Rahasia di Balik Kenikmatan Ledre Pisang Bojonegoro, Dulu Simbol Kelaparan Kini Jadi Kuliner Khas yang Banyak Diburu Wisatawan
Camilan khas Bojonegoro yang terbuat dari pisang ini memiliki sejarah panjang dan rasa yang tak tergantikan.
Pisang sebagai salah satu tanaman pangan serbaguna sudah lama menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia. Buah ini dapat diolah menjadi berbagai makanan lezat, seperti pisang goreng, keripik, hingga sale pisang.
Dari sekian banyak olahan pisang, ada satu camilan khas yang sudah lama melegenda di Kabupaten Bojonegoro, yaitu ledre pisang. Camilan khas ini tidak hanya enak, tetapi juga menyimpan kisah panjang dan berharga bagi masyarakat setempat.
-
Apa itu Lemea? Lemea sendiri adalah nama makanan yang terbuat dari hasil fermentasi rebung atau tunas bambu muda. Kemudian, Lemea ditambahkan dengan campuran ikan mujair atau jenis ikan sungai lainnya.
-
Di mana Lemea berasal? Di Bengkulu tepatnya Suku Rejang terdapat sebuah kuliner yang berbeda dari daerah lainnya yang bernama Lemea.
-
Siapa saja yang ikut mendirikan LEKRA bersama Achdiat Karta Mihardja? Beberapa sastrawan yang diajaknya yakni A.S. Darta dan M.S. Azhar.
-
Apa yang dimaksud dengan "leher hitam"? Leher hitam, atau yang sering disebut sebagai "leher kusam," adalah kondisi di mana kulit di daerah leher tampak lebih gelap atau berbeda warna dibandingkan dengan area kulit lainnya.
-
Kapan Achdiat Karta Mihardja menyatakan keluar dari LEKRA? Namun ia hanya bertahan tidak lama dan pada 1950 dirinya menyatakan keluar dari LEKRA.
-
Apa yang ditulis di leher guci tersebut? Tulisan dalam leher guci itu berbunyi "ladanum 5", mengacu pada labdanum (Cistus ladanifer), sebuah tanaman aromatik yang digunakan untuk membuat dupa, menurut pernyataan Universitas Ibrani Yerusalem.
Sejarah ledre pisang berawal dari masa penjajahan, ketika kehidupan masyarakat Bojonegoro sangat memprihatinkan. Bahan pangan langka, dan masyarakat dipaksa kreatif mengolah apa saja yang bisa dijadikan makanan.
Di tengah kondisi sulit itu, lahirlah ledre pisang, sebuah camilan sederhana namun penuh makna, yang hingga kini menjadi kuliner khas kebanggaan Bojonegoro.
Kisah Awal Terciptanya Ledre Pisang
Ledre pisang pertama kali dibuat oleh Mak Min Tjie, seorang perempuan keturunan Tionghoa yang hidup pada masa penjajahan.
Menurut cerita yang dituturkan oleh Ny. Seger, putri Mak Min Tjie, ledre pisang mulai dibuat sekitar tahun 1932, ketika Mak Min Tjie berusia 14 tahun. Pada masa itu, bahan pangan sangat terbatas, dan masyarakat Bojonegoro harus memanfaatkan apa yang ada di sekitar mereka untuk bertahan hidup.
Salah satu bahan yang melimpah adalah pisang raja, yang kemudian menjadi bahan utama dalam pembuatan ledre pisang. Awalnya, ledre pisang dibuat dari campuran tepung beras, gaplek (singkong kering), santan, dan garam. Campuran ini kemudian dicetak di atas wajan baja dengan metode tradisional yang disebut "edre-edre," yang artinya "diacak-acak." Dari sinilah nama ledre muncul.
- Kuli Bosan Hidup Susah, Banting Setir Jualan Pisang Keju Ramainya Minta Ampun Sampai Difitnah Pakai Dukun
- Begini Cerita Pohon Pisang Unik di Cilegon, Punya 3 Tandan dan Waktu Berbuahnya Janggal
- Mencicipi Godok Batinta, Kudapan Legendaris Berwarna Hitam dan Manis Khas Sumatra Barat
- Mendulang Untung dari Jualan Bawang Goreng, Ibu Asal Bojonegoro Ini Ungkap Jatuh Bangun Memulai Bisnis dari Nol
Saat itu, bentuk ledre masih sederhana, hanya berupa lembaran yang dilipat dua, berbeda dengan bentuk gulungan yang dikenal sekarang.
Ledre Pisang di Masa Sulit Penjajahan
Saat Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda dan Jepang, kelaparan melanda banyak daerah, termasuk Bojonegoro. Pada kondisi ini, Mak Min Tjie dan masyarakat setempat harus berinovasi menciptakan makanan dari bahan-bahan sederhana yang tersedia. Salah satunya pisang raja.
Mengutip situs sipora.polije.ac.id, pada tahun-tahun itu, ledre dijual dalam jumlah kecil karena makanan ini mudah melempem jika disimpan terlalu lama. Penjualannya juga masih sangat tradisional, yakni menggunakan wadah keranjang yang dilapisi kertas dan diikat dengan gedebog pisang.
Meskipun sederhana, ledre menjadi makanan yang sangat dihargai karena kemampuannya untuk bertahan di masa-masa sulit.
Transformasi
Seiring perkembangan zaman, ledre pisang mengalami transformasi, baik dari segi bentuk maupun rasa. Kini ledre hadir dalam berbagai varian rasa, mulai rasa pisang original, pandan, cokelat, hingga buah-buahan seperti stroberi, melon, dan durian.
Bentuknya pun berubah dari lembaran menjadi gulungan kecil dengan panjang sekitar 20 cm dan diameter 1,5 cm, menjadikannya lebih praktis dan menarik.
Menurut Ny. Seger, ledre mengalami masa kejayaan pada tahun 1970-an hingga 1980-an, namun popularitasnya sempat meredup.
Baru pada tahun 2000-an, ledre kembali dikenal luas dan menjadi camilan yang disukai banyak orang. Kini, ledre dikenal sebagai oleh-oleh khas Bojonegoro yang cocok dinikmati bersama teh.
Tantangan
Sebagai generasi kedua pembuat ledre, Ny. Seger menghadapi tantangan ketika banyak pihak mengklaim sebagai penemu ledre. Padahal, menurutnya, ibundanya, Mak Min Tjie, adalah pencipta asli makanan ini.
Klaim tersebut sempat menimbulkan kekhawatiran di kalangan keluarganya, terutama di antara anak-anak dan cucu Mak Min Tjie yang tinggal di luar Bojonegoro.
Hingga kini, ledre masih eksis dan cukup banyak perajin tradisional yang memproduksinya, khususnya di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro.
Mengutip situs resmi Pemkab Bojonegoro, ledre ini tidak bisa dibuat dengan sembarang bahan. Gula yang digunakan harus gula pasir asli, bukan pemanis buatan, dan proses memasaknya harus menggunakan arang, bukan kompor.
Biasanya perajin ledre menggunakan wajan baja yang merupakan warisan turun-temurun dari generasi sebelumnya.
Simbol Silaturahmi dan Warisan Budaya
Ledre pisang bukan sekadar makanan ringan pendamping teh, melainkan juga memiliki filosofi mendalam. Makanan ini mengingatkan kita pada masa-masa sulit penjajahan, di mana kreativitas masyarakat Bojonegoro menjadi kunci untuk bertahan hidup.
Selain itu, ledre juga menjadi simbol ikatan antar-generasi. Warisan kuliner ini diwariskan dari buyut, nenek, hingga generasi masa kini.
Ledre juga sering dinikmati saat berkumpul bersama keluarga, menjadikannya simbol kebersamaan dan silaturahmi.
Dari sejarah panjangnya, ledre pisang menjadi lebih dari sekadar camilan, melainkan sebuah cerita yang menghubungkan masa lalu dan masa kini.
Mengutip Instagram @dindik_jatim, ledre telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda pada tahun 2021 silam.
Apa yang membuat ledre pisang Bojonegoro begitu istimewa?
Ledre pisang Bojonegoro istimewa karena selain rasanya yang manis dan aroma khas, makanan ini memiliki sejarah panjang dan dibuat dengan cara tradisional yang tetap dijaga hingga kini. Bahan-bahan yang digunakan pun harus dipilih dengan cermat, seperti gula pasir asli dan arang sebagai bahan bakarnya.
Mengapa ledre pisang hanya bisa dibuat dengan wajan baja?
Wajan baja adalah salah satu elemen penting dalam pembuatan ledre pisang karena distribusi panasnya yang merata, sehingga ledre bisa matang dengan sempurna tanpa mudah gosong. Banyak pengrajin yang menggunakan wajan baja sebagai warisan turun-temurun dari generasi sebelumnya.