Kisah Pembantaian Kampung Tulung, Jadi Hari Paling Mencekam di Magelang
Tanggal 28 Oktober 1945 merupakan hari kelam bagi warga Kampung Tulung, Magelang. Hari itu pasukan Jepang "Kido Butai" menyerang kampung itu dan menembaki warga secara membabi-buta. Konflik baru mereda setelah Presiden Soekarno turun tangan.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kondisi Indonesia sebenarnya dilanda chaos. Memanfaatkan keadaan Jepang yang sudah tak berdaya, tentara Belanda dibantu sekutu datang ke Indonesia untuk kembali menjajah. Sementara itu tentara Jepang yang tak lagi punya harapan di negeri jajahan melakukan serangkaian serangan secara membabi-buta yang menandakan keputusasaan mereka.
Hal inilah yang terjadi di Kampung Tulung, Kota Magelang, pada 28 Oktober 1945. Dilansir dari Jurnal berjudul “Percikan Api Revolusi di Kampung Tulung Magelang 1945” karya Syaiful Amin dan Ganda Febri Kurniawan, pada hari itu Tentara Jepang “Kido Butai” menurunkan personelnya di pertigaan jalan Payaman pada jam 08.00. Waktu itu, Tentara Kidou Butai dibagi menjadi dua kelompok untuk menyerang Kota Magelang. Keduanya menyerang Magelang dari dua arah yang berbeda.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Apa bukti sejarah yang menunjukan kebesaran Purnawarman? “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
-
Bagaimana cara sejarawan menentukan kebenaran sebuah peristiwa sejarah? Sejarah menggunakan metode ilmiah dan analisis kritis untuk menilai keandalan sumber dan menyusun narasi yang berdasarkan bukti.
Target dalam penyerangan itu adalah markas Tentara Keamanan Rakyat yang berada di Kampung Tulung, Magelang. Hingga akhirnya pertempuran antara kedua pasukan tak dapat terbendung. Berikut selengkapnya:
Menyerang dari Segala Arah
©2021 Merdeka.com
Tentara Kidou Butai mengepung Kampung Tulung dari segala arah sehingga tak ada seorangpun warga kampung yang dapat meloloskan diri. Tak hanya itu, sepanjang perjalanan menuju Kampung Tulung, pasukan itu menembaki setiap orang yang berada di hadapannya tanpa belas kasihan.
Begitu pula saat mereka melalui sebuah sekolah, mereka menembaki para siswa yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar. Tercatat ada tiga pelajar yang tewas dalam peristiwa itu. untuk mengenang ketiganya, dibuatlah Monumen Rantai Kencana di lingkungan SMP Negeri 1 Magelang yang dulunya menjadi tempat penembakan itu.
Sesampainya di Kampung Tulung, Tentara Kido Butai langsung membantai dengan kejam penduduk kampung tersebut. Dalam waktu sekejap, pasukan Jepang itu telah sampai di belakang Kantor Kelurahan.
Pada awalnya para pemuda kampung mengira mereka adalah kawan sendiri yang berasal dari Tentara Keamanan Rakyat (BKR). Sontak, para tentara itu membantai para pemuda yang waktu itu tidak dilengkapi senjata.
Hari Paling Mencekam di Magelang
©2021 Merdeka.com
Konflik di Kampung Tulung memicu pembantaian-pembantaian dan peristiwa saling serang di Magelang, seperti pembunuhan sekelompok tentara Jepang di Alun-Alun Magelang karena kemarahan rakyat yang sudah memuncak.
Sejak peristiwa huru-hara itu, suasana Kota Magelang sangat mencekam. Belum lagi waktu itu tentara BKR juga tengah menghadapi gabungan tentara Belanda dan sekutu yang juga melakukan penyerangan di Magelang.
Situasi panas ini berlangsung lama sampai Presiden Ir. Soekarno datang sendiri ke Kampung Tulung untuk menyelesaikan konflik. Meja perundingan pun dibuka antara Indonesia, sekutu, dengan Jepang.
Dari perundingan itu diketahui ketiga pihak memiliki kepentingan masing-masing. Kepentingan sekutu adalah untuk mengamankan Indonesia, kepentingan Indonesia adalah untuk memerdekakan rakyat serta mengusir penjajah dan segala potensi kolonialisme lainnya, dan kepentingan Jepang adalah kembali ke negara asal mereka dengan cara terhormat.
Akhir Konflik
©2020 Merdeka.com
Keterlibatan pemerintah pusat itu membuahkan hasil yang baik. Sekutu dan Jepang sepakat pergi dari Magelang dan melakukan gencatan senjata demi menjaga kondusifitas. Sementara itu pemerintah menurunkan dokter-dokter psikologis untuk menenangkan warga yang dilanda trauma.
Setelah perundingan ini, Jepang, Sekutu, dan Belanda melanjutkan konvoi ke utara. Dalam perjalanan ini, nantinya akan meletus Peristiwa Ambarawa dengan kronologi yang hampir sama dengan di Magelang. Namun pertempuran itu lebih dahsyat dan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu tragedi Nasional saat masa Revolusi Indonesia.