Warga Kampung di Cimahi Ini Punya Pangan Alternatif, Pengganti Nasi Berbahan Singkong
Mereka memakannya bersama lauk pauk layaknya nasi.
Memakan nasi menjadi hal yang pantang dilakukan oleh masyarakat di kampung adat Cireundeu, Kecamatan Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat. Kondisi ini sudah berlangsung turun temurun, sejak zaman nenek moyang. Warga setempat kemudian memilih rasi sebagai makanan pokok.
Rasi memang jadi sumber pangan populer yang bisa ditemukan di kampung tersebut. Bahan bakunya terbuat dari singkong yang diparut, kemudian ditanak sehingga menyerupai nasi. Rasi sendiri merupakan singkatan beras singkong.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Kenapa kasus Vina Cirebon ditarik ke Polda Jabar? Kemudian ramai itulah yang kemudian kasus ini ditarik ke Polda Jabar. Jadi sesama tahanan saling pukul sehingga membuat mereka lebam-lebam," ucap dia.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Apa yang disiarkan oleh Radio Rimba Raya? RRR bukan hanya keperluan untuk menyiarkan semangat perjuangan kemerdekaan saja, melainkan juga digunakan untuk kepentingan umum, menyiarkan pengumuman, serta instruksi bagi angkatan bersenjata.
Di kampung Cireundeu, rasi lazim ditemukan di rumah-rumah pendukung. Mereka memakannya bersama lauk pauk layaknya nasi. Sampai sekarang mengganti beras dengan singkong sebagai makanan pokok masih terus dilakukan oleh warga di sana.
Dimakan Bersama Lauk Pauk
Rasi (beras singkong) khas Kampung Cireundeu, bersama lauk-pauknya ©2023 Instagram @budaya.kuring/ Merdeka.com
Mengutip laman kebudayaan.kemdikbu.go.id, Rabu (22/2) masyarakat adat Cireundeu menjadikan rasi sebagai makanan utama yang disandingkan dengan sejumlah lauk pauk. Tempe, tahu, ikan, ayam, sayur dan sambal menjadi tambahan yang nikmat jika disantap bersama rasi.
Untuk pembuatannya, rasi didapatkan dari hasil parutan singkong yang kemudian diperas hingga mengeluarkan ampasnya. Setelah itu, bahan tersebut dijemur di bawah terik matahari untuk didapatkan tepungnya. Hasil ini yang selanjutnya ditanak hingga menyerupai nasi dan bisa langsung dimakan.
Berdasarkan kandungan gizinya, rasi mengandung sejumlah zat seperti kalori, protein dan karbohidrat. Untuk setiap 100 gram rasi setidaknya terdapat 175 kalori, 4 gram protein dan 40 gram karbohidrat. Sementara di 100 gram singkong mengandung 112 kalori, 1,5 gram protein dan 38 gram karbohidrat.
Dikenal dengan Istilah Sangueun
Karena dimasak dengan cara ditanak, makanan ini kemudian juga dikenal dengan sangueun. Dalam bahasa Indonesia, sangueun berarti sesuatu yang dimasak dan dimakan layaknya nasi.
Secara tekstur, sangueun memiliki bentuk yang kurang lebih sama seperti nasi dengan ukuran yang lebih halus. Kemudian, teksturnya sedikit padat dengan rasa yang sedikit tawar dan gurih.
Singkong yang digunakan untuk membuat rasi sudah secara masif ditanam oleh masyarakat, sebagai gerakan diversifikasi pangan agar bisa bertahan jika komoditas lainnya tidak ada.
Saking terbiasanya dengan sangueun, masyarakat di Cireundeu juga menjadikannya bekal saat keluar kampung maupun sekedar berladang. Rasi dianggap lebih awet dan menyehatkan sehingga dipilih sebagai makanan utama oleh masyarakat setempat.
Kenyang Tak Hanya dari Beras
Salah satu tokoh masyarakat di sana bernama Asep mengatakan bahwa memakan makanan selain nasi akan membawa ketentraman bagi masyarakat. Hal ini karena singkong lebih menyehatkan sekaligus mudah ditanam di banyak tempat.
Masyarakat di sana memiliki kepercayaan bahwa nasi membawa petaka karena rasanya yang lebih enak dan nikmat, sehingga mempengaruhi prilaku ke siapapun yang memakannya.
Selain itu, singkong juga pernah menyelamatkan warga dari bencana kelaparan akibat rusaknya pertanian sawah warga di masa lalu karena bencana. Saat itu, suplai beras dari pemerintah Belanda terlambat, lalu oleh sesepuh setempat warga diminta untuk menanam singkong sebagai makanan pengganti.
“Dengan kesadaran akan budaya itulah dengan sendirinya kami terbiasa mengikuti aturan aturan yang diwariskan oleh nenek moyang," kata Asep, mengutip ANTARA
Mereka kemudian menjunjung titah leluhur yang sampai saat ini masih dipegang, yaitu: “Teu nyawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat” (tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal bisa makan, tidak makan asal kuat).
Inti dari ajaran itu ada banyak alternatif makanan lain yang bisa dijadikan bahan pokok karena kenyang tidak harus dari nasi.