Sosok Inspiratif Muh Rasyid, Petani Lereng Gunung di Probolinggo yang Terangi Kampung Lewat Aliran Sungai
Rasyid pernah ditertawakan oleh warga lain yang tak percaya air bisa diubah menjadi tenaga listrik. Namun akhirnya mimpi kampung yang terang bisa terwujud.
Sebelum tahun 1993, Dusun Sumber Kapong, Lereng Gunung Argopuro, Desa Andungbiru, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, masih gelap gulita. Warga belum mendapatkan aliran listrik sehingga memakai penerangan ala kadarnya saat malam hari.
Kondisi ini bukan tidak berdampak. Justru, sangat berpengaruh terhadap akses pendidikan anak-anak di sana. Mereka tidak bisa belajar di malam hari, termasuk menyiapkan tugas-tugas sekolah secara maksimal untuk keesokan harinya.
-
Kapan Kota Solo resmi dialiri listrik? Pada 12 Maret 1901, Kota Solo resmi dialiri listrik.
-
Apa yang dimaksud dengan energi listrik? Energi listrik adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh pergerakan partikel bermuatan, khususnya elektron, melalui suatu penghantar atau rangkaian tertutup.
-
Apa yang dilakukan warga di Kampung Cipacar untuk mendapatkan listrik? Aliran listrik masih belum dinikmati oleh beberapa kampung, salah satunya di Cipacar, Desa Buanajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Untuk mengatasi hal ini, warga setempat kemudian membuat pembangkit listrik sederhana berbentuk kincir.
-
Apa yang menjadi sumber energi listrik utama di Kasepuhan Ciptagelar? Di Kasepuhan Ciptagelar, keperluan energi listrik dihasilkan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh). Energinya berasal dari air sungai yang mengalir.
-
Kapan warga Kampung Cinungku mulai mengajukan kebutuhan tiang listrik? “Di sini sekitar 10 tiang listrik lah butuhnya, padahal udah pernah diajukan sama warga sekitar, tahun berapa itu, udah lama,” tambahnya.
-
Di mana letak Probolinggo? Probolinggo adalah sebuah kota yang terletak di pesisir utara Jawa Timur, 100 km di sebelah tenggara kota Surabaya.
Bermula dari kondisi ini, seorang petani bernama Muhammad Rasyid langsung tergerak untuk menciptakan energi alternatif demi penerangan kampung. Berbekal pengetahuannya tentang manfaat air sebagai penghantar energi, ia kemudian membuat kincir air di sungai kecil dekat permukiman.
Mimpinya tidak langsung terwujud. Berbagai hambatan ia temui, termasuk dari para tetangga. Tak jarang cemoohan ia dapatkan, sampai dicap gila karena tak percaya. Berjalannya waktu, Rasyid bersama warga yang peduli lantas bergerak dan berhasil mewujudkan mimpi Sumber Kapong untuk mendapatkan fasilitas listrik.
Tak Ingin Kampungnya Gelap
Ketiadaan fasilitas listrik di Sumber Kapong sebenarnya bukan keresahannya seorang diri semata. Banyak warga yang memiliki harapan sama, agar rumah-rumah mereka setidaknya bisa terang saat malam datang.
Keadaan ini salah satunya berdampak ke anak-anak di sana yang mengalami kesulitan belajar. Rasyid kemudian melihat potensi sungai yang memiliki aliran air deras dari puncak Argopuro dan merancang Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sederhana.
Ia kemudian menyodet aliran Sungai Pekalen agar bisa dialirkan ke turbin berbahan kayu yang ia rancang bersama tetangga lain di sekitarnya.
- Pecah Bintang, ini Sosok Jenderal 'Air & Pertanian' TNI di Kampung Halaman
- Desa BRIlian Sambak Magelang Raih Proklim Lestari, Kopi Potorono Jadi Inspirasi
- Sosok Ratu Sinuhun, Tokoh Perempuan dari Palembang Pencetus Lahirnya Undang-Undang Kesetaraan
- Kisah Kakek Berusia 110 Tahun Ini Viral, Penghasilan Rp16 Ribu per Hari Hidup Tanpa Listrik selama 20 Tahun
“Kondisi kampung saat itu gelap gulita, pendidikan anak juga jarang maju karena gelap. Tapi di sini alamnya sangat potensi dan air melimpah,” kata Rasyid, mengutip Youtube Liputan6.
Sempat Dianggap Gila dan Ditertawakan Warga
Upayanya dalam memajukan kampung sempat dianggap sia-sia oleh warga. Bahkan, ia juga ditertawakan karena banyak yang tidak percaya bahwa aliran sungai bisa menghasilkan energi listrik dan menjadi sumber penerangan rumah.
Rasyid juga mengaku ia pernah dicap gila karena upayanya ini. Namun, lambat laun warga mulai paham dan akhirnya turut serta membantu pengelolaannya.
“Tenaga air saja bisa untuk listrik, dulu ditertawakan juga soal ini, pak Rasid membuat baling-baling air, terus jadi listrik. Gila ya pak Rasyid ini. Tapi terus saya tetap fokus dan bisa jadi sampai sekarang,” katanya.
Didorong Keinginan Menonton TV di Rumah
Selain soal pendidikan, sebenarnya upaya ini didorong oleh mimpi pribadinya yang ingin menonton televisi. Ia kemudian mencari cara agar listrik yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan di tiap rumah, termasuk untuk perangkat elektronik.
Setelah dilakukan percobaan beberapa kali, kekuatan voltase pun memadai untuk penerangan beberapa rumah di sana. Total dari kincir air yang dibuat, sebanyak 400 kilovolt bisa dihasilkan.
“Jadi setelahnya listrik bisa nyambung, lalu saya beli tv 12 inch yang masih hitam putih,” katanya.
Warga Bisa Bayar Listrik Pakai Hasil Bumi
Setelah warga merasakan manfaat dari listrik, mereka kemudian sepakat mendukung cara gila Rasyid.
Satu per satu tetangga mendirikan komunitas Tirta Pijar, sebagai kelompok yang bersedia melakukan pengelolaan dan perbaikan secara berkala.
Komunitas ini fokus merawat kincir air, merawat dan memperbaiki jaringan listrik ke rumah-rumah warga termasuk melakukan penarikan iuran.
Menariknya, pembayaran iuran sangat murah dan bisa diganti dengan hasil bumi maupun hewan ternak berupa ayam ataupun itik.
Semangat Merawat
Warga sekitar kemudian merasakan manfaatnya selama 30 tahun terakhir. Anak-anak juga bisa terfasilitasi untuk mengerjakan tugas sekolah saat malam hari, tanpa harus terganggu minimnya pencahayaan.
Semangat ini kemudian melahirkan giat gotong royong untuk perawatan dan pelestarian kincir air. Tanpa dikomando, warga langsung berbondong-bondong datang ke lokasi untuk memperbaiki kendala yang terjadi.
“Sekarang kalah hujan terus banjir atau longsor, warga langsung bawa pacul dan alat untuk memperbaiki,” kata seorang warga, Suto.
Listrik Menerangi Selama 24 Jam
Menukil Indonesia.go.id, sebelumnya warga hanya mengandalkan lampu minyak alias petromaks. Kondisi ini tentu memprihatinkan, karena di samping cahayanya minim juga rawan terjadi bencana kebakaran.
Namun saat ini listrik sudah dapat dinikmati secara penuh oleh penduduk Sumber Kapong, bahkan hingga 24 jam. Warga pun kini sudah meninggalkan lampu minyak, dengan aliran listrik yang cenderung stabil.
Soal pembayaran juga bisa dilakukan kapanpun, termasuk saat masa panen tiba agar tidak memberatkan warga.
Desa-desa Sekitar Terbantu
Dalam laman TVRI News Probolinggo, disebutkan bahwa aliran listrik ternyata tidak hanya menerangi Kampung Sumber Kapong, namun hingga desa-desa lain di sekitar Kecamatan Tiris.
Keadaan ini berkat adanya 2 generator PLTMH yang ditambahkan warga pada tahun 1999 silam dan menjadi sumber energi listrik tambahan. Sejak itu, warga di beberapa desa terselamatkan dan kini kampung mereka menjadi terang saat malam.
Adanya listrik energi baru terbarukan ini juga mampu menggerakan perekonomian warga dengan industri-industrinya, seperti penggilingan kopi, beras hingga jagung yang memakai mesin elektronik.
Kiranya Dusun Sumber Kapong, Desa Andungbiru, Kecamatan Tiris bisa dicontoh oleh kampung maupun desa lain agar mandiri dan berdaya.
Saat ini, kemapuan produksi listrik semakin meningkat setelah masuknya bantuan PLN melalui bantuan mesin turbin modern.