Mengenal Batik Tiga Negeri Khas Rembang, Angkat Semangat Akulturasi Ragam Budaya
Telah dikenal sejak akhir abad ke-19, Batik Tiga Negeri disebut merupakan hasil daya cipta dari para pembatik peranakan Cina di wilayah pesisir utara Jawa dan Solo. Bahkan batik ini diyakini pernah berjaya pada masa itu.
Kebudayaan Jawa, khususnya yang berada di daerah pesisir, tak bisa lepas dari pengaruh akulturasi budaya. Batik misalnya, beberapa motif yang dihasilkan juga merupakan bentuk akulturasi dengan budaya lain.
Salah satu bentuk akulturasi itu terwujud dalam batik Tiga Negeri. Telah dikenal sejak akhir abad ke-19, batik tiga negeri disebut merupakan hasil daya cipta dari para pembatik peranakan Cina di wilayah pesisir utara Jawa dan Solo. Bahkan batik ini diyakini pernah berjaya pada masa itu.
Berikut cerita selengkapnya:
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Pewarnaannya Dilakukan di Tiga Tempat Berbeda
©jatengprov.go.id
Nama “Tiga Negeri” pada batik itu salah satunya merujuk pada tempat pewarnaan batik itu yang dilakukan di kota yang berbeda. Pewarnaan pertama dilakukan di Lasem, Rembang untuk mendapatkan warna merah. Lalu batik itu dibawa ke Pekalongan untuk mendapatkan warna biru. Terakhir batik itu dibawa ke Solo untuk mendapatkan warna Cokelat Soga. Dilansir dari Kemdikbud.go.id, pengiriman batik dari Solo ke Lasem, lalu ke Pekalongan, lalu ke Solo lagi, membutuhkan waktu tiga bulan.
Di samping pewarnaan, masih banyak tahapan lainnya mulai dari penyiapan kain hingga pemalaman. Maka tak dapat dibayangkan lagi berapa banyak energi yang harus dihasilkan untuk memproduksi kain batik itu.
Mengejar Kesempurnaan
©jatengprov.go.id
Pewarnaan batik yang harus dilakukan di tiga kota bukannya tanpa alasan. Alasan mereka harus repot-repot melakukan itu semua salah satunya didasari pada keyakinan bahwa kandungan mineral pada air di satu daerah berbeda dengan daerah lainnya.
Selain itu, pada pembuat batik tiga negeri meyakini jika pencelupan batik tidak dilakukan di tempat yang seharusnya, maka hasilnya tidak akan sempurna. Misalnya jika warna merah tidak dilakukan di Lasem, maka tidak akan muncul warna merah khas Lasem. Dan begitu pula dengan tempat-tempat lainnya.
Apalagi bahan-bahan yang digunakan para pembatik saat itu merupakan pewarna alami. Warna merah khas Lasem dihasilkan dari mengkudu yang dicampur minyak jarak. Warna biru khas Pekalongan dihasilkan dari daun indigo. Serta warna cokelat soga khas Solo dihasilkan dari kayu pohon soga.
Akulturasi Tiga Budaya
©kemdikbud.go.id
Selain itu, nama “tiga negeri” juga merujuk pada tiga kebudayaan berbeda. Warna merah dari Lasem cerminan budaya Tionghoa. Warna biru dari Pekalongan cerminan budaya Belanda. Sedangkan warna cokelat soga dari Solo cerminan budaya Jawa.
Akulturasi tiga budaya juga tampak dari motifnya. Motif burung hong, naga, bunga teratai, bunga mawar, atau koin uang adalah representasi budaya Tionghoa. Motif bunga tulip cerminan budaya Belanda. Lalu motif parang atau kawung cerminan budaya Jawa.