285 Dugaan Pelanggaran Kode Etik Pemilu
Sebagian besar aduan yang masuk didominasi tentang rekrutmen penyelenggaraan Pemilu.
Sebagian besar aduan yang masuk didominasi tentang rekrutmen penyelenggaraan Pemilu.
285 Dugaan Pelanggaran Kode Etik Pemilu
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menerima 285 aduan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Jumlah aduan yang ditangani ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan berjalannya tahapan Pemilu serentak Tahun 2024.
- Reaksi Anies soal Putusan MKMK Terhadap Sembilan Hakim MK Langgar Kode Etik
- Ketua MKMK Sebut Bukti Pelanggaran Etik Sudah Lengkap, Bakal Pengaruhi Pendaftaran Capres?
- Saat Ketua MK Anwar Usman Bentuk Lembaga Etik yang akan Mengadilinya
- Ketum KNPI Luncurkan Gerakan Demokrasi Cerdas, Ajak Pemuda Tangkal Hoaks dan Awasi Pemilu
Ketua DKPP Heddy Lugito mengungkapkan sebagian besar aduan yang masuk didominasi tentang rekrutmen penyelenggaraan pemilu. Sejumlah aduan terkait dengan tahapan pemilu yang masuk terkait dengan rekrutmen anggota Bawaslu baik di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.
Sesuai aturan, maka penyelenggara pemilu tidak boleh menjadi pengurus maupun anggota partai politik sejak lima tahun sebelumnya.
"Di KPU beberapa waktu lalu melakukan rekrutmen provinsi, kabupaten/kota ada yang terlibat partai politik," terangnya.
Sedangkan aduan yang terkait dengan nontahapan menyangkut asusila, baik itu perselingkuhan dan sebagainya.
"Untuk aduan jenis ini kami sidangkan secara tertutup," katanya.
DKPP mencatat pertanggal 1 November 2023 dugaan pelanggaran kode etik yang masuk ke DKPP sebanyak 285 aduan. Sebanyak 128 perkara dari 285 aduan ini telah dilimpahkan ke bagian persidangan.
Sebagai rincian, terdapat pengadu dari unsur masyarakat sebanyak 255, dari partai politik dua orang, dan dari penyelenggara pemilu 28 orang.
Terkait kegiatan tersebut, Heddy menjelaskan rapat bertujuan untuk menyatukan visi dan misi dalam rangka penegakan kode etik penyelenggara pemilu."Agar nanti dalam praktik di lapangan tidak ada perbedaan dalam hal menaati kode etik penyelenggaraan pemilu, mentaati peraturan perundang-undangan kepemiluan ini. Kita tahu Pemilu 2024 bukan Pemilu biasa, ini Pemilu yang luar biasa," katanya.
Lanjut dia, diperlukan penyelenggara Pemilu, mulai dari KPU RI, Bawaslu RI, sampai dengan ad hoc harus tegak lurus pada reputasi, tegak lurus pada kode etik penyelenggara Pemilu, dan tegak lurus pada peraturan perundang-undangan.
"Kalau penyelenggara pemilu punya integritas tinggi, saya sangat yakin akan melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang juga punya integritas. Jika pemilu diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang kredibel, baik Bawaslu maupun KPU maka akan menghasilkan pemimpin yang kredibel juga," tutup Heddy.