Mengetahui Tradisi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya NTT, Kini Jadi Sorotan
Tradisi kawin tangkap merupakan perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk dikawinkan dengan seorang pria yang tidak dicintai.
Tradisi kawin tangkap ialah perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk dikawinkan dengan pria yang tidak dicintainya.
Mengetahui Tradisi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya NTT, Kini Jadi Sorotan
Pulau Sumba, termasuk masyarakat di Kabupaten Sumba Barat Daya memiliki tradisi kawin tangkap (paneta mawinne).
-
Apa itu Pulau Sumba? Jawaban dari tebak-tebakan ini sebenarnya adalah nama tempat, yang kemungkinan jawabannya adalah salah satu nama pulau di Indonesia, yaitu Pulau Sumba.
-
Apa tradisi unik di Pulau Masakambing? Selain pesona alam, wisatawan bisa belajar tentang tradisi sedekah telur ayam dan pisang di tepi pantai. Tradisi ini dipercaya bisa menyembuhkan penyakit.
-
Di mana Pulau Sumba berada? Jawaban dari tebak-tebakan ini sebenarnya adalah nama tempat, yang kemungkinan jawabannya adalah salah satu nama pulau di Indonesia, yaitu Pulau Sumba.
-
Dimana Tradisi Ngabungbang dilakukan? Tradisi ini dilakukan pada 14 Rabiul Awal di tempat-tempat keramat yang dianggap suci.
-
Apa itu Tradisi Ngabungbang? Ngabungbang adalah ritual nyari sapeupeuting yang secara makna dalam bahasa Indonesia yaitu bergabung semalaman.
-
Kenapa Tradisi Ngabungbang dilakukan? Tujuannya tak dan lain dan tak bukan adalah bermunajat hanya kepada Allah SWT untuk memohon ampunan dan bertobat dari segala kesalahan yang telah diperbuat.
Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Desa Mareda Kalada, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
(Foto : istockphoto.com)
Tradisi Kawin Tangkap
Mengutip dari jurnal Kawin Tangkap (Studi Sosiologi tentang Makna dan Praktik Kawin Tangkap di Desa Mareda Kalada, Kec. Wewewa Timur, Kab. Sumba Barat Daya) yang dirilis oleh Elsiati Tanggu, dkk.
Tradisi kawin tangkap merupakan perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk dikawinkan dengan seorang pria yang tidak dicintainya.
Tradisi kawin tangkap memiliki makna dalam mengangkat derajat atau untuk menghilangkan rasa malu kepada keluarga laki-laki.
Di Sumba sendiri, masyarakatnya masih memiliki budaya patriarki yang sangat tinggi sehingga sistem budaya atau adatnya didominasi oleh laki-laki.
Perkawinan bagi Masyarakat Sumba
Pada masyarakat di Kabupaten Sumba Barat Daya, perkawinan sendiri merupakan suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang untuk penerusnya.
Bagi masyarakat Sumba, makna perkawinan adalah sebuah proses untuk menyatukan perempuan dan laki-laki yang saling mencintai melalui proses adat yang berlaku.
(Foto : istockphoto.com)
Pelaksanaan kawin tangkap merupakan perkawinan yang terjadi tanpa persetujuan salah satu pihak.
Tradisi ini terjadi bukan atas dasar cinta, tetapi karena kesepakatan antara orang tua laki-laki dan perempuan, tanpa sepengetahuan perempuan.
(Foto : istockphoto.com)
Motivasi yang melatarbelakangi tradisi ini pun beragam, seperti masalah ekonomi terlilit hutang, atau karena alasan kekerabatan. Masyarakat mengganggap, agar hubungan kekerabatan yang sudah terjalin tidak putus, diperlukan adanya perkawinan antara dua kebisu (suku).
(Foto : istockphoto.com)
- Kawin Tangkap (Tadoro)
Jenis perkawinan ini dilakukan untuk mempermudah pembelisan atau mahar.
Praktik ini sendiri sudah memiliki persetujuan dari kedua belah pihak keluarga dan calon yang bersangkutan.
- Kawin Tangkap (Padeta)
Jenis kawin tangkap ini dilakukan secara paksa dan korbannya adalah perempuan.
Perempuan tersebut akan dikawin tangkapkan ketika apa yang sudah menjadi kesepakatan diingkari oleh perempuan.
Terdapat perbedaan antara penerapan tradisi kawin tangkap di zaman dulu dengan saat ini.
Pada zaman dahulu, jika terdapat laki-laki yang suka kepada seorang perempuan, ia akan berusaha untuk menangkapnya secara paksa sekalipun perempuan tersebut sudah bersuami.
Namun saat ini, kawin tangkap dilakukan dengan berbagai macam persoalan, seperti adanya janji antara laki-laki dan perempuan, atau karena janji orang tua tetapi diingkari.
Oleh karena itu, terjadilah kawin tangkap dengan dalih untuk menghilangkan rasa malu.
Kawin Tangkap di Mata Hukum
Melansir dari Jurnal Adat Kawin Tangkap (Perkawinan Paksa) sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual karya Herman dkk.
Tradisi ini adalah tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Ini termasuk kekerasan seksual, yang berarti korban mengalami kerugian hak-hak mereka, seperti hak-hak yang dijamin oleh Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Dasar 1945, dan hukum-hukum lain yang melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak.
Pasalnya, tujuan dari perkawinan seharusnya adalah membentuk keluarga yang bahagia dan langgeng.
Pasal 6 ayat 1 UU Perkawinan sebenarnya ada untuk melindungi agar tidak ada perkawinan yang terjadi secara paksa.
Perkawinan seharusnya menjadi hak asasi manusia yang harus diputuskan secara bebas oleh individu tanpa tekanan dari siapa pun.