Lima Tahun Sekali Kalender Suku Tengger Terdiri dari 13 Bulan, Ini Fakta di Baliknya
Tradisi Unan-unan dirayakan oleh semua orang Tengger baik yang beragama Hindu, Islam, hingga Kristen.
Masyarakat merayakannya dengan meriah
Lima Tahun Sekali Kalender Suku Tengger Terdiri dari 13 Bulan, Ini Fakta di Baliknya
Berbeda dengan kalender pada umumnya yang terdiri dari 12 bulan, pada kalender Suku Tengger, terdapat 13 bulan (bulan pahing) setiap lima tahun sekali. Tahun yang terdiri dari 13 bulan ini disebut sebagai tahun Landung.
Kalender Khusus
Masyarakat Tengger
miliki sistem penanggalan sendiri, namanya Mecak. Sistem penanggalan ini
digunakan untuk menentukan kapan jatuhnya bulan purnama dan bulan tilem atau bulan mati.
Penanggalan Tengger berkaitan dengan pelaksanaan tradisi masyarakat setempat. Seluruh tradisi Tengger mengikuti penanggalan
yang mereka buat sendiri. Perhitungan kalender Tengger berdasarkan beberapa
aspek seperti Pancawara, Sabtawara, Wuku, Candra, Surya.
Hari yang dipakai dalam
penanggalan Tengger berbeda dengan kalender pada umumnya. Hari yang digunakan adalah hari Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Selasa. Sedangkan pasaran yang digunakan yakni Pahing, Pon, Legi, Kliwon dan terakhir Wagi.
Unan-unan
Setiap memasuki tahun Landung, masyarakat suku Tengger menggelar upacara adat Unan-unan. Tradisi warisan nenek moyang ini bertujuan untuk memperpanjang bulan Landung sekaligus sebagai tradisi bersih desa.
Empat bulan sebelum pelaksanaan tradisi Unan-unan, semua
masyarakat Tengger sudah melakukan persiapan dengan cara mengumpulkan uang yang nantinya digunakan untuk membeli seekor kerbau sebagai syarat utama sesaji yang akan digunakan.
Pelaksanaan ritual Unan-unan dimulai dengan prosesi penyembelihan hewan ternak berupa kerbau. Penyembelihan kerbau dilakukan sehari sebelum pelaksanaan kegiatan inti.
Setelah disembelih, bagian kepala, kulit, dan kaki kerbau disimpan secara utuh untuk kemudian diarak pada saat pelaksanaan puncak Upacara Unan-unan.
Sementara bagian tubuh kerbau yang telah disembelih diolah menjadi sesaji berbentuk sate. Sesaji sate ini juga akan diarak pada hari puncak pelaksanaan Upacara Unan-unan.
Mengutip situs resmi Kemenparekraf RI, upacara tradisi Unan-unan bertujuan untuk membersihkan desa agar selamat dari malapetaka.
Simbol Toleransi
Tradisi Unan-unan dirayakan oleh semua orang Tengger baik yang beragama Hindu, Islam, hingga Kristen. Seluruh masyarakat Tengger ikut melaksanakan Unan-unan serta bersama-sama menjaga agar tradisi ini tetap ada. Secara tidak langsung tradisi Unan-unan menjadi media toleransi lintas agama suku Tengger.