Mengenal Drumblek Salatiga, Kesenian Rakyat Manfaatkan Alat Musik dari Barang Bekas Bikin Guyub Warga
Sebuah barang limbah apabila dimanfaatkan secara serius, ternyata bisa menghibur masyarakat.
Sebuah barang limbah apabila dimanfaatkan secara serius, ternyata bisa menghibur masyarakat.
Mengenal Drumblek Salatiga, Kesenian Rakyat Manfaatkan Alat Musik dari Barang Bekas Bikin Guyub Warga
Drumblek merupakan sebuah kesenian yang mengolaborasikan musik, koreografi, dan fesyen. Kesenian ini populer di tengah masyarakat Kota Salatiga. Hampir setiap kelompok warga di Salatiga memiliki grup Drumblek.
Tak heran, bisa disebut kesenian Drumblek sudah begitu membumi di tengah masyarakat Salatiga. Mereka menganggap bahwa kesenian itu sangat menghibur, ekspresif, dan dinamis.
-
Apa itu Drumblek? Drumblek adalah jenis kesenian perkusi tradisional dengan komposisi menyerupai drumband. Bedanya, drumblek pakai barang-barang bekas untuk jadi alat musik.
-
Bagaimana Drumblek berkembang? Dulu, pemain drumblek mengenakan alas kakibakiak atau teklek kayu dan pakaian sarung. Saat ini, seniman drumblek mengenakan kostum karnaval.
-
Siapa yang memimpin Drumblek dulu? Prajurit ini dipimpin para ulama sebagai pasukan telik sandi Pangeran Diponegoro yang tersebar di Salatiga, seperti mengutip laman DGIP Kemenkumham RI.
-
Di mana Drumblek berasal? Kesenian kolektif warga ini digunakan sebagai kamuflase konsolidasi prajuritera perang Diponegoro 1825-1830.
-
Di mana drum kapur neolitik ditemukan? Di 1889, tiga silinder kapur berukir ditemukan di kuburan seorang anak di Folkton, Yorkshire Utara.
-
Siapa yang menemukan drum kapur neolitik? Di 1889, tiga silinder kapur berukir ditemukan di kuburan seorang anak di Folkton, Yorkshire Utara.
Salah satu komposer Drumblek adalah Suwarno. Dia warga Pancuran, Kota Salatiga. Ia bercerita, pada tahun 1980-an, salah seorang warga di Kampung Pancuran punya ide untuk membuat satu grup music bernama Drumblek.
Salah satu inisiator itu adalah Didik Subiantoro. Ia bercerita pada tahun 1988, Pemkot Salatiga mengadakan acara karnaval dalam rangka 17-Agustusan. Saat itu ada acara lomba diikuti seluruh kampung yang ingin berpartisipasi.
Desa Pancuran ikut memeriahkan karnaval itu. Namun anggaran untuk ikut karnaval tersebut dinilai masih sedikit. Akhirnya Didik memanfaatkan barang-barang bekas untuk membuat alat musik.
“Saat tampil, grup musik kami didominasi suara kaleng atau orang Jawa bilang disebut blek, tong, atau drum,” kata Didik.
Agar suaranya jadi bagus, tong yang akan digunakan untuk permainan drumblek dipotong bagian bawahnya, lalu dibakar dari bawah atau dikasih air panas di bagian atasnya.
Setelah itu drum terus dipukul-pukul. Semakin sering dipukul maka suara yang keluar akan lebih bagus.
Tak cukup sampai di situ, blek yang akan digunakan dimodifikasi dengan alat-alat seperti mur, baut, dan gergaji.
Pada awalnya, drumblek hanya dimiliki warga Kampung Pancuran. Untuk satu grup drumblek, personelnya mencapai 200 orang.
Melihat penampilan drumblek Pancuran, kampung tetangga pun ikut tertarik membuat kesenian serupa. Hal inilah yang dibenarkan Panji Satriyanto, warga Kampung Kaliyoso, Kota Salatiga.
- Mengenal Keteng-keteng Alat Musik Unik Khas Karo, Bisa Tirukan Kendang, Gong Bahkan Drum
- Mengenal Alat Musik Dhol, Warisan Budaya dari Bumi Rafflesia yang Mendunia
- Mengenal Kromong, Alat Musik Khas Desa Mandiangin Jambi yang Mirip Gamelan
- Mengenal Serdam, Instrumen Musik Tiup Asli Lampung yang Terbuat dari Bambu Khusus
Maka tak heran, setiap kampung sering kali menggelar lomba Drumblek bagi warga kampung sekitar. Untuk bisa ikut, warga yang didominasi pemuda kampung, harus bersiap menyiapkan kostum, lagu, koreo, dan latihan pada waktu-waktu yang ditentukan.
Walaupun berlatih serius, pada dasarnya mereka ikut lomba tidak untuk mengincar juara.
“Di sini itu kita main drumblek untuk senang-senang. Ini bisa jadi wadah pemuda pemudi di kampung sini agar tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif,” kata Panji dikutip dari kanal YouTube Kancabudaya.
Tekait keberadaan Drumblek, salah seorang staff Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Salatiga, Panji Hanief Gumilang, mengatakan bahwa Drumblek Sudha menjadi semacam spontanitas masyarakat Salatiga.
Kesenian itu sudah menjadi bagian dari sebuah tradisi sehari-hari. Kesenian itu selalu hadir dalam setiap karnaval, parade, pesta hari jadi, dan penyambutan-penyambutan.
Bagi Didik, drumblek merupakan kesenian yang sarat makna. Salah satunya adalah, sebuah barang limbah apabila dimanfaatkan secara serius, ternyata bisa menghibur masyarakat.
“Dengan adanya drumblek, kita membentuk semacam soidaritas. Karena acara drumblek bisa menjadi ajang silaturahmi antara satu RT dengan RT yang lain. Yang tadinya nggak rukun, bisa kumpul lagi, ketemunya di Drumblek,” kata Suwarno dikutip dari kanal YouTube Kancabudaya.