Pengamat Nilai Kebijakan ERP Jitu Atasi Polusi di Jakarta, Ini Alasannya
Wacana memberlakukan ERP di Jakarta berulang kali muncul tapi belum juga dieksekusi.
Kualitas udara di Jakarta memprihatinkan dalam pekan terakhir.
Pengamat Nilai Kebijakan ERP Jitu Atasi Polusi di Jakarta, Ini Alasannya
Penerapan ERP
Pemprov DKI Jakarta akan memberlakukan work from home (WFH) mengingat kualitas udara Jakarta yang memburuk akibat polusi. Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, kebijakan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) dapat menekan polusi udara yang buruk di Jakarta.
- Tekan Polusi, Pemprov DKI Tetap Lakukan Penyemprotan dari Gedung Tinggi
- PLTU Banten Dituding Penyumbang Polusi, Ridwan Kamil: Arahnya ke Selat Sunda Bukan Jakarta
- Usai Rapat dengan Luhut, Heru Budi Wajibkan ASN Eselon 4 Pakai Kendaraan Listrik
- Penjelasan BMKG soal Langit Jakarta Keruh Akibat Polusi Udara Meningkat
Sebab sumber polutan terbesar adalah dari dari sektor transportasi atau 44 persen. Kemudian, 25,5 juta kendaraan terdaftar beroperasi di DKI Jakarta dan 78 persen di antaranya merupakan sepeda motor. Data tersebut Djoko ambil berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022.
"(Pemerintah) tidak berani mengungkap kebijakan ERP di kota Jakarta. Padahal dapat menjadi kebijakan penting dan utama. Kebijakan ERP dirasa sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan transportasi di Jakarta, termasuk membereskan polusi udara."
Kata Djoko dalam keterangan tertulis, Jumat (18/8).
@merdeka.com
Djoko menilai kebijakan yang berjalan saat ini akan berjalan sendiri-sendiri dan tidak berlangsung lama.
Djoko dorongan untuk menggunakan transportasi umum harus digalakkan kembali.
Apalagi kota-kota penyangga seperti Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok dianggap Djoko tak banyak berupaya untuk membenahi transportasi umumnya.
Seharusnya, dengan hibah APBD DKI Jakarta, kata dia, setiap tahun ke pemda di Bodetabek bisa membenahi layanan angkutan umum di daerah masing-masing.
"Bus Trans Pakuan baru beroperasi di Kota Bogor. Ribuan kawasan perumahan yang tersebar di Bodetabek masih minim sentuhan layanan transportasi umum," tambah Djoko.
Sebelumnya, Koalisi Muda DPRD DKI Jakarta mengusulkan pembentukan panitia khusus (khusus) terkait polusi udara. Adapun anggota koalisi ini adalah Wibi Andrino dari Fraksi NasDem, Viani Limardi dari Fraksi Rakyat, Farazandi Fidinansyah dari Fraksi PAN, dan Dimaz Raditya dari Fraksi Golkar. "Kami sepakat segera mengajukan Pansus untuk bicara khsuus masalah polusi di DKI Jakarta, itu adalah salah satu hal konkret yang DPRD bisa lakukan," kata Wibi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (16/8).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, pansus dibentuk dalam rapat paripurna atas usul anggota DPRD. Anggota pansus paling banyak dibentuk atas 25 orang, terdiri atas anggota komisi terkait yang diusulkan oleh masing-masing fraksi. Wibi berujar, pansus akan mendalami sejauh mana Pemprov DKI merumuskan kebijakan dalam mengendalikan kualitas udara. Sebab, kebijakan WFH, jalur sepeda, hingga uji emisi belum dapat menekan polusi yang ada.
"Ini hak vital yang harus kita lakukan bersama. Hari ini sudah sampai mana data-data yang sudah dimiliki Pemprov DKI Jakarta? Kita meminta untuk adanya audit jelas seberapa banyak kendaraan bermotor yang hari ini belum uji emisi seberapa banyak industri hari ini, PLTU dan lain sebagainya yang adalah sumber dari polutan."
Wibi Andrino