Mengenal Sandur Bojonegoro Tuban, Hiburan Petani usai Seharian Kerja Pentasnya hingga Dini Hari
Sandur dulunya hiburan petani usai lelah seharian bekerja. Kesenian ini terdiri dari banyak cerita yang tidak bakal habis dipentaskan hingga pagi.
Pertunjukan Sandur kerap digelar di tanah lapang sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang didapat.
Mengenal Sandur Bojonegoro Tuban, Hiburan Petani usai Seharian Bekerja Dipentaskan hingga Dini Hari
Sandur yang dikenal di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban dulunya hiburan petani usai seharian bekerja di sawah. Kemudian berkembang menjadi produk kesenian yang biasa dipentaskan untuk upacara ritual.
Asal-usul
Pertunjukan Sandur kerap digelar di tanah lapang sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang didapat. Para seniman meyakini Sandur sudah ada sejak zaman kerajaan dan terkait dengan animisme.
-
Siapa Brigadir Jenderal Sahirdjan? Bapak Itu Brigadir Jenderal Sahirdjan, Guru Besar Akademi Militer!
-
Kenapa Sandiaga bilang bahwa Ganjar mirip Jokowi? “Saya justru melihatnya dari sisi positif dan karena Pak Ganjar ini kan adalah sosok pemimpin yang paling mirip sama Pak Jokowi dari segi pendekatan yang sangat dekat dengan rakyat, blusukan, sat set, cepat geraknya. Saya menyebutnya (Ganjar sebagai) Jokowi 3.0. Pak Ganjar ini adalah versi Pak Jokowi 2024,” tuturnya.
-
Di mana letak Kubur Kalang di Bojonegoro? Kubur Kalang ditemukan di Desa Kawengan, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro.
-
Di mana Senandung Jolo berasal? Senandung Jolo awalnya sebuah kesenian sastra dalam bentuk pantun yang dinyanyikan. Kesenian ini cukup berkembang di Dusun Tanjung, Kabupaten Muaro Jambi.
-
Bagaimana asal mula patung Gajah Bolong di Bojonegoro? Mengutip Instagram @bojonegorohistory, nama Gajah Bolong berkaitan dengan patung gajah yang ada di rumah almarhum bapak H.M. Soedjono (Mbah Jono). (Foto: Pemkab Bojonegoro) Rumah yang dibangun sekitar tahun 1930 itu dinding bagian dalamnya dilapisi porselen dari China. Di halamannya yang luas, dibangun patung gajah.
-
Di mana NU Bojonegoro didirikan? Nahdlatul Ulama (NU) Bojonegoro lahir di Padangan pada tahun 1938 Masehi. Pemrakarsanya Kiai Hasyim Padangan.
Beragam Arti
Kata Sandur berasal dari kata san yang berarti selesai panen (isan) dan dhur yang artinya ngedhur (sampai habis).
Ada juga yang mengatakan bahwa Sandur berasal dari Bahasa Belanda, yakni dari kata son (anak-anak) dan door (meneruskan).
Versi lain lagi menyebutkan bahwa Sandur adalah akronim sandiwara ngedhur karena kesenian itu terdiri dari berbagai macam cerita yang tak habis sampai pagi tiba. Ada pula yang menyebut Sandur berasal dari kata beksan dan mundur.
Sandur adalah seni pertunjukan rakyat sederhana. Di dalamnya ada unsur cerita (drama), tari, karawitan, akrobatik (kalongking), juga terdapat unsur-unsur mistis. Konon setiap pementasan Sandur menghadirkan danyang (roh halus).
(Foto: Faizal Insani)
Pementasan Sandur dilakukan di tanah lapang, dibatasi pagar tali berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 8 x 8 meter yang disebut Blabar Janur Kuning, diberi hiasan lengkungan janur kuning dan digantungi aneka jajan pasar, ketupat dan lontong ketan atau lepet. Dua batang bambu ditancapkan dengan ketinggian sekitar 10-12 meter. Di antara bambu tersebut dipasang tali besar yang menghubungkan keduanya untuk adegan Kalongking. Tata cahaya menggunakan obor mrutu sewu, yaitu sejenis obor dengan lubang untuk menyalakan api berjumlah lebih dari tiga buah.
Obor yang terbuat dari bambu dipasang di sekeliling arena pertunjukan. Selanjutnya dibacakan mantera dan sesaji dengan tujuan acara dapat berjalan lancar dan sukses. Sesaji yang dipersiapkan antara lain, beras, dupa, cikalan yang bagian tengahnya diberi gula merah, kembang setaman dan kembang boreh.
Waktu Pentas
Pertunjukan Sandur tidak memiliki batas waktu tertentu. Biasanya dipentaskan antara 3-5 jam dan dimulai pada malam hari mulai pukul 21.00 WIB. Selesainya menjelang subuh atau sekitar pukul 03.00 WIB.
Libatkan Banyak Orang
Pementasan Sandur dilakukan oleh sekitar 20-25 orang, yang terbagi dalam peran masing-masing. Dua orang pemain musik atau Panjak Kendang dan Panjak Gong, 10 sampai 15 orang sebagai Panjak Hore, satu orang pemain Jaranan, satu orang Srati (pawang/dukun), lima orang pemeran tokoh (Germo, Cawik, Pethak, Balong, Tangsil) dan satu orang pemain Kalongking. Tokoh Balong, Pethak, Cawik dan Tangsil diperankan oleh empat anak laki-laki yang belum sunat. I
Instrumen musik yang digunakan adalah Gong Bumbung dan sebuah Kendang Batangan/Ciblon yang dibantu Panjak Hore yang berperan sebagai pelantun tembang serta tukang senggak. Tembang yang digunakan dalam Sandur sangat fungsional, selain sebagai pengiring keluar-masuknya pemain juga sebagai mantera pemanggil roh halus.
- Gagal Jadi Tentara, Pria Asal Depok Ini Beralih Jadi Petani Belimbing dan Raup Omzet Rp450 Juta Per Bulan
- Curhatan Petani Palembang dan Lampung ke Ganjar: Harga Karet Hancur dan Pupuk Mahal
- Cara Unik Petani Pangandaran Usir Hama di Sawah, Gunakan Topeng Hewan Buas
- Pantun Sandiaga Singgung Nasib di Pilpres Belum Jelas: Tetap Kerja Ikhlas dan Semangat
Sandur terdiri dari delapan adegan dalam tiga babak. Setiap pergantian babak ditandai dengan tembang yang dilantunkan oleh Panjak Hore. Fungsi lain tembang yakni menjadi narasi perjalanan tokoh peran.
Sandur hanya mempunyai satu cerita yakni tentang pertanian. Cerita ini didasarkan pada cerita turun-temurun dan mitos yang berkembang di daerah tersebut.
Pertunjukan Sandur biasanya dilakukan dengan berjalan memutar searah jarum jam. Bahasa yang digunakan yakni bahasa Jawa Ngoko, namun ada kalanya menggunakan Bahasa Jawa Krama. Di sela-sela pementasan ada parikan atau pepatah yang disampaikan seperti cangkriman dan dandang gulo. Pepatah ini berusaha menasehati manusia sebagai makluk sosial tidak boleh semena-mena, harus berhati-hati, tidak boleh sombong dan harus hidup bergantian dengan yang lain.
Ceritra dalam Sandur
Kesenian ini berisi tentang kehidupan masyarakat pertanian tradisional yang di dalamnya terdapat berbagai macam kejadian. Ada tahapan yang menceritakan kehidupan manusia dari dalam kandungan hingga meninggal dunia. Selama hidup di dunia mereka mengerjakan lahan pertanian mulai dari membersihkan sawah, menanam padi, hingga panen. Kesenian ini juga banyak menceritakan sifat manusia.
Salah satu sifat manusia yakni bersyukur. Pengungkapan rasa syukur diejawantahkan dalam pentas Sandur. keberadaan sajen dalam pentas tersebut sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih kepada leluhur. Selain itu, sajen juga jadi bentuk doa masyarakat memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar selalu diberi kesehatan dan dimudahkan rezekinya.
Perkembangan
Adegan puncak yang paling ditunggu adalah Kalongking. Seorang pemain memanjat bambu dan bermain akrobat di sebuah tali yang dibentangkan di antara dua bambu. Ia kemudian turun melalaui bambu satunya dengan posisi kepala di bawah.
Dalam perkembangan terakhir, ketika Sandur menjadi seni pertunjukan, adegan ini dihilangkan. Cerita juga sudah berkembang mengangkat persoalan kekinian dan menggunakan naskah tertulis.
Masa Emas
Kesenian ini mengalami kejayaan pada tahun 1960-an. Hampir setiap desa di Bojonegoro memiliki kelompok kesenian sandur, juga di Tuban dan Lamongan. Usai peristiwa G30S kesenian Sandur mengalami kemunduran drastis. Saat itu, kesenian ini dicurigai disusupi Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) yang berafiliasi dengan PKI.
(Foto: Faizal Insani)
Kebangkitan
Pada tahun 1978 kesenian ini muncul kembali. Kemudian pada tahun 1993 Sandur mulai dipentaskan kembali pada festival kesenian rakyat. Cerita yang tertulis dalam bentuk teks/naskah pertama kali dibuat pada tahun 1993 saat Sandur mengikuti pagelaran di Taman Mini Indonesia Indah. Di dalam naskah ini, tertulis urutan keluar masuknya para tokoh peran dan urutan tembang yang disajikan. Sutradara dalam Sandur biasanya berperan sebagai tokoh Germo yang berfungsi sebagai dalang sekaligus dukun yang mengobati para pemain Jaranan.