Beragam Reaksi PNS DKI Soal Rencana Uji Coba Pembagian Jam Masuk Kerja
Beragam reaksi ASN DKI soal pembagian jam masuk kerja.
Bagaimana pendapat para ASN di lingkungan Pemprv DKI soal aturan jam kerja? Simak ulasannya
Beragam Reaksi PNS DKI Soal Rencana Uji Coba Pembagian Jam Masuk Kerja
Pemprov DKI Jakarta bakal melakukan uji coba pengaturan jam masuk kerja untuk mengurai kemacetan di Ibu Kota. Uji coba ini dimulai dari ASN di lingkungan Pemprov DKI. Nantinya, jam masuk ASN akan dibagi dua, yaitu pukul 08.00 dan 10.00 WIB. Meski demikian, jajaran Pemprov DKI belum mengumumkan kapan waktu penerapan kebijakan ini.
merdeka.com mencoba bertanya pendapat mereka soal kebijakan ini kepada tiga ASN di lingkungan Pemprov DKI. Ketiganya kompak tak ingin menyebutkan namanya.
ASN pertama seorang kepala suku dinas mengaku setuju dengan kebijakan tersebut. Namun, ia memiliki sedikit catatan sebelum aturan ini diterapkan. "Itu sebetulnya semangatnya bagus tapi perlu dihitung juga cost-cost biaya yang kemungkinan timbul akibat itu. Misalkan masuk jam 10, pulang jam setengah 7 malam. Itu harus ada lift yang tetap nyala. Biasanya lift, lampu, dan lain-lain itu kan harusnya ada cost lagi," katanya. "Kalau buat kemacetan boleh tapi ada cost yang mungkin bisa menimbulkan masalah lain. Mungkin swasta juga. Tapi kalau semua sepakat it's okay dan memang itu worth it," tambahnya.Kemudian, ASN kedua yang merupakan seorang kepala seksi menyebut kebijakan pengaturan jam kerja tidak begitu berpengaruh kepada pekerjaannya.
"Buat saya pembagian jam kerja nggak akan terlalu berpengaruh karena tugas-tugas saya kadang harus dimulai sejak pagi dan baru selesai di malam hari. Seandainya bisa working from anywhere (WFA) baru enak," katanya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa seorang ASN tidak dapat menerapkan work from home (WFH) ataupun WFA. Maka dari itu, ia menyarankan adanya pemberian insentif kepada perusahaan yang mengizinkan karyawannya WFH atau WFA karena dapat membantu mengurangi kepadatan lalu lintas. "Kalau ASN agak sulit menerapkan WFH/WFA karena terkait pelayanan publik. Mungkin bisa dibuat insentif bagi perusahaan yang menerapkan WFH/WFA sehingga tidak semua karyawan harus ke kantor," tambahnya.
Terakhir, pegawai Pemprov DKI ketiga ini mengaku tidak setuju dengan pengaturan jam kerja. Karena takut berpengaruh pada pekerjaan yang diembannya. "Saya tidak setuju sih karena kerjaan saya dari pagi, mobilitas saya juga padat. Apalagi tanggungjawab kerjaan yang cukup besar. Kalau jam kerja dibatasi, perhitungannya nanti bagaimana," ujarnya.
Ia juga menyarankan WFA atau work from anywhere bagi karyawan kantoran. Terlebih kebanyakan dari karyawan hanya berdian di kantor saja. "Rush hour mereka itu pagi dan sore. Lebih baik mereka saja yang dibatasi jangan ke Ibu Kota dan bisa bekerja di mana pun," katanya.