Uniknya Tradisi Gotong Domba Khas Jatinangor Sumedang, Terinspirasi dari Interaksi Manusia dan Kambing
Bulu dan tengkorak berasal dari hewan domba Australia asli, sehingga tampak nyata.
Jika berkunjung ke Kampung Kiaraberes, Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Anda akan menemukan sebuah tradisi unik bernama Gotong Domba.
Acara tersebut biasanya dilangsungkan secara meriah, dan identik dengan momen tertentu salah satunya perayaan kemerdekaan Indonesia.
-
Bagaimana tradisi adu tangkas Domba Garut berkembang? Adu tangkas ini semakin populer ketika periode kepemimpinan Bupati Garut yaitu RAA Soeria Katalegawa pada tahun 1915 sampai 1929. Kemudian diteruskan oleh putranya bernama Kanjeng Dalem RAA Moesa Soria Kartalegawa.
-
Apa itu tradisi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya? Tradisi kawin tangkap ialah perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk dikawinkan dengan pria yang tidak dicintainya.
-
Bagaimana tradisi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya dilakukan? Pelaksanaan kawin tangkap merupakan perkawinan yang terjadi tanpa persetujuan salah satu pihak.Tradisi ini terjadi bukan atas dasar cinta, tetapi karena kesepakatan antara orang tua laki-laki dan perempuan, tanpa sepengetahuan perempuan.
-
Mengapa Tradisi Panah Kasumedangan menjadi budaya penting di Sumedang? “Ini mulanya berawal dari raja pertama yakni Prabu Geusan Ulun yang membawa Panah Kasumedangan,” kata Ketua Wadah Endong Panah Kasumedangan Bayu Gustia Nugraha, menguntip YouTube Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX.
-
Apa yang dilakukan warga dalam tradisi Gusaran dan Ngadokdok? Suara angklung dan kendang gendong mengalun nyaring siang itu. Beberapa warga tampak berkeliling Kampung Cikiray, Desa Salawu, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, sembari membunyikan alat musik tradisional.
-
Kapan Tradisi Panah Kasumedangan menjadi tradisi perang Kerajaan Sumedang Larang? Pada abad ke-15, Panah Kasumedangan pernah populer di kalangan rakyat Sumedang yang kala itu dipimpin oleh pemerintahan Kerajaan Sumedang Larang. Rajanya, era Prabu Geusan Ulun, mengenalkan ini sebagai tradisi perang dan kehidupan sehari-hari di daerah kekuasaan kerajaan tersebut.
Warisan budaya ini sudah berlangsung puluhan tahun. Hampir tiap ada acara kebudayaan di Kiaraberes, tradisi tersebut dapat dipastikan tidak pernah absen untuk dihadirkan.
Tradisi Gotong Domba juga dimeriahkan dengan hadirnya iringan musik tradisional dari dokdok (alat pukul serupa kendang), terompet Sunda, dan kecrek yang ditabuh dengan irama cepat.
Menariknya, tradisi ini konon terinspirasi dari interaksi harmonis antara manusia dengan kambing yang biasa terjadi di Kampung Kiaraberes. Penasaran dengan keunikan tradisi ini? Berikut informasi seputar Tradisi Gotong Domba yang jarang diketahui.
Domba Ngamuk yang Diarak
Merujuk buku “Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal” karya Fandy Hutari, penamaan gotong sendiri diketahui berasal dari proses pelaksanaannya. Domba tersebut digotong oleh empat orang dan bisa dinaikki oleh orang yang dianggap penting.
Namun, domba yang dimaksud pun bukan domba sungguhan. Melainkan hanya replika yang terbuat dari kayu dan diberi lapisan kulit serta bulu. Istilah ngamuk juga merujuk pada orang yang menggotong dan menggerak-gerakannya secara spontan, sesuai iringan musik.
- Uniknya Domba Garut, dari Genetik Ternak Terbaik hingga Kesenian Adu Ketangkasan
- Mirip dengan Aslinya, Intip Keunikan Miniatur Domba Buatan Warga Ciamis yang Cocok Jadi Oleh-Oleh
- Dongeng Bahasa Jawa Singkat Lucu, Menghibur dan Bikin Ngakak
- Mengenal Tradisi Andung, Ungkapan Perasaan Duka saat Upacara Kematian Ala Suku Batak Toba
“Kepalanya manggut-manggut, digotong oleh empat orang. Serta diikuti oleh pengiring yang memainkan musik,” kata Fandy
Hadirkan Dua Jenis Domba
Domba yang dihadirkan biasanya terdapat dua jenis, yakni berwarna putih dan berwarna hitam. Sebenarnya tidak ada maksud dari perbedaan warna, agar terlihat semarak dan serta lebih meriah saja.
Biasanya, domba juga disesuaikan ukurannya dengan hewan sungguhan agar kuat dinaikki oleh orang-orang. Sepintas tradisi ini mirip dengan sisingaan, namun tidak disertakan atraksi lempar ke atas.
“Dalam gelarannya, sepasang domba berwarna hitam dan putih yang digotong menjadi hal terpenting. Biasanya, domba digotong oleh empat orang,” katanya lagi
Gunakan Bulu dan Tengkorak Domba Asli
Sementara itu, pelestari Gotong Domba, Kang Ayeng, mengatakan bahwa domba yang dibuat harus menggunakan unsur utama kayu. Namun, ada hal terpenting, yakni bulu dan tengkorak kepala yang biasanya berasal dari hewan domba asli.
Bulu berwarna putih dan hitam, memakai bulu dari domba Australia sehingga tampak nyata. Kemudian seluruhnya dibuat menyingkap badan yang dibuat dari bahan kayu.
Setelah jadi, domba bisa ditampilkan dalam tradisi tersebut. Di sini, tidak ada unsur mistis apapun, karena tradisi Gotong Domba mulanya hadir sebagai pemeriah acara pawai desa.
Lahir untuk Meriahkan 17 Agustusan
Sebelumnya, tradisi Gotong Domba sudah dimainkan warga setempat sejak 2001 silam. Ketika itu, warga berinisiatif membuat tradisi ini, untuk memeriahkan pawai kemerdekaan Indonesia yang diadakan di Kiaraberes.
Di awal penampilannya, domba belum digotong dan masih diseret menggunakan tali hingga akhirnya mudah rusak. Akhirnya, warga setempat berupaya memperbaiki dan mengubah konsep dari kesenian ini.
“Saat agustusan 2001, domba-dombaan ini rusak oleh seni kuda lumping yang melompat ke arah domba. Untuk itu, warga bersepakat untuk menyempurnakannya dan menggotongnya saat perayaan 17 Agustus tahun berikutnya,” kata Fandy lagi.
Awalnya Interaksi Warga dengan Domba
Tradisi ini juga awalnya lahir dari interaksi harmonis antara warga Kiaraberes dengan domba. Bukan tanpa alasan, karena mayoritas penduduk merupakan para peternak yang terbiasa memberi makan domba saat ke ladang.
Kang Ayeng menambahkan bahwa saat ini dirinya membentuk komunitas Gotong Domba bernama Gajah Muling. Penamaan ini, berasal dari bahasa Sunda yang artinya gajah ngamuk atau tidak mau diam.
Sampai sekarang, Gotong Domba masih terus lestari dan komunitas tersebut biasa pentas ke luar Kiaraberes. Tak sekadar kesenian, karena Kang Ayeng ingin menyuarakan pesan lingkungan melalui tradisi ini.
“Mungkin saat lahan-lahan itu sudah habis, akar filosofi seni Gotong Domba yang lahir dari masyarakat peternak domba ikut hilang,” kata Kang Ayeng.