Kisah Perajin Wayang Kulit di Sukoharjo, Berusaha Menyesuaikan dengan Zaman
Pak Marwanto, merupakan seorang perajin wayang kulit asal Desa Sonorejo, Kabupaten Sukoharjo. Wayang kulit hasil karyanya tidak hanya digunakan dalang-dalang terkenal, namun juga diminati para kolektor dan pejabat. Namun usaha wayang kulit yang ia tekuni bersama perajin lainnya terancam hilang.
Pak Marwanto, merupakan seorang perajin dan pengusaha wayang kulit asal Desa Sonorejo, Kabupaten Sukoharjo. Pria yang juga merupakan murid dari dalang Ki Manteb Soedarsono itu merintis usaha tata sungging wayang kulit sejak tahun 1995.
Wayang kulit hasil karyanya tidak hanya digunakan dalang-dalang terkenal, namun juga diminati para kolektor, pejabat, dan kantor-kantor dinas. Namun minimnya minat generasi muda untuk menjadi perajin wayang dan semakin langkanya bahan baku membuat usaha wayang kulit yang ia tekuni bersama beberapa perajin lainnya asal Desa Sonorejo terancam hilang.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Lalu seperti apa kisah Pak Marwanto dan juga para perajin wayang kulit di Desa Sonorejo, Sukoharjo? Berikut selengkapnya:
Mendirikan Sanggar
©YouTube/Tanilink TV
Pada1995, Pak Marwanto mendirikan sanggar khusus sebagai tempat pembuatan wayang. Sanggar itu ia namakan sesuai namanya sendiri.
Sebelum mendirikan sanggar, Pak Marwanto masih berguru kepada Ki Manteb. Saat sebelum pandemi, karyawan sanggarnya telah berjumlah 15 orang. Namun saat pandemi datang, pesanan wayang terus menurun.
“Terpaksa saya suruh mengerjakan wayang di rumah. Sesudah itu digilir masuk,” kata Marwanto dikutip dari kanal YouTube Tanilink TV.
Gandeng Generasi Muda
©YouTube/Tanilink TV
Sebelum pandemi, Pak Marwanto sempat mengumpulkan anak-anak untuk diajari membuat wayang. Hanya saja pada akhirnya mereka tidak telaten belajar.
“Kalau belajar wayang, natahnya saja perlu belajar minim dua tahun. Terus perwarnaannya, butuh dua tahun juga. Dari satu tokoh ke tokoh lain punya karakter sendiri-sendiri,” kata Pak Marwanto.
Menyesuaikan Diri dengan Zaman
©YouTube/Tanilink TV
Bagi Pak Marwanto, sebuah kebudayaan khususnya wayang bisa saja dimodifikasi. Ia mencontohkan dulu dalang Ki Seno Nugroho membuat lakon wayang yang sekiranya bisa diterima anak muda. Sayangnya dalang tersebut tidak berumur panjang.
“Kalau saya pengrajin kan tinggal bikin. Mengikuti permintaan dalang. Dalangnya ingin dibuat seperti apa wayangnya, saya siap-siap saja. Contohnya Pak Seno mau buat wayang seperti apa saja ya kesampaian. Buat muka bagong juga kesampaian,” kata Pak Marwanto.