taulany menyampaikan keprihatinannya terhadap toko tradisional yang sudah berdiri lama secara turun-temurun tapi kondisinya sering terlihat kurang layak dan membuat tidak nyaman pelanggan yang datang.
-
Siapa pahlawan yang berjuang melawan penjajah di Sumatera Utara? Djamin Ginting adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Tanah Karo, Sumatra Utara.
Kondisi tersebut sangat dikeluhkan oleh Raja Yogyakarta saat itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Ia meminta Mayor Jenderal Moestopo untuk membersihkan penyakit masyarakat di wilayah Yogyakarta.
Alih-alih menertibkan para pembuat onar di masyarakat, Mayjen Moestopo justru memberdayakan mereka untuk ikut berjuang dalam perang revolusi. Dia mengirim para perampok, copet, dan pelacur ke daerah-daerah pendudukan Belanda.
Tak diduga, pihak Belanda kewalahan menghadapi strategi dari Mayjen Moestopo. Kondisi sosial di daerah yang mereka duduki jadi kacau balau. Para tentara Belanda banyak yang terkena penyakit kelamin berkat operasi senyap para pelacur revolusi.
Dikutip dari kanal YouTube Indonesia Insider, sejarawan Australia Robert Cribb mengatakan, senjata yang diperoleh para pejuang revolusi diperoleh dari hasil mencuri dari bantuan sejumlah wanita tuna susila. Oleh Jenderal Moestopo, para maling dan pelacur diberi bekal pendidikan militer. Ia meminta Kolonel TB Simatupang untuk mengajari mereka. Setelah itu, Moestopo membentuk sebuah pasukan bernama Terate, singkatan dari Tentara Rahasia Tertinggi. Di dalamnya bergabung Barisan Maling (BM) dan Barisan Wanita Pelacur (BWP).
Dilansir dari kanal YouTube Indonesia Insider, BWP sukses menjatuhkan mental pasukan Belanda yang terkena penyakit kelamin. Sementara BM sukses mencuri alat-alat militer seperti senjata, teropong, dan baju-baju militer.
Sayangnya strategi Moestopo itu kemudian menjadi senjata makan tuan di kemudian hari. Karena adanya pasukan pelacur, pasukan republik yang merasa kesepian ikut terkena penyakit kotor. Tak cukup sampai di situ, barisan para maling tak hanya menjarah markas pasukan Belanda. Mereka juga mencuri rumah warga biasa. Kondisi ini menambah masalah bagi pasukan republik.
Bahkan pada akhirnya Mayjen Moestopo jadi korban maling dari salah satu anggota Pasukan Terate. Suatu hari ia melapor kepada Letkol Sukanda bahwa ia kehilangan baju. Bukannya segera menyelidiki, Sukanda malah tertawa terbahak-bahak. Moestopo pun bingung atas reaksi dari Letkol Sukanda.
Moestopo akhirnya membubarkan pasukan itu karena banyak membawa masalah. Namun usai perang, para anggota barisan wanita pelacur (BWP) tak lagi melacur. Banyak dari mereka yang kemudian menikah dengan para pemuda teman seperjuangan mereka.