Lunglai digempur celana dalam China
"Hal itu membuat pelaku industri celana dalam wanita banyak beralih," kata Ade Sudrajat.
Seperti biasanya, stan toko pakaian dalam di deretan paling pojok Pasar Asri di Bekasi, Jawa Barat, itu ramai pembeli. Rata-rata perempuan berkunjung ke sana. Toko itu mudah dikenali karena di sana ditumpuk dan dipajang rupa-rupa pakaian dalam, mulai dari produk terbaru hingga produk lawas.
Pernahkah terpikir dari mana sebenarnya produk celana dalam itu? Bagaimana sih geliat industri garmen pakaian dalam di negeri ini?
Ternyata, hampir semua produk pakaian dalam di negeri ini buatan China, terutama untuk produk murah meriah dengan segmentasi pasar masyarakat kalangan menengah ke bawah. Produk garmen pakaian dalam, khususnya bagi perempuan ini memang menjadi kebutuhan mendasar.
Seperti dituturkan Wati, warga Bekasi. Dia mengaku membeli celana dalam wanita tak pernah tahu di mana pabrik pembuatannya. Terpenting, kata dia, harga murah dan tahan pakai buat pemakaian sehari hari. Bagi dia harga jadi alasan utama, sementara kualitas nomor dua.
"Kalau di sini, bisa dapat harga Rp 10 ribu dapat tiga potong. Bisa paling lama beli lagi sampai setahun lagi," kata ibu rumah tangga tersebut kepada merdeka.com, minggu lalu di Bekasi. Menurut dia, harga bra pun tak beda jauh dengan celana dalam.
Khusus untuk produk garmen pakaian dalam bagi masyarakat kelas menengah ke bawah selama ini memang banyak dipasok dari China. Pada lima tahun terakhir misalnya, serbuan pakaian dalam asal negerinya Jackie Chan itu masih mencengkeram pasar Indonesia, menggusur produksi pengusaha lokal.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional, tercatat perputaran roda transaksi jual beli celana dalam wanita berbahan katun dan bahan material tekstil menjadi nomor wahid. Termasuk untuk pasokan produk impor. Saban tahun cenderung meningkat dengan satuan harga hingga miliaran rupiah.
Pada periode Januari-Desember 2009, celana dalam wanita berbahan katun jahitan dari China menjadi pemasok terbanyak, mencapai 816.335 kilogram dengan nilai USD 2.189.388. Lalu periode Januari-Desember 2010, celana dalam wanita berbahan tekstil lainnya, lagi-lagi China masih di urutan nomor wahid, sebanyak 401.324 kilogram dengan nilai USD 915.481.
Sementara periode Januari-Desember 2011, celana dalam wanita berbahan tekstil juga masih didominasi China sebanyak 121.145 kilogram dengan nilai USD 2.676.831. Selanjutnya periode Januari-Desember 2012, celana dalam wanita berbahan katun jahitan asal China kembali unggul, sebanyak 184.441 kilogram dengan nilai transaksi USD 348.114.
Berikutnya pada periode Januari-Desember 2013, celana dalam wanita berbahan katun jahitan asal China kembali merajai produk impor garmen celana dalam yang mencapai 2.452.123 kilogram dengan nilai USD 4.267.099.
Akibat gempuran produk celana dalam asal China itu, produk lokal mati suri. Penyebabnya, harga baku tinggi dan harga jual tak bisa bersaing dengan produk impor, sementara biaya produksi juga berbilang mahal. Hal itu membebani para pengusaha lokalan.
Kendati demikian, bukan berarti pengusaha pakaian dalam lokal lantas tiarap menyerah. Beberapa diantaranya masih bertahan meski jumlahnya produksinya terbatas. Pengusaha lokal memilih memoles celana agar laku, misalnya dengan memberi varian renda-renda, ikut memproduksi g-string, korset atau lingerie.
"Ada kemalasan pengusaha lokal dengan banyak varian celana dalam wanita. Hal itu membuat pelaku industri (lokal) celana dalam wanita banyak beralih," kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman kepada merdeka.com kemarin di Jakarta.
Peringatan tentang dominasi celana dalam asal China ini sebenarnya pernah disampaikan Ketua Forum Tenaga Pendamping UMKM Provinsi Sumsel Sulama pada awal 2014 silam. Waktu itu dia mengatakan, awal 2015 ini akan menjadi tahun sulit bagi pelaku industri garmen, khususnya pakaian dalam.
Dia menjelaskan, penyebabnya selain karena gempuran produk China, juga lantaran kurangnya dukungan pemerintah terhadap pelaku usaha. Padahal, kata dia, UKM harus dimotivasi dan didukung penuh menghadapi pasar bebas Asia Tenggara.
"Bagaimana mau maju, celana dalam saja kita kalah. China sudah jual 10 ribu dapat tiga, nah produk asli kita masih mahal, 20 ribu malah cuma dapat satu," ketusnya.
Untuk itu, sistem dan perhatian pemerintah terhadap UKM harus diubah. Sebab, selama ini yang dihadapi UKM di Indonesia adalah masalah permodalan, minim pengetahuan, dan kurang teknologi. Kondisi jauh terbalik dengan China. Mereka sudah menggunakan teknologi canggih sehingga mampu menghasilkan produk lebih murah.
"Kalau tidak ada perubahan sama sekali, produk-produk buatan UKM kita sulit bersaing, apalagi watak masyarakat kita lebih cenderung memilih produk yang murah apalagi ditambah berkualitas," ujarnya.
Baca juga:
Pengaruh film dewasa sampai pelecehan seksual
Terangsang pakai cawat bekas perempuan
Candu cawat janda
Pemburu celana dalam bekas
-
Bagaimana para peneliti meneliti celah-celah misterius di Tembok Besar China? Salah satu bagian penelitian ialah memetakan lengkungan tersebut menggunakan citra satelit dari Google, Bing, sistem informasi geografis (GIS), dan citra, gambar mata-mata Amerika Serikat dari tahun 1960-an, atlas China, dan peta Soviet.
-
Apa fungsi utama dari celah-celah misterius di Tembok Besar China? Menurut para peneliti, Lengkungan Mongolia ini bukan berfungsi untuk pertahanan atau pertempuran, tapi untuk memindahkan atau menyeberangkan hewan atau manusia di sepanjang aliran sungai di dekat Tembok Besar.
-
Di mana letak situs batu China di Cirebon? Di Desa Ciawi Japura, Kecamatan Susukan Lebak, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, ditemukan sebuah situs batu tulis berusia ratusan tahun.
-
Mengapa bejana keramik ini diyakini sebagai granat tangan? Salah satu pecahan keramik yang disebut pecahan 737, adalah yang paling penting. Pecahan 737 ini berisi bahan campuran yang kemungkinan digunakan sebagai peledak.
-
Di mana bejana keramik yang diyakini sebagai granat tangan ditemukan? Empat pecahan keramik ini ditemukan di Taman Armenia, berlokasi di Kota Tua Yerusalem pada tahun 1961-1967.
-
Di mana Clara Shinta mencari lahan pemakaman? Dalam unggahan terbarunya, Clara Shinta membagikan momen kunjungannya ke San Diego Hills, taman pemakaman mewah yang terletak di Karawang, Jawa Barat.