Pertama di Indonesia, Ini 4 Fakta Stasiun Samarang yang Kini Telah Hilang
Stasiun Samarang adalah stasiun kereta api pertama di Indonesia. Namun sayangnya, keberadaan stasiun ini hilang ditelan arus zaman.
Perkeretaapian di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Jalur kereta api pertama di negeri ini dibuka pada tahun 1867 oleh perusahaan Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dengan rute Samarang-Tanggung. Jalur kereta api itu memiliki jarak 26 km.
Seiring waktu, jaringan rel kereta api berkembang pesat dan sudah menghubungkan berbagai wilayah di seluruh Pulau Jawa dan beberapa wilayah di Sumatera.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Karena sejarahnya yang panjang, ada satu bangunan penting yang menjadi tonggak sejarah jalur kereta api, yakni Stasiun Samarang yang menjadi stasiun kereta api pertama di Indonesia.
Namun sayangnya, keberadaan stasiun ini hilang ditelan arus zaman. Berikut selengkapnya:
Sejarah Stasiun Samarang
©Wikipedia.org
Stasiun Samarang NIS atau disebut juga Stasiun Kemidjen NIS dibangun pada 17 Juni 1864 dan dibuka untuk umum pada 10 Agustus 1867. Selama beroperasi, stasiun ini lebih banyak melayani angkutan barang daripada penumpang dan terhubung dengan berbagai pelabuhan di Kota Semarang.
Mulai 1914, sebagian besar bangunan stasiun sudah dibongkar untuk membangun jalur rel baru dari Samarang ke Semarang Tawang. Bersamaan dengan itulah, pengoperasian Stasiun Samarang NIS tergantikan oleh Stasiun Semarang Tawang.
Pada waktu itu, operasional stasiun dipindah ke Semarang Tawang karena Stasiun Samarang sering terendam akibat banjir rob.
Dijadikan Tempat Gudang
©Wikipedia.org
Setelah tidak beroperasi lagi, Stasiun Samarang NIS kemudian mulai dialih fungsikan menjadi tempat gudang. Lambat laun, bangunan stasiun itu tidak terpakai lagi.
Oleh karena itulah di kemudian hari bangunan-bangunan bekas stasiun itu digunakan sebagai tempat tinggal para pegawai kereta api.
Ramlan, salah seorang mantan pegawai kereta api yang menempati bekas bangunan itu mengatakan, tempat tinggal yang ia tempati dulunya merupakan tempat penjualan karcis.
Seiring waktu di sekitar bangunan itu tumbuh pemukiman warga. Bahkan rel yang dulu digunakan kini telah menjadi jalan gang oleh warga.
Nyaris Punah
©Wikipedia.org
Seiring waktu, sisa-sisa stasiun Samarang NIS praktis punah. Di sana, hanya ada sebagian kecil bangunan yang masih terlihat berdiri kokoh.
Sisanya, bangunan tua itu dihancurkan warga dan dibangun rumah yang baru. Menurut Ramlan, 95 persen bangunan stasiun sudah tidak ada lagi.
“Yang tersisa hanya di rumah saya dan beberapa rumah lainnya. Bahkan, warga sudah ramai-ramai ingin mensertivikasi tanah ini untuk menjadi pemukiman,” terang Ramlan.
Hanya Tersisa Tembok dan Kayu Jati
©2020 Merdeka.com
Ramlan kemudian memperlihatkan sisa-sisa bangunan Stasiun NIS yang masih kokoh di rumahnya. Dia mengatakan yang tersisa dari bangunan itu hanyalah tembok di bagian dapur dan kayu jati yang dijadikan penyangga genteng.
Meskipun kerap kali terendam banjir rob, Ramlan tidak ingin pindah dari bangunan itu. Menurutnya, bangunan itu telah menjadi kenangan dalam hidupnya.
“Sekarang bangunannya terlihat kecil karena sudah kalah tinggi dengan bangunan baru yang tumbuh di sekeliling bekas stasiun. Tapi untuk hidup saya senang di sini, karena banyak sejarah di rumah ini,” kata Ramlan dikutip dari hasil liputan Merdeka.com pada 2015 lalu.