Menguak Sejarah Kue Serabi di Kota Solo, Sudah Dikenal Sejak Era Kerajaan Mataram
Kemunculannya tidak bisa lepas dari Kue Apem yang dibawa dari India
Kemunculannya tidak bisa lepas dari Kue Apem yang dibawa dari India
Menguak Sejarah Kue Srabi di Kota Solo, Sudah Dikenal Sejak Era Kerajaan Mataram
Serabi merupakan makanan kue khas Kota Solo. Asal-usulnya sendiri masih diperdebatkan. Pakar kuliner Bondan Winarno menyebut serabi sebagai modifikasi dari kue apem yang berasal dari India.
Kue apem kemudian berkembang menjadi serabi yang lebih lembut karena menggunakan santan lebih banyak.
-
Apa ciri khas dari Kubur Kalang? Kuburan Suku Kalang di Bojonegoro memiliki kompleks kuburan dengan liang lahat berupa lempengan-lempengan batu pipih. Pada zamannya, kuburan suku Kalang termasuk memiliki nilai seni tinggi. Kini, peti batu ini dikenal dengan sebutan Kubur Kalang.
-
Apa yang menjadi salah satu ciri khas kue kacang? Kenikmatan kue kacang tidak hanya terletak pada rasa manisnya yang lezat, tetapi juga pada kehangatan dan kebersamaan yang tercipta ketika menyantapnya bersama keluarga dan teman-teman di hari yang spesial ini.
-
Apa ciri khas Kucing Merah? Kucing Merah memiliki karakteristik bulu berwarna oranye kemerahan dengan corak huruf M di dahinya. Bentuk tubuhnya juga lebih berotot dibanding sesamanya.
-
Apa yang dimaksud dengan kue sengkulun? Kue sengkulun merupakan kue basah mirip dengan kue keranjang yang memiliki cita rasa manis, dengan tekstur yang lunak, kenyal, dan lembut. Bedanya, kue ini memiliki tekstur permukaan yang cenderung kasar dari bahan kelapa parut yang dicampurkan di dalamnya.
-
Apa bentuk khas Kue Petulo Kembang? Kue petulo kembang ini terbilang unik karena bentuknya seperti mi gulung yang memiliki beragam warna.
-
Kapan Pallu Butung sering diburu? Makanan tersebut banyak dicari ketika Bulan Ramadan karena cocok sebagai menu berbuka puasa.
Pada tahun 1923, pasangan Tionghoa Hoo Gek Hon dan Tan Giok Lan membuka usaha kuliner kue apem di Jalan Veteran Solo. Mereka kemudian pindah ke Jalan Yos Sudarso, lalu menetap di Jalan Mohammad Yamin, Solo.
Pasangan itu kemudian berjualan serabi. Itu terjadi secara tidak sengaja. Suatu hari ada pelanggan yang minta dibuatkan apem berbentuk pipih yang kemudian dikenal sebagai serabi.
Seiring waktu dan tambahnya peminat, mereka menciptakan srabi sebagai pengembangan dari kue apem. Di luar dugaan, serabi justru lebih digemari dari pada apem.
Dilansir dari website Indonesiakaya.com, serabi sendiri sudah dikenal sejak Kerajaan Mataram.
Makanan itu beberapa kali disebut dalam Serat Centhini yang ditulis para pujangga Keraton Surakarta selama tahun 1814-1823 atas perintah Pakubuwono V.
Waktu itu, makanan tersebut dibuat sebagai sesaji dalam proses ijab atau pernikahan, ruwahan, dan terutama kudapan.
Di kemudian hari, kue srabi menjadi identitas kuliner Kota Surakarta. Beberapa tempat yang menjadi pusat jajanan srabi adalah di daerah Pasar Pon, pasar tradisional, serta Kampung Notokusuman.
“Sampai sekarang nama Srabi Notokusuman masih menjadi oleh-oleh khas Surakarta. Dinamakan demikian karena pembuat srabi yang enak berada di Kampung Notokusuman,” tulis Wahjudi Pantja Sujanta dalam buku “Kuliner Jawa dalam Serat Centini”.
Serabi Notokusuman kemudian identik dengan jajanan pasar buatan pasangan Hoo Gek Hok dan Tan Giok Lan. Salah satu cirinya adalah mereka menumbuk sendiri beras yang menjadi bahan bakunya. Beras yang digunakan merupakan yang kualitasnya terbaik, yaitu beras cendani dari Cianjur.
- Mengenal Sosok Datuk Itam, Pria Keturunan India Ini Torehkan Sejarah di Tapanuli Tengah
- 7 Desember Hari Bendera Angkatan Bersenjata di India, Ketahui Sejarahnya
- WN India Terlibat Penipuan Jual Beli Daging Kerbau, Kerugian Capai Rp15 Miliar
- Sejarah Kebun Teh Kemuning, Sisa Kejayaan Mangkunegaran di Lereng Gunung Lawu
Usaha Serabi Notokusuman kemudian diwariskan secara turun-temurun. Kini bisnis kuliner tersebut diteruskan oleh kakak-beradik Handayani dan Lidia. Handayani menempati lokasi di outlet sejak era kakeknya di Jalan Mohammad Yamin, sedangkan Lidia membuka outlet lain tak jauh dari sana.
Kedua outlet ini memiliki cara berbeda dalam memasak. Outlet milik Handayani memakai tutup wajan dari tanah liat, sementara outlet milik Lidia memakai tutup dari alumunium. Kedua outlet ini ditata terbuka sehingga pelanggan bisa melihat langsung proses produksi hingga penyajian makanan.
Biasanya untuk memenuhi selera pembeli, banyak pembuat srabi menjual kue tersebut dalam berbagai rasa dan aroma yaitu Nangka, stroberi, pandan, keju, dan lain-lain. Namun dari dulu hingga sekarang Srabi Notokusuman tetap konsisten membuat dan menjual kue srabi dalam dua rasa yaitu srabi polos dan srabi bertabur cokelat.