Modus Sindikat Penggelapan Motor di Sidoarjo hingga Sewa Gudang TNI Rp20 Juta/Bulan: Pakai Identitas Palsu buat Kredit
Kendaraan bermotor yang dititip parkir di gudang TNI berjumlah ratusan mobil dan motor
Kendaraan bermotor yang dititip parkir di gudang TNI berjumlah ratusan mobil dan motor
- Kredit Motor dan Mobil Orang Indonesia Naik Jadi Rp400 Triliun di Tengah Penurunan Penjualan Kendaraan Bermotor
- Usut Penyewaan Mobil Bodong di Bali, Polisi Malah Temukan Sindikat Pemalsuan STNK, Begini Modusnya
- Kasus Penggelapan Ratusan Kendaraan hingga Sewa Gudang TNI Sidoarjo, Tersangka Tentara Dibayar Rp2 Juta
- Libatkan Tiga Prajurit, Begini Duduk Perkara Penggelapan Ratusan Motor dan Puluhan Mobil di Gudang TNI Sidoarjo
Modus Sindikat Penggelapan Motor di Sidoarjo hingga Sewa Gudang TNI Rp20 Juta/Bulan: Pakai Identitas Palsu buat Kredit
Bisnis kasus dugaan penggelapan ratusan kendaraan motor yang dijalankan dua sindikat inisial MY dan EI berhasil diungkap.
Dalam bisnisnya itu, kedua tersangka ternyata membeli kendaraan hasil dari kredit macet pemilik kendaraan.
Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra menjelaskan kasus ini berawal dari laporan Lembaga Pembiayaan Kredit yang kehilangan kendaraan mereka, maupun dari hasil kasus pencurian yang ternyata dibeli oleh tersangka MY.
"Tersangka membeli kendaraan tersebut dengan menggunakan identitas palsu. Jadi para debitur ini rata-rata menggunakan identitas palsu untuk membeli kendaraan dari leasing," kata Wira saat jumpa pers, Rabu (10/1).
"Di samping itu, para tersangka juga menampung beberapa kendaraan, baik roda empat maupun roda dua, yang merupakan hasil daripada kendaraan curian," tambah dia.
Kemudian, MY meminta tersangka EI untuk mencari lokasi penyimpanan kendaraan. Sampai akhirnya, didapatlah lokasi gudang milik Gudbalkir (Gudang Pengembalian Akhir) Pusziad (TNI AD), di Sidoarjo, Jawa Timur.
Lewat hasil kerjasama dengan anggota TNI Gudbalkir Sidoarjo, yakni Mayor Czi BP, Kopda AS, dan Praka J.
"Bahwa tersangka menyewa lahan, untuk menyimpan kendaraan barbuk baik roda dua atau roda empat di sebuah gudang kosong di Buduran Jawa Timur dengan membayar setiap parkir kontainer Rp2 juta dengan estimasi perbulannya membayar Rp20 juta sampai dengan Rp30 juta,"
kata dia.
Dijual ke Timor Leste
Dimana dari gudang tersebut ditemukan, ratusan barang bukti diantaranya, 46 unit mobil berjenis Daihatsu Granmax ada 17 unit, Suzuki Carry 17 unit, Toyota Rush 8 Unit, Terios 1 Unit, Avanza 1 Unit, Toyota Raize 1 Unit, Mitsubishi Colt Diesel 1 Unit.
Sementara untuk kendaraan sepeda motor ditemukan sebanyak 214 unit. Dengan rincian berbagai merek kendaraan diantaranya, Honda sebanyak 210 unit, Yamaha 1 unit, Kawasaki 2 unit, dan Suzuki 1 unit.
"Tersangka membeli daripada pelaku baik pelaku curanmor, penggelapan, ataupun pelaku fidusia dengan harga rata-rata kendaraan untuk roda 2 seharga Rp8 sampai Rp10 juta, jadi tersangka ini membeli dari orang yang ngejual," kata dia
"Kemudian untuk roda empat itu ditampung oleh mereka dengan harga kisaran Rp60 juta sampai Rp120 juta tergantung merek kendaraan tersebut," tambahnya
Ratusan kendaraan itu rencananya akan dijual ke Timor Leste dengan harga dua kali lipat. Sampai akhirnya satu bulan kedua tersangka sipil bisa mendapat keuntungan sekira Rp400 juta atau Rp3 - Rp4 miliar setiap tahunnya.
Kendaraan itu diselundupkan lewat Pelabuhan Tanjuk Perak, Surabaya, Jawa Timur untuk kemudian dikirim ke Pelabuhan Dili Port, Timor Leste tanpa surat-surat sesuai pesanan yang telah diterima tersangka EI.
"Kemudian tsk menjualnya di Timor Leste, mereka mengenal para pembeli di sana melalui akun FB, ada beberapa nama yaitu ada empat orang warga Timor Leste," ucap Wira
Adapun dalam kasus ini Mayor Czi BP, Kopda AS, dan Praka J telah ditahan sebagai tersangka oleh Pomdam V/ Brawijaya, dijerat Pasal 408 KUHP, Pasal 56 turut serta dalam kejahatan, kemudian dijerat juga Pasal 126 yaitu KUHPM.
Sementara, tersangka sipil selaku otak kasus penggelapan kendaraan ini adalah MY dan EI dijerat pasal 363, Pasl 460 KUHP tentang penadahan, Pasal 481 KUHP, Pasal 372 KUHP, juncto Pasal 45 dan Pasal 36 UU No 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, dengan ancaman paling lama 7 tahun.