Membuat teroris insyaf
BNPT dinilai gagal memantau pergerakan para mantan teroris dan aktivitas mereka setelah keluar dari penjara.
Intan Olivia Banjarnahor (2,5) sedang bermain bersama beberapa teman seusianya di halaman Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur di Minggu (13/11) pagi. Bocah polos itu tidak tahu jika akan terjadi ledakan bom molotov. Kurang dari 24 jam setelah kejadian, Intan meninggal akibat luka bakar parah yang dialaminya.
Pelaku pelemparan bom molotov berhasil dibekuk. Dia adalah Juhanda alias Joh (32). Jejaknya di dunia terorisme masih membekas kuat. Juhanda pernah pernah menjalani hukuman penjara pada 4 Mei 2011 dengan hukuman tiga tahun enam bulan kurungan dalam kasus teror bom Puspitek di Serpong, Tangerang Selatan. Juhanda juga anggota kelompok pelaku teror bom buku yang dipimpin Pepi Fernando. Mereka melancarkan aksi selama bulan Maret 2011. Jika Pepi Fernando divonis hukuman penjara 18 tahun pada awal Maret 2012. Joh dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri tanggal 28 Juli 2014.
Kecaman dan kutukan pun dialamatkan kepada para pelaku teror. Di sisi lain, pemerintah dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dianggap gagal membina para teroris yang pernah dipenjara. Kasus Juhanda membuktikan betapa para residivis kasus teror sangat berbahaya dan berpotensi mengulangi aksinya meski mereka telah menjalani hukuman penjara. Program deradikalisasi yang dijalankan BNPT pun dianggap telah gagal karena gagal membuat para teroris insyaf.
Dituding lembaganya gagal, Kepala BNPT Komisaris Jenderal Suhardi Alius menyatakan selama ini pihaknya terus meningkatkan penanggulangan terorisme. Program BNPT juga tak hanya untuk para narapidana kasus terorisme, namun juga mantan teroris yang sudah bebas. Hingga 2016, kata Suhardi, BNPT mencatat, napi yang terkait kasus terorisme berjumlah 242 orang yang tersebar di 70 lembaga pemasyarakatan dan dua rumah tahanan di seluruh Indonesia.
Dengan tingkat radikalisme setiap individu yang berbeda, pendekatan yang dilakukan tidak bisa disamakan. Tingkat radikalisme itu dipetakan menjadi empat level. Level pertama, kata Suhardi, napi teroris yang paling radikal. "Mereka adalah yang tidak mau ditemui sama sekali dan tak menerima program (deradikalisasi). Jumlahnya sekitar 50 orang," ujar Suhardi di Jakarta pekan lalu.
Level kedua, kata dia, para napi teroris menolak mengikuti program deradikalisasi. Mereka berjumlah 63 orang, namun mereka hanya mau ditemui dengan pihak BNPT. Untuk level tiga, ada 85 orang napi yang mau ikut program-program BNPT tapi tak mau mengajak temannya yang lain.
Level terakhir, empat, kata dia, tercatat 35 orang napi mau ditemui dan menerima program yang diberikan BNPT. Bahkan mereka mau menyalurkan program ke lingkungan sekitarnya.
Suhardi menambahkan, napi yang sudah bebas juga tetap dipantau dan jaringannya terus dilacak oleh BNPT. Program pembinaan luar lapas ini targetnya mantan napi teroris, mantan teroris, serta keluarga dan jaringan mereka. Jumlah total peserta pembinaan ini mencapai 478 orang yang tersebar di 17 provinsi di seluruh Indonesia.
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Dimana serangan teroris terjadi? Serangan tersebut terjadi di gedung teater Crocus City Hall yang berlokasi di Krasnogorsk, sebuah kota yang terletak di barat ibu kota Rusia, Moskow.
-
Siapa yang berkomitmen untuk memperhatikan para penyintas terorisme? Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) komitmen perhatikan para penyintas.
-
Kapan trem di Jakarta dihentikan? Operasional trem kemudian dihentikan pada 1959.
-
Bagaimana upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan di Jakarta? Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih mengkaji rencana perubahan jam kerja di DKI Jakarta yakni masuk pada jam 08.00 WIB dan 10.00 WIB dengan harapan dapat mengurangi kemacetan hingga 50 persen.
Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius©2016 Merdeka.com
Dalam melakukan program deradikalisasi, BNPT kata Suhardi, tidak bekerja sendirian. Beberapa kementerian seperti Kemendikbud dan Kemensos juga turut terlibat. "Selain efektif, BNPT juga sangat terbantu dari sisi anggaran," kata dia.
Sementara itu, Menko Polhukam Wiranto menyebutkan, paham radikal bisa berkembang di lapas yang menimbulkan terorisme. Sehingga lapas perlu dibenahi bukan hanya untuk rehabilitasi, namun juga sistem pengawasan. Program deradikalisasi, salah satunya memberikan doktrin nasionalisme. "Dalam undang-undang itu ada langkah yang bersifat soft approach berupa pencegahan total dan pencegahan dini. Juga ada hard approach yaitu suatu penanganan yang keras dan kita tujukan bagi para teroris itu," tuturnya.
Wiranto berharap, revisi Undang-undang Terorisme segera selesai agar aparat keamanan bisa menindak tegas aksi terorisme.
Sedangkan pengamat terorisme Noor Huda Ismail menyatakan, sejak bom Hotel JW Marriot pada tahun 2009, aksi terorisme di Indonesia melibatkan mantan napi terorisme. Di kalangan pelaku teror, terlibat dua kali dalam aksi terorisme bisa menaikkan 'kasta' mereka dan disegani.
Dia mencontohkan, teroris bernama Urwah yang ditangkap karena menyembunyikan informasi keberadaan pelaku teroris Noordin M Top yang sedang diburu saat itu. Setelah dibebaskan, Urwah kemudian menjadi salah satu perancang serangan bom Hotel JW Marriot tahun 2009.
"Pola tersebut terulang kembali dengan pelaku serangan bom di Samarinda. Wajar jika kemudian Kepala Polri Jendral Tito Karniavan menyatakan niat negara untuk mengevaluasi program deradikalisasi yang selama ini dijalankan. Mungkin, langkah evaluasi pertama yang perlu kita lakukan adalah dengan memahami 'titik balik' kehidupan narapidana terorisme di dalam dan di luar penjara," kata Noor Huda.
Menurut dia, program deradikalisasi untuk para teroris dan mantan teroris perlu dievaluasi, meski sudah ada kemajuan dalam program itu. Evaluasi itu, misalnya program-program di lapas dan di luar lapas yang pemerintah lakukan belum berhasil. Faktanya, Juhanda dan Afif bisa melakukan aksi teror kembali.
Densus 88 kawal pelaku bom gereja Oikumene ©2016 Merdeka.com/Nur Aditya
Untuk mantan teroris yang sudah sadar atau insyaf, kemungkinan juga akan melakukan teror kembali. Oleh sebab itu, masyarakat harus berperan aktif dalam menangkal dan mencegah aksi terorisme. "Cuma negara tidak bisa sendiri. Harus ada keterlibatan masyarakat luas secara aktif," kata dia.
Dalam kasus Juhanda, BNPT seharusnya melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial, tokoh masyarakat, pihak keluarga atau pihak terkait. Setelah Juhanda bebas, pemerintah dan masyarakat dinilai lalai mengawasi kehidupan Juhanda.
Justru, Juhanda diterima kelompok ISIS di Samarinda, Kalimantan Timur, secara terbuka. "Dalam kelompok kecil inilah titik balik Juhanda, mendorongnya menjadi pelaku bom di Samarinda yang menewaskan Intan," pungkasnya.
Baca juga:
Mereka yang luput dari pantauan
Cerita mantan teroris ditolak bikin KTP
Mati satu, tumbuh seribu
Mengerikannya terduga teroris Rio, ingin bisniskan bom rakitannya
Kegaduhan di ibu kota dimanfaatkan kelompok radikal lakukan teror
Deradikalisasi ke mantan napi teroris harus dimaksimalkan
Perang terhadap terorisme tak pernah selesai