Kini 'Terdampar' di Borobudur, Ini Kisah Heroik Kapal Samudra Raksa Mengarungi Lautan
Pada tahun 1982, Philip Beale, seorang mantan anggota Angkatan Laut Inggris, terpikat pada gambar ukiran perahu kuno di relief Candi Borobudur. Ia pun berencana “membangkitkan” kembali kapal kuno itu dan menggunakannya untuk mengarungi samudra dari Jakarta hingga Afrika.
Pada 1982, Philip Beale, seorang mantan anggota Angkatan Laut Inggris, datang ke Candi Borobudur. Di sana, ia bermaksud ingin mempelajari perahu tradisional dan tradisi bahari Nusantara.
Namun saat melihat sepuluh relief di Candi Borobudur yang memperlihatkan ukiran gambar perahu kuno, ia begitu terpikat. Beale lantas berencana untuk “membangkitkan” kembali kapal kuno itu dan menggunakannya untuk napak tilas jalur perdagangan bahari purba.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Berbekal lima gambar kapal di relief candi itu, Beale berencana menggelar ekspedisi napak tilas dengan mengarungi jalur pelayaran dari Jakarta menuju Madagaskar. Bahkan jika dimungkinkan, ekspedisi itu akan diteruskan hingga melampaui Tanjung Harapan yang berada di ujung selatan Afrika.
Setelah melalui serangkaian penelitian yang amat cermat, pembuatan kapal sendiri akhirnya dilakukan di Kepulauan Kangean oleh Abdullah Al Madani, seorang pembuat kapal tradisional yang berpengalaman. Singkat cerita, sebuah kapal tradisional yang terbuat dari kayu rampung dibuat dan diresmikan di Pelabuhan Benoa, Bali, pada 15 Juli 2003.
Oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, kapal itu kemudian diberi nama “Samudra Raksa” yang berarti “penjaga lautan”. Lalu apakah kapal ini sukses untuk melakukan ekspedisinya hingga ujung Benua Afrika? Berikut kisah selengkapnya:
Misi Sulit
©Wikipedia.org
Pada 15 Agustus 2003, kapal kayu Samudra Raksa diberangkatkan dari Pantai Marina Ancol, Jakarta untuk mengarungi dua samudera sekaligus menuju ke ujung Benua Afrika hingga berlabuh di Kota Accra, Ghana. Dilansir dari Indonesia.go.id, pada awalnya, banyak pihak yang meragukan kapal tersebut mampu menunaikan misi ini. Bagaimana tidak, ukuran kapal ini sebenarnya tergolong kecil.
Dengan panjang hanya 18,29 meter dan lebar hanya 4,25 meter, kapal ini didaulat melakukan napak tilas jalur perdagangan Kayumanis, persis yang dilakukan para pelaut dari Dinasti Syailendra sekitar abad ke-7 hingga 13 Masehi silam.
Namun, tak terbersit wajah keraguan yang terpancar dari Presiden Megawati Soekarnoputri yang melepas kapal itu. rasa optimisme ini pulalah yang ditanam Kapten Laut I Gusti Putu Ngurah Putra bersama ke-12 awak kapalnya.
Pelayaran Berat
©Kangean.net
Dalam melakukan pelayaran itu, berkali-kali Kapal Samudra Raksa harus menghadapi keganasan alam, terutama saat melakukan pelayaran dari Madagaskar menuju Cape Town yang harus memutari Tanjung Harapan.
Di masa-masa sulit itu, Kapten I Gusti Putu Ngurah Sedana beberapa kali harus memerintahkan para kru menyandarkan kapal di sejumlah pelabuhan. Di antaranya di Mossel Bay dan Port Elizabeth, Afrika Selatan, guna menghindari badai dan angin mati.
Namun setelah 6 bulan berjalan, pada Senin, 23 Februari 2004, kapal kayu Samudra Raksa akhirnya membuang sauh di perairan lepas pantai Pelabuhan Temma, Accra, Ghana. Kapal itupun berhasil mengakhiri pelayaran sejauh 20.372 kilometer dengan sempurna.
Membuka Mata Dunia
©Indonesia.go.id
Keberhasilan Kapal Samudra Raksa mencapai Ghana disambut suka cita oleh para awak kapal dan orang-orang yang terlibat dalam pelayaran itu, di antaranya Menteri Pariwisata dan Kebudayaan, I Gede Ardika, penggagas ekspedisi Philip Beale, serta para pembuat kapal ini.
Dilansir dari Indonesia.go.id, keberhasilan kapal itu juga menyedot perhatian dunia. Untuk waktu yang lama, ekspedisi itu membuka mata dunia pada sebuah relief kapal kuno yang berada di Candi Borobudur.
Rasa takjub dan tidak percaya juga datang dari sebagian besar anak bangsa. Padahal pemberitaan seputar ekspedisi ini tergolong minim. Bahkan, banyak perusahaan yang mengklaim terlibat sebagai sponsor untuk mendanai perjalanan itu.
Kapal Samudra Raksa Kini
borobudurpark.com
Setelah berlabuh di Ghana, tubuh Kapal Samudra Raksa dipotong-potong dan dikirim kembali ke Indonesia melalui kapal kargo. Setibanya di Indonesia, kapal itu dirangkai kembali untuk kepentingan wisata dan pendidikan.
Pada akhirnya, Museum Kapal Samudra Raksa didirikan pada tahun 2005 di dalam kompleks wisata Candi Borobudur. Koleksi utama pameran museum ini adalah rekonstruksi Kapal Samudra Raksa dalam ukuran sesungguhnya, yang telah menempuh perjalanan napak tilas mengarungi Samudra Hindia dari Jakarta hingga Accra pada tahun 2003-2004.