Mengenal Kesenian Ogleg, Tarian Khas Kulon Progo yang Punya Gerakan Unik dan Lahir di Masa Sulit
Kini kesenian Ogleg mengalami ancaman kesulitan regenerasi karena rata-rata pemainnya sudah berusia 45-50 tahun.
Kini kesenian Ogleg mengalami ancaman kesulitan regenerasi karena rata-rata pemainnya sudah berusia 45-50 tahun.
Mengenal Kesenian Ogleg, Tarian Khas Kulon Progo yang Punya Gerakan Unik dan Lahir di Masa Sulit
Pada akhir 1950-an, kondisi sosial ekonomi warga Kulon Progo benar-benar sulit. Nasi saat itu menjadi barang mewah dan mahal. Sehari-hari warga makan berbagai jenis palawija dan umbi-umbian agar tidak kelaparan.
Pada masa itulah kesenian Ogleg lahir. Tokoh penciptanya adalah Rubikin Noto Sunaryo, pria asal Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo.
-
Kapan Chetryn Peto lahir? Chetryn Anaskolastika Tenkudi Peto, yang akrab dipanggil Etyn atau Molas, lahir di Manggarai, Flores, NTT, pada tanggal 26 Juli 2003.
-
Kapan Kesepian Kronis muncul? Peristiwa besar dalam hidup, seperti kehilangan orang yang dicintai, perceraian, atau pensiun, dapat menyebabkan kesepian.
-
Kapan Sego Penek muncul? Makanan lezat ini sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda.
-
Kapan Kelenteng See Hien Kiong didirikan? Kelenteng See Hien Kiong ini berdiri pada 1861 dan awalnya diberi nama Kwan Im Teng sebagai penghormatan kepada Dewi Kwan Im.
-
Kapan Kota Thonis-Heracleion tenggelam? Pada abad ke-8 SM, reruntuhan kota itu tenggelam ke laut dan akhirnya tinggal kenangan.
-
Kapan Klenteng Hong San Kiong dibangun? Dibangun tepat pada tahun 1700, setiap hari raya imlek Klenteng Hong San Kiong selalu dipenuhi oleh pengunjung yang ingin melihat pertunjukan yang barongsai dan wayang potehi yang diselenggarakan oleh pengelola klenteng.
Mengutip Kemdikbud.go.id, sejak kecil Rubikin telah diajari orang tuanya tembang-tembang selawatan sekaligus belajar memainkan alat musik terbangan sebagai pengiring selawat.
Setelah lulus dari sekolah rakyat, ia belajar kesenian wayang orang, pencak silat, dan kethoprak. Kelak bekal selawatan dan seni tari yang ia pelajari menjadi modal berharga baginya dalam menciptakan kesenian Ogleg.
Pada bulan Maulud tahun 1957, ia menonton kesenian jathilan saat acara Grebeg Mulud di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta.
Sepulang dari pertunjukan itu, ia merenung dan berniat mencoba menciptakan suatu jenis kesenian dengan gerak tari yang berbeda dari kesenian yang sudah ada.
Bulan berikutnya ia mencoba gerak tari baru dengan iringan musik terbangan.
Setelah merasa pas, ia mengajak kawan-kawannya yang masih satu keluarga besar untuk belajar kesenian baru ciptaannya. Kawan-kawannya setuju dan menyambut hasil karya baru itu dengan penuh semangat.
Empat orang temannya, Tukinin, Sugiyanto, Wiro Mularno, dan Giman, diplot sebagai penari.
Lalu ada Hadi Supono, Ngadirin, Ponikin, dan Sakijo yang diplot untuk memainkan alat musik sederhana seperti kenting, thinthung, kempul gede, kempul cilik, gong kayu, dan dua buah bende.
Rubikin bertindak sebagai pawang sekaligus pelantun tembang selawatan.
Setelah berlatih ala kadarnya, mereka mengadakan pentas perdana di rumah Bapak Tahir, Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo. Warga yang penasaran berdatangan untuk melihat pertunjukan itu.
Setelah memainkan beberapa babak, grup penari itu kelelahan sehingga pentas dihentikan.
Para penonton yang belum puas meminta Rubikin untuk mementaskan pertunjukan itu lagi keesokan harinya. Esok harinya pentas kembali dilanjutkan dan warga yang datang semakin banyak.
- Cermin Perunggu Ditemukan dalam Makam Berusia 2.300 Tahun, Diyakini Milik PSK Yunani
- Lewat RUU ASN, Menteri Anas Bikin Aturan Seleksi PNS di Kementerian/Lembaga Bisa Kapan Saja
- Kakek 100 Tahun Ungkap Isi Pidato Bung Karno di Trenggalek, Minta Warga Jaga Kelestarian Hutan
- Ada Pesan Menyeramkan di Batu Nisan Berusia 1800 Tahun, Diduga Ditulis dengan Darah, Begini Bunyinya
Karena antusiasme warga yang begitu besar, Rubikin mengajak anggota kelompok tarinya untuk berkeliling dari desa ke desa untuk mengadakan pertunjukan itu. Dari sanalah kemudian muncul istilah “Ogleg”.
Istilah itu pertama kali tidak diciptakan oleh Rubikin selaku pencipta gerak tarian, melainkan oleh para penonton karena merasa tertarik dengan kepala penari yang gerakannya patah-patah atau dalam bahasa Jawa disebut “ogleg-ogleg”. “Ayo nonton ogleg”, begitulah saat seorang warga mengajak warga lainnya untuk melihat pertunjukan Rubikin dan kawan-kawan.
Saat ini di Tuksono terdapat tiga kelompok Ogleg yang masih ada, yaitu Kridho Turonggo, Ogleg Langen Budoyo, dan Ogleg Kridho Wirowo.
Pada 2014, Ogleg ditetapkan sebagai kesenian unggulan masyarakat Sentolo, Kulon Progo karena keunikannya. Kini kesenian itu mengalami ancaman kesulitan regenerasi karena rata-rata pemainnya sudah berusia 45-50 tahun.