17.317 Peraturan Daerah Terdampak UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja ternyata memberikan dampak kepada semua lini. Bagaimana dengan aturan pemerintah daerah?
17.317 Peraturan Daerah Terdampak UU Cipta Kerja
Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Makmur Marbun menyebutkan 17.317 peraturan daerah (perda) terdampak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Kita harus luruskan perda yang terdampak UU Cipta Kerja ini."
Ditjen Otda Kemendagri Makmur Marbun
Merdeka.com
- Terbitkan Aturan Baru, Pemerintah Resmi Bebaskan Pajak Kendaraan Listrik Impor
- Singgung Peraturan MK, NasDem Nilai Hakim Terbukti Melakukan Pelanggaran Berat Harus Dipecat
- 50 Kata-Kata Perpisahan Kerja yang Menyentuh Hati untuk Rekan Sejawat & Atasan
- Doa Terhindar dari Kecelakaan Maut, Mohon Perlindungan dan Keselamatan
Marbun menambahkan pelaksanaan Rakornas Bapemperda se-Indonesia Tahun 2023 di Kota Pangkalpinang itu bermakna penting bagi pembentukan produk hukum daerah.
"Ini merupakan tugas kita bersama, tugas teman-teman di bapemperda DPRD, biro hukum, dan bagian hukum provinsi, kabupaten, kota, karo hukum, kabag hukum, dibantu sekretaris DPRD se-Indonesia untuk meluruskan perda yang terdampak UU Cipta Kerja ini," jelasnya.
Marbun menyatakan produk daerah yang dihasilkan tentunya harus dapat menjawab tantangan, keinginan, dan kemudahan-kemudahan berinvestasi di daerah.
Hal itu menjadi salah satu akselerasi percepatan daripada UU Cipta Kerja, tambahnya.
"Tadi juga sudah disampaikan tentang bagaimana akselerasi percepatan regulasi menjadi prioritas, salah satunya tadi sudah kita sampaikan adalah RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang turunannya RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)."
Marbun berharap para peserta Rakornas Bapemperda se-Indonesia Tahun 2023 itu menyelesaikan perda DPRD yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengkritisi sejumlah pasal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Termasuk soal ketentuan PHK, Pesangon hingga tenaga kerja asing.
Media sosial belakangan ini dihebohkan oleh pengakuan seorang pekerja buruh yang ingin memperpanjang masa kontrak kerja dengan persyaratan yang nyeleneh berupa staycation bersama atasan yang terjadi di salah satu perusahaan di Cikarang, Jawa Barat. Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengecam keras perilaku atasan yang bertindak sewenang-wenang dengan memanfaatkan kelemahan buruh kontrak yang membutuhkan pekerjaan. Menurutnya, perilaku tersebut merupakan penghinaan bagi anak bangsa khususnya kaum perempuan. "Partai buruh dan organisasi serikat buruh mengecam kerak praktik asusila seperti ini," ujar Said dalam keteranganya, Minggu (7/5).Lantas, bagaimana aturan yang terdapat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja?
Mengutip dalam pasal 56 ayat 2 UU Ciptaker tertulis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. "Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan Perjanjian Kerja," bunyi Pasal 56 ayat 3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kemudian dilanjut dalam pasal 57, Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Perlu diingat, PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. "Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja," bunyi pasal 58 ayat 2.
PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu sebagai berikut: a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama c. pekerjaan yang bersifat musiman d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan e. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
PKWT juga tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. "Perjanjian kerja waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu," tulis pasal 59 ayat 3. "Perjanjian kerja waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu," lanjut pasal 59 ayat 4.