Sejarah Kampung Afrika di Purworejo, Dulunya Jadi Pemukiman "Londo Ireng"
Pada masa kolonialisme, Pemerintah Hindia Belanda merekrut orang-orang Afrika untuk ikut membantu pemberontakan di negeri jajahan. Di Jawa, mereka dikenal dengan sebutan Londo Ireng. Sebuah pemukiman di Purworejo dulunya dibangun khusus untuk tempat tinggal para serdadu dari Afrika tersebut.
Pada masa kolonialisme, Pemerintah Belanda tak hanya merekrut orang-orang dari negerinya untuk menjadi tentara yang mengawal keamanan di negeri jajahan. Dalam tugas ini, mereka juga merekrut orang-orang dari luar negeri mereka, salah satunya dari Afrika. Mengingat warna kulitnya yang hitam, saat bertugas mengawal keamanan di Jawa mereka mendapat julukan “londo ireng”.
Sebagai kelompok prajurit, bekas pemukiman londo ireng tersebar di berbagai kota. Di Purworejo, Jawa Tengah, ada sebuah daerah yang bernama Kampung Afrikan.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Dulunya, Kampung Afrikan merupakan sebuah kompleks perumahan peninggalan era pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang diperuntukkan bagi tentara bayaran yang didatangkan dari Benua Afrika.
Namun saat ini sudah tidak ada lagi keturunan Afrika yang tinggal di kampung tersebut. Lantas bagaimana sejarah kampung tersebut? Berikut selengkapnya:
Sejarah Kampung Afrikan
©Wikipedia.org
Dalam sebuah manuskrip yang ditemukan pada tahun 1986 milik seorang pensiunan tentara Belanda (KNIL) bernama Doris Land, diceritakan tentang sebuah kampung yang dihuni orang-orang Afrika di Purworejo.
Pada awalnya, para serdadu Afrika itu tinggal satu kampung dengan orang Jawa. Namun karena jumlah mereka semakin banyak, maka residen Bagelen memutuskan untuk memberikan wilayah khusus untuk para tentara itu.
Dilansir dari Ui.ac.id, pemusatan itu dilakukan untuk menghindari “salah paham” di antara orang Jawa dan Afrika mengingat orang Afrika memiliki sifat dan bahasa yang jauh berbeda dengan orang Jawa. Selain itu dengan memisahkan dengan orang Jawa, Pemerintah Hindia Belanda akan mudah memanggil mereka jika diperlukan untuk kembali berdinas.
Tujuan Dibangunnya Kampung Afrika
©Wikipedia.org
Pada abad ke-19, Pemerintah Hindia Belanda membeli sebuah tanah di Desa Pangenjuru Tengah khusus untuk serdadu dari Afrika. Masing-masing serdadu mendapat jatah tanah seluas 1150 meter persegi. Di atas tanah yang telah disediakan, mereka boleh membangun rumah atau bercocok tanam.
Dalam sebuah skripsi berjudul “Orang-Orang Afrika di Purworejo: Suatu Analisa Historis Sosiologis Latar Belakang dan Peranan Mereka”, pilihan Purworejo sebagai basis tempat tinggal orang-orang Afrika itu dikarenakan tempat itu merupakan pusat pemberontakan Perang Jawa (1825-1830). Oleh karena itu sebuah tempat tinggal bagi para tentara Afrika dibangun di sana agar pemberontakan serupa tidak terjadi lagi.
Apalagi bersamaan dengan itu, di Purworejo dibangun sebuah tangsi besar. Di sana ditempatkan tiga kelompok pasukan Afrika yang ironisnya pada tahun 1840 membuat panik Pemerintah Hindia Belanda karena pemberontakan bersenjata yang mereka lakukan.
Dijuluki "Londo Ireng"
©Wikipedia.org
Dilansir dari Ui.ac.id, Jenderal Oerip Soemohardjo punya kesan tersendiri terhadap anak-anak yang tinggal di Kampung Afrika pada tahun 1910. Ia mengatakan, anak-anak Afrika itu fasih berbahasa Belanda dengan baik tanpa aksen.
Oleh karena itu mereka menghina Oerip yang dianggap berbahasa antah berantah. Pada suatu malam Oerip dan teman-temannya menyerbu kampung itu dan mengejek anak-anak Afrika itu,“Londo ireng tuntel, irunge mentol, suarane bindeng!” (Belanda hitam, hidungnya besar, suaranya bindeng).
Karena kasus saling ejek ini ayah Oerip sampai dipanggil Kepala Desa dan di sana sudah hadir beberapa orang Afrika yang merasa dihina. Ayah Oerip berjanji akan memberi pelajaran pada anaknya dengan syarat anak-anak Afrika itu tak menghina Oerip lagi.
Kondisi Kampung Afrikan Kini
©YouTube/Ndaru Ndaru
Secara administratif, Kampung Afrikan berada di wilayah Kelurahan Pangen Juru Tengah, Kecamatan Purworejo. Setelah seratusan tahun berlalu, kini bekas Kampung Afrikan telah berubah menjadi perkampungan yang dipadati rumah-rumah penduduk.
Beberapa bangunan asli peninggalan Londo Ireng telah berganti kepemilikan. Bersamaan dengan itu, jejak-jejak keberadaan merekapun hilang.
Meskipun tak ada sisa-sisa dari keturunan Londo Ireng, rumah-rumah peninggalan mereka masih terjaga dengan baik. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, Presiden Soekarno memang tidak mengizinkan ada warga Belanda yang menempati Indonesia, termasuk para Londo Ireng dan keturunannya.