Kini Mulai Tertelan Zaman, Ini Kisah Mbah Atmo Sang Pelestari Perajin Mainan Anak Tradisional di Bantul
Nenek berusia 86 tahun ini merupakan satu-satunya perajin mainan tradisional yang masih eksis bertahan hingga saat ini.
Nenek berusia 86 tahun ini merupakan satu-satunya perajin mainan tradisional yang masih eksis bertahan hingga saat ini.
Kini Mulai Tertelan Zaman, Ini Kisah Mbah Atmo Sang Pelestari Perajin Mainan Anak Tradisional di Bantul
Atmo Wiyono, atau akrab disapa Mbah Atmo, merupakan seorang perajin mainan tradisional anak-anak asal Padukuhan Pandes, Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul.
Dia merupakan satu-satunya perajin mainan tradisional yang masih eksis bertahan hingga saat ini.
-
Mengapa Arswendo Atmowiloto dipenjara? Arswendo Atmowiloto dipenjara dalam kurun tahun 1990-1993. Pemicunya adalah sebuah jajak pendapat yang dimuat dalam majalah Monitor yang dipimpinnya.
-
Kapan Arswendo Atmowiloto wafat? Lahir di di Surakarta, Jawa Tengah, pada 26 November 1948, Arswendo Atmowiloto wafat pada 19 Juli 2019 tepat 4 tahun lalu.
-
Apa yang dimaksud dengan "Sungai Atmosfer"? Sungai atmosfer atau yang sering disebut "sky stream" juga ada, meskipun jauh lebih sulit untuk dikenali. Namun, untuk pertama kalinya, para ilmuwan telah berhasil memetakan jejak perjalanan air di atmosfer ini.
-
Apa yang dimaksud dengan air? Pengertian air adalah suatu zat yang tersusun dari unsur kimia hidrogen dan oksigen dan berada dalam bentuk gas, cair, dan padat.
-
Siapa Mbah Joget? Dilansir dari kanal YouTube Tri Anaera Vloger, Mbah Joget sendiri merupakan seorang penari atau ronggeng pada masa kolonial Belanda.
-
Bagaimana suasana di Mata Air Cikandung? Walau bukan di tengah-tengah pegunungan, namun kondisi air yang mengalir tetap jernih dan segar, dengan pemandangan hijau wilayah Gunung Tampomas.
Mbah Atmo berkata, ia sudah membuat mainan dari kertas sejak kecil. Kertas yang sudah tidak terpakai lagi ia daur ulang lalu diberi aneka warna yang menarik seperti merah, hijau, kuning, dan sebagainya.
“Saya belajar membuat dolanan ini dari ibu sejak puluhan tahun silam,” kata Mbah Atmo dikutip dari Instagram @humasjogja.
Pada masa jayanya permainan tradisional, Mbah Atmo berjualan mainan buatannya ke pasar-pasar tradisional seperti ke pasar Mangiran, Barongan, hingga Godean.
“Jualan keliling jalan kaki. Berangkat dari rumah jam satu malam. Kadang juga jam tiga malam. Sekarang sudah tua. Dirumah saja,” tuturnya.
Meski usianya telah renta, ia masih tetap setia dan penuh semangat melestarikan salah satu warisan budaya leluhur. Tangannya yang keriput masih sangat cekatan dan telaten dalam membuat berbagai dolanan anak.
Saat masuk ruang tamu rumah Mbah Atmo, kita seakan diajak untuk bernostalgia. Di sana dijumpai berbagai mainan jadul seperti kitiran, payung mini, otok-otok, kurungan, kipas lipat, sangkar burung mini, dan wayang kertas.
Harga yang ia berikan untuk mainannya juga sangat murah. Kitiran ia beri harga Rp4.000, kipas lipat Rp2.000 dan sebagainya.
Semua mainan itu dibuat Mbah Atmo tanpa bantuan siapapun. Mulai dari memotong, mewarnai, hingga mengenyam kertas menggunakan kayu dan benang.
Semuanya ia kerjakan dari bahan yang amat sederhana, yaitu kertas bekas, potongan bambu, dan lem yang dibuat oleh Mbah Atmo sendiri.
Bahan dasarnya biasanya diperoleh dari bekas peralatan kantor yang tidak terpakai serta bahan yang harus dibeli baru berupa minyak kertas.
- Lestarikan Tradisi Nenek Moyang, Begini Cara Masyarakat Adat di Bantul Rawat Sumber Air Alami
- Mengenal Tarian Rentak Kudo, Kesenian Tradisional Kolosal Khas Suku Kerinci
- Mengenal Bebehas, Tradisi Mengumpulkan Beras ala Masyarakat Muara Enim yang Mulai Ditinggalkan
- Mengenal Tulak Bala, Tradisi Khas Masyarakat Pesisir Pantai Barat Aceh
Tak terasa, kini Mbah Atmo telah berusia 86 tahun. Ia berharap perjuangannya dalam melestarikan warisan leluhur dapat diteruskan oleh generasi muda saat ini.
“Saya berharap ada yang mau melestarikan membuat mainan kertas ini supaya tidak hilang begitu saja. Saya satu-satunya yang masih bertahan membuat. Teman-teman saya sudah tidak bisa karena sudah banyak yang meninggal. Sedih dan sayang sekali kalau tidak diteruskan,” pungkas Mbah Atmo.