Riwayat Tawuran Pelajar di Jakarta yang Sudah Ada sejak 1960-an, Dulu Guru Juga Jadi Korban
Biasanya tawuran antar pelajar terjadi di rute berangkat dan pulang sekolah.
Biasanya tawuran antar pelajar terjadi di rute berangkat dan pulang sekolah.
Riwayat Tawuran Pelajar di Jakarta yang Sudah Ada sejak 1960-an, Dulu Guru Juga Jadi Korban
Jakarta hingga kini masih menjadi salah satu daerah dengan angka tawuran pelajar tertinggi di Indonesia. Kasus ini seringkali meresahkan masyarakat hingga sejumlah pengendara menjadi sasaran lemparan batu. Fasilitas umum seperti halte juga dirusak.
Biasanya tawuran pelajar terjadi akibat adanya gesekan antara para siswa dua sekolah dan sudah terjadi selama bertahun-tahun. Polisi dan petugas keamanan bukan tidak bertindak. Mereka selalu menerapkan sanksi terukur yang sesuai.
-
Bagaimana acara Jelajah Histori melibatkan peserta dalam pembelajaran sejarah? "Sajian napak tilas lewat 'hadir', 'terlibat', 'merasakan'; amat berbeda dengan 'membaca' atau 'diceritakan'. Dan hal ini memberikan pengalaman berbeda untuk gerasi milenial, Gen-Z, atau bahkan generasi kolonial yang sudah terlalu asyik masyuk dengan gadget-nya,” tambahnya.
-
Kenapa Jogja dijuluki sebagai kota pelajar? Jogja atau Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki sejuta pesona. Hampir sebagian besar orang memiliki kesan tersendiri mengenai daerah yang dijuluki sebagai kota pelajar ini.
-
Kapan apel pengarahan untuk pelajar yang terlibat tawuran dilakukan? Diketahui, belakangan viral di media sosial (medsos) pelajar konvoi dengan dalih berbagi takjil di wilayah Jakarta Pusat. Pada apel pengarahan ini hadir Polda Metro Jaya, Kapolres Jakarta Pusat, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta, hingga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta.
-
Apa yang dipelajari dari kata-kata para pahlawan tentang pendidikan? Kata-kata pahlawan nasional tentang pendidikan bisa dijadikan inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi seseorang. Kebanyakan orang pasti setuju bahwa pendidikan adalah salah satu komponen penting dalam hidup.
-
Apa yang ditawarkan Trehaus School di Jakarta? Trehaus School adalah prasekolah pertama di Jakarta yang menawarkan kurikulum terstruktur untuk pembelajaran pendidikan dini yang mendalam, serta program extended day, yang mirip dengan daycare, untuk mendukung penguasaan bahasa Inggris dan Mandarin dengan Bahasa Indonesia yang terintegrasi ke dalam kurikulum.
-
Pajak apa yang diterapkan di Jakarta pada masa pasca kemerdekaan? Di dekade 1950-an misalnya. Setiap warga di Jakarta akan dibebankan penarikan biaya rutin bagi pemilik sepeda sampai hewan peliharaan.
Sayangnya kondisi ini terus berlanjut, kendati pihak sekolah juga sudah memberlakukan hukuman agar para pelajar tersebut jera. Faktanya, tawuran pelajar sendiri sudah terjadi di ibu kota Indonesia sejak 1960-an.
Dahulu, korbannya tidak hanya sesama pelajar, namun juga para guru juga rentan menjadi sasaran.
Berikut riwayat tawuran pelajar di Jakarta yang ternyata sudah mengakar selama puluhan tahun.
Penyebab Sering Terjadinya Tawuran Pelajar di Jakarta
Tidak ada alasan yang jelas mengapa sering terjadi tawuran antar pelajar di Jakarta. Namun biasanya penyebab utama tawuran adalah adanya singgungan antar pelajar, seperti saling ejek, saling hina, dan mengaku paling menguasai wilayah yang dilalui pelajar dari sekolah lain.
Motif perkelahian karena rasa tersinggung juga menjadi sebab utama. Dalam jurnal yang ditulis oleh Hendi Irawan, Efraim Syailendra Mozrapa dari Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Indrapasta PGRI berjudul “Tawuran Pelajar Sekolah Menengah Atas Sederajat di Jakarta 1968-1987” motif perkelahian karena ketersinggungan menjadi sebab utama tawuran antar pelajar di Jakarta.
Dari rasa tersinggung itu mereka melapor ke kakak tingkat yang biasa dikatakan senior. Di sana mereka mengajak anggota lain untuk menyerang sekolah tersebut.
“Dengan alasan tersulut emosi dan ingin memberikan pelajaran agar tidak mencari masalah dengan saudaranya, pelajar ini mengajak teman-teman sekolahnya untuk datang melakukan penyerangan terhadap SMA lawannya,” tulis Hendi dan kawan-kawan.
Terjadi di Rute Berangkat dan Pulang Sekolah Lawan
Biasanya tawuran antar pelajar terjadi di rute berangkat dan pulang sekolah. Mereka hapal betul angkutan umum apa saja yang digunakan dan menjadi target sasaran.
Ini karena di masa itu anak-anak sekolah membentuk kelompok saat berangkat dan pulang sekolah agar selamat sampai tujuan.
Namun kelompok-kelompok ini tak jarang juga saling menyerang saat berpapasan di jalan raya, kendati masih berada di dalam angkutan umum.
Bisa dikatakan, tawuran pelajar sebelum era 1980-an, akan terjadi di mana saja dan kapan saja, tanpa terjadwal.
Tawuran Pelajar Sudah Terjadi di Jakarta Sejak 1960-an
Hendi dan Efraim juga mendapatkan fakta bahwa tawuran pelajar di Jakarta sudah terjadi sejak 1960-an. Kala itu motifnya bisa ditebak, karena alasan tersinggung saat berpapasan.
Menurut Hendi, tawuran pelajar yang pertama kali tercatat dalam koran adalah terjadinya tawuran pelajar di depan Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia. Di sana dimuat dalam sebuah koran dengan judul “Bentrokan Peladjar Berdarah”.
Tercatat tawuran itu terjadi pada 29 Juni 1968, di mana dalam catatan tersebut tawuran terjadi antara siswa SMA (Sekolah Menengah Atas) dengan siswa dari STN (Sekolah Tehnik Negeri) dan menimbulkan sebanyak 8 orang korban.
Sayangnya tidak dijelaskan secara rinci motif, korban luka atau meninggal dan alat yang digunakan sehingga menimbulkan korban. Namun saat itu, pemberitaan ini mencuri perhatian masyarakat karena banyaknya korban.
Setelah tawuran tersebut, intensitas tawuran antar pelajar justru semakin meningkat. Para pelajar dari suatu sekolah mulai berani untuk menyerang sekolah lainnya. Tak hanya mencari siswa, mereka juga merusak fasilitas sekolah.
Pelajar Juga Serang Sekolah dan Guru
Para siswa tersebut juga melakukan penyerangan terhadap guru di sekolah yang dituju, sehingga menimbulkan korban luka ringan. Kejadian ini berlangsung pada 17 April 1976 antaran STM Dwikora dengan SMA Negeri XVIII Jakarta.
Saat itu korbannya adalah guru olahraga di SMA Negeri XVIII, dan dipicu oleh salah satu pelajar STM Dwikora tidak senang adiknya bertengkar dengan temannya yang mana keduanya yang merupakan sesama pelajar di SMA Negeri XVIII.
Sang kakak yang merupakan pelajar di STM Dwikora ingin memberikan pelajaran kepada teman sang adik di SMA Negeri XVIII agar tidak mengulangi perbuatannya. Kejadian itu turut membuat fasilitas SMA Negeri XVIII rusak.
1980-1990 dan Era Tawuran dengan Senjata Tajam
Seiring berjalannya waktu, para siswa yang melakukan tawuran lebih berani lagi. Di tahun 1960-1970-an, tawuran pelajar masih belum menggunakan senjata tajam. Rata-rata anak-anak sekolah berkonflik dengan menggunakan tangan kosong. Kalaupun menggunakan senjata, yang dipakai adalah benda tumpul seperti kayu maupun tongkat.
Namun hal tersebut tidak berlaku di era 1980-an sampai 1990-an, di mana senjata tajam mulai digunakan seperti celurit, pisau, pedang, sampai perangkat sepeda motor.
Berdasarkan catatan Hendi dan Efraim, senjata tajam berupa pelontar sudah digunakan untuk menyerang sekolah yang dianggap sebagai musuh.
“Dalam hal ini senjata tajam mampu lebih ampuh memberikan luka yang membuat kelompok pelajar yang menjadi musuh kehilangan semangat untuk melanjutkan tawuran,” tulisnya.
Terciptanya Basis
Di akhir 1990-an, sempat terkenal istilah “Basis” di kalangan pelajar sekolah SMA atau STM. Basis sendiri singkatan dari Barisan Siswa, yang merupakan sekelompok pelajar dari suatu sekolah yang hendak berangkat atau pulang sekolah bersama-bersama.
Mereka biasanya menghimpun siswa yang letak sekolahnya berdekatan, agar tidak menjadi sasaran tawuran. Saat itu yang paling terkenal adalah Barisan Budi Utomo 806 yang terdiri dari sekolah-sekolah yang ada di kawasan itu.
Angka 806 adalah simbol angkutan umum, di mana selalu jadi andalan untuk mereka tumpangi dari dan menuju sekolah mereka. Banyaknya basis justru meningkatkan intensitas tawuran pelajar. Ini karena potensi saling bertemu di jalan antara sekolah yang berkonflik juga besar.
Sampai saat ini, motif tawuran selalu sama yakni karena bersinggungan di jalan, atau saling mengukuhkan sebagai sekolah yang ditakuti.