Tanggapi Impor Garam, Petani Cirebon Keluhkan Produk Lokal Tak Laku dan Harga Anjlok
Keputusan Pemerintah Indonesia melakukan impor 3 juta ton garam di tahun 2021 ini mendapat respons dari para petani garam di wilayah pesisir Cirebon, Jawa Barat.
Keputusan Pemerintah Indonesia melakukan impor 3 juta ton garam di tahun 2021 ini mendapat respons dari para petani garam di wilayah pesisir Cirebon, Jawa Barat.
Mereka menilai kebijakan impor garam tersebut bukanlah sebuah keputusan yang tepat mengingat kondisi garam produk lokal yang saat ini berada di tengah ketidakpastian harga.
-
Kenapa kasus Vina Cirebon ditarik ke Polda Jabar? Kemudian ramai itulah yang kemudian kasus ini ditarik ke Polda Jabar. Jadi sesama tahanan saling pukul sehingga membuat mereka lebam-lebam," ucap dia.
-
Bagaimana teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Pembacaan teks proklamasi di Tugu Kejaksan itu dilakukan spontan,” kata pemerhati sejarah dan budaya Cirebon Jajat Sudrajat.
-
Di mana teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia ternyata lebih dulu dibacakan di Kota Cirebon, Jawa Barat. Pembacaannya dilakukan oleh tokoh penting bernama Soedarsono di Simpang Kejaksan, yang kini lebih dikenal dengan Tugu Pensil.
-
Kapan teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Cirebon dua hari lebih awal dari yang dilakukan oleh Soekarno, yakni pada 15 Agustus 1945.
-
Siapa yang membacakan teks proklamasi di Cirebon? Pembacaan proklamasi kemerdekaan oleh Soedarsono dihadiri oleh sekitar 100 sampai 150 orang dari berbagai penjuru di kota pesisir Jawa Barat itu.
-
Kapan Sunan Gunung Jati tiba di Cirebon? Setelah menuntut ilmu di Makkah, Syarif Hidayatullah berangkat ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat dan Kerajaan Samudra Pasai sebelum akhirnya tiba di Cirebon pada tahun 1470 Masehi.
Saepudin, salah satu petani garam Cirebon mengatakan jika saat ini para petani masih berada di posisi yang belum menguntungkan secara harga. Ia pun meminta kepada pemerintah agar memperbaiki dan mengutamakan regulasi yang berpihak pada para petani.
"Bukan tidak setuju impor, tapi regulasinya harus diutamakan dan seperti apa?" ujar Saepudin seperti dilansir Antara.
Harga Terus Anjlok
Saepudin mengungkapkan, sejak tahun 2018 lalu harga garam lokal Cirebon belum berada dalam kondisi yang menguntungkan petani. Bahkan harganya kian anjlok hingga menyentuh Rp400 rupiah per kilogram, dari sebelumnya Rp2.500-Rp4.000 per kilogram di sekitar tahun 2017.
Anjloknya harga garam tersebut membuat para petani memilih menyimpan garam lokal di dalam gudang hingga di tepi-tepi jalan pantura.
"Biasanya kalau masuk musim hujan harga akan naik, tapi sampai saat ini sama saja," tuturnya.
Diduga Tak Terserap
Harga garam yang tak menguntungkan para petani tersebut diduga akibat kuota impor yang kian meningkat sehingga produk garam lokal yang tidak terserap maksimal oleh industri.
Harga Rp400 per kilogram jelas tak cukup untuk menutup modal para petani sehingga Saepudin merasa perlu adanya kebijakan khusus dari pemerintah.
Saepudin menjelaskan keadaan berbeda terjadi pada 2017 lalu. Saat itu garam produk lokal mudah terserap industri karena minimnya ketersediaan garam impor.
"Pas tahun 2017 garam kita laku, banyak industri yang memakai, karena pada waktu itu impor sulit," katanya.
Menanti Janji Pemerintah
Ismail Marzuki, petambak garam lainnya juga menanggapi kebijakan impor garam oleh pemerintah. Menurutnya, alasan kandungan Natrium klorida (NaCl) pada garam lokal yang kurang dari standar industri hanya merupakan alasan.
Sebelumnya, salah satu alasan pemerintah melakukan impor garam adalah karena kurangnya kandungan Natrium klorida (NaCl) pada garam lokal. Sesuai standar industri, kandungan NaCl harus berada di atas 97 persen sehingga layak digunakan.
Menurutnya, peningkatan kandungan NaCl sangat bisa dilakukan jika pemerintah serius memperhatikan kualitas garam lokal. Ia menambahkan wacana akan adanya peningkatan NaCl selalu digulirkan saat ada kunjungan ke sentra garam, namun belum terwujud hingga saat ini.
"Produk lokal yang tidak layak itu hanya omong kosong. Kalau memang tidak layak ya harus diedukasi dan diperbaiki, bukan malah terus impor, padahal garam kita menumpuk tidak laku," paparnya.
Tanggapan Pemerintah
Menurut pemerintah, keputusan untuk mengimpor 3 juta ton garam ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Hal tersebut sesuai dengan keputusan rapat kerja bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Dalam rapat dengan Menko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian, berdasarkan neraca stok produksi kita ada di 2,1 juta ton, dan impor diputuskan 3 juta ton," katanya Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono.
Jumlah garam impor tersebut meningkat sebesar 13,88 persen dibanding tahun 2020 lalu yang berkisar 2,7 juta ton. Sedangkan jika menilik kebutuhan dalam negeri secara nasional, pada 2021 diperkirakan mencapai 4,67 juta ton.
Kementerian Kelautan dan Perikanan memprediksi, produksi garam nasional berada di angka 2,1 juta ton di 2021. Data tersebut menunjukkan jika kebutuhan garam dalam negeri berada di angka 2,57 juta ton.
Kebutuhan tersebut yang kemudian dipenuhi melalui kuota impor dari luar negeri.
Terkait kebijakan impor garam yang dirasa merugikan para petani, Anggota Komisi IV DPR RI dari Partai PDI Perjuangan Ono Surono menyebut jika pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap kegiatan impor tersebut agar tidak memberatkan para petani.
Perbedaan Data Menjadi Penyebab
©2018 Merdeka.com/Pixabay
Ono juga mengatakan, permasalahan harga garam yang hingga kini belum menemukan titik temu dikarenakan terdapat perbedaan data antara Menteri Perdagangan dan Kementerian Perikanan (KKP).
"Impor ini terkait neraca garam, di mana antara Kementerian Perikanan (KKP) dan Kementerian Perdagangan selalu berbeda," katanya.
Penghasil Garam Terbesar
Sementara itu, Kabupaten Cirebon merupakan salah satu produsen garam rakyat terbesar di Indonesia dengan 1.557,8 hektare lahan yang dikelola oleh masyarakat.
Bahkan saat ini terdapat 3.140 hektare lahan yang berpotensi untuk digunakan untuk produksi garam. Lahan-lahan tersebut tersebar di delapan kecamatan yakni Losari, Gebang, Penagenan, Astanajapura, Mundu, Gunungjati, Suranenggala, dan Kecamatan Kapetakan.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, sepanjang 2018 sampai 2020 terdapat 26.995 ton garam lokal yang belum terserap.
Adapun rinciannya adalah 2.848 ton garam masuk dalam kategori kualitas satu dan 24.147,95 ton lainnya masuk dalam kualitas dua.
Masa Kejayaan Garam Cirebon
Pada 2018 lalu, produksi garam di Cirebon mencapai puncaknya. Di tahun tersebut, produksi garam di wilayah ini mencapai 424.615,78 ton.
Hal tersebut ditunjang dengan teroptimalkannya seluruh lahan produksi garam. Namun produksi garam kian menyusut akibat tidak laku karena kurang terserap di tahun 2020 yang hanya berada di angka 2.670,78 ton.
Saat itu penyebab turunnya produksi garam rakyat diakibatkan oleh rendahnya harga garam di kalangan petani lokal setempat, sehingga membuat garam-garam produksi mereka tertumpuk di dalam gudang penampungan.