Menilik Sejarah Negara Islam Indonesia, Jejak Politik Kartosuwirjo di Tanah Pasundan
Menariknya, kekuasaan NII atau DI/TII mulanya merupakan upaya Kartosuwirjo dalam membantu kedaulatan negara Republik Indonesia. Namun di tengah jalan, ia bersama NII membelot dan mampu mengambil alih kekuasaan di tatar Parahyangan.
Desa Cisayong, di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat sempat menjadi saksi bisu berdirinya sebuah negara baru bernama Negara Islam Indonesia (NII), atau yang lebih dikenal dengan nama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia.
Negara besutan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo tersebut terbentuk di tengah maraknya pemberontakan akibat intrik, sebelum pendeklarasian Republik Indonesia pada 7 Agustus 1945.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Apa nama surat kabar pertama yang terbit di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama “Mataram Courant” dan satunya lagi bernama “Bintang Mataram”.
-
Apa kabar terbaru dari Nunung? Nunung bilang badannya sekarang udah sehat, ga ada keluhan lagi dari sakit yang dia alamin. Kemo sudah selesai "Nggak ada (keluhan), karena kemo-nya sudah selesai sudah baik, aman, Alhamdulillah," tuturnya.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
Masa tersebut turut beriringan dengan waktu kekosongan kekuasaan (Vacuum of Power), lantaran pemerintahan Jepang mulai kewalahan menangani perlawanan rakyat hingga peraturan kenegaraan tak berjalan.
Menariknya, kekuasaan NII atau DI/TII mulanya merupakan upaya Kartosuwirjo dalam membantu kedaulatan negara Republik Indonesia. Namun di tengah jalan, ia bersama NII membelot dan mampu mengambil alih kekuasaan di tatar Parahyangan.
"Kartosuwirjo sebagai Pimpinan DI / TII sekaligus Imam dan juga presiden Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan mempunyai karisma yang cukup kuat, ia memiliki ideologi politik Islam yang anti penjajahan dengan menjadikan Islam sebagai satu – satunya jalan ke depan" tulis Miftakhur Ridlo, dalam artikel berjudul "Negara Islam dan Kartosuwirjo (Konsepsi Gerakan Politik, Militer dan Agama) melansir garuda.ristekdikti.go.id, Selasa (24/8)
Membawa Konsep Anti Barat
Pendirian NII sendiri tak terlepas dari ketidakpuasan Kartosuwirjo terhadap ketidaktegasan negara Indonesia dalam melawan pemerintahan penjajah. Tokoh kelahiran Cepu, Jawa Tengah 7 Februari 1905 dan wafat pada September 1962 itu berupaya membawa ideologi Islam dalam setiap perjuangannya.
Perjuangannya membawa panji Islam dimulai saat ia mengikuti organisasi Pemuda Jawa alias Jong Java, kemudian ia beralih ke organisasi pemuda Islam hingga beralih ke Partai Sarekat Islam (PSI) di tahun 1930. Di PSI yang kemudian berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) ia merasakan perbedaan ideologi.
Kejadian itu terus berulang, hingga ia pindah ke Malangbong di perbatasan Tasikmalaya dan Garut saat ditugaskan menjadi ketua cabang Jawa Barat.
"Pokok pertentangan adalah sikap terhadap pemerintah kolonial, apakah PSII harus bekerjasama dengan rezim kolonial atau tidak." tulis Miftakhur.
NII dan Kartosuwirjo yang Membelot
Sebagai tokoh yang anti barat, tentu Kartosuwirjo menginginkan negara yang berdaulat tanpa ada campur tangan penjajah. Keinginannya itu semakin kuat, saat di masa Vacuum of Power ketika Pemerintah Jepang kian terjebak dan mulai mengakui kekalahan awal Agustus 1945.
Sebelumnya ia telah menahan diri untuk memproklamirkan NII, terlebih saat ditunjuk Soekarno untuk menjadi anggota Komite Nasioanal Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi.
Di saat itu, keinginannya mendaulatkan Indonesia sebagai negara Islam yang merdeka kian kuat. Ia pun berupaya mengajak sejumlah tokoh Islam lainnya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dengan ideologi politik Islam.
Kartosuwiryo menahan diri untuk secara terang-terangan menolak menentang kekuasaan Republik27 antara Februari 1948 – Agustus 1949.
Selanjutnya Kartosuwiryo menyempurnakan struktur politik organisasinya dengan membentuk Dewan Kabinet atau Dewan Imamah, Dewan Penasehat atau Dewan Fatwa dan menetapkan Kartosuwiryo sebagai Presiden, Kamran, dan Oni sebagai menteri dan wakil menteri pertahanan
Adapun konsep yang dibawa lewat NII adalah hijrah dan jihad. Pada dasarnya sikap ini bertujuan untuk landasan berpolitik PSII, yang bersumber kepada Alquran dan Sunnah.
Berkuasa Selama 13 Tahun di Tanah Jawa Barat
Kartosuwirjo dieksekusi ©©2012 Merdeka.com
Perjuangan Kartosuwirjo tidak berhenti sampai di situ, di awal tahun 1948 Negara Islam Indonesia kian besar dan dipercaya rakyat Pasundan. Terlebih hasil perjanjian Renville yang dianggap tak adil bagi masyarakat pribumi.
Atas dasar itu, Kartosuwirjo bersama pemerintahannya melakukan operasi militer di wilayah Jawa di bawah kendali Pasukan Hizbullah dan Sabilillah, usai seluruh penduduknya disuruh mengungsi karena tanah Sunda telah dikuasai Belanda.
Atas tindakannya, NII menjadi salah satu negara dalam negara di Tasikmalaya yang kian berdaulat terlebih usai operasi penguasaan seluruh sudut Jawa Barat hingga Banten yang saat itu dikuasai Tentara Republik dan pasukan sekutu.
Selama kurang lebih 13 tahun NII berdiri dan bergerilya di hutan dan pegunungan untuk mempertahankan tatar Pasunda dari perjanjian Renville.
"Pengaruh Negara Islam Indonesia kuat di daerah Priangan tenggara, Kabupaten Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis." tambahnya
Pada September 1962 ia akhirnya dihukum mati berdasarkan keputusan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper), karena dianggap memberontak dengan membentuk Negara Islam Indonesia melalui DI/TII. Ia diketahui dieksekusi di pulau terpencil kawasan Teluk Jakarta.
(mdk/nrd)