5 Hukuman mati paling menggegerkan tanah air
Pembunuh berantai, teroris hingga terpidana narkotika sudah banyak yang tewas di tangan para algojo penembak mati.
Hingga saat ini pro kontra hukuman mati masih terus terjadi. Bertepatan dengan Hari anti Hukuman Mati yang jatuh ini, lembaga yang selama ini giat menyerukan HAM terus meneriakkan penolakan terhadap hukuman mati.
Di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda. Namun hingga saat ini hukuman mati masih terus dilakukan. Pembunuh berantai, teroris hingga terpidana narkotika sudah banyak yang tewas di tangan para algojo penembak mati.
Namun dari puluhan orang yang sudah ditembak mati banyak yang hingga kini kasusnya masih dibicarakan. Berikut 6 kasus hukuman mati yang menggegerkan tanah air.
-
Kapan Gayanti Hutami lulus SMA? Momen kelulusan SMA Gayanti bareng ibunya di tahun 2018 tuh epic banget deh.
-
Kapan Teuku Nyak Makam wafat? Teuku Nyak Makam meninggal pada 21 Juli 1896. Tepat pada hari ini adalah 128 tahun wafatnya Teuku Nyak Makam yang patut dikenang oleh masyarakat Indonesia.
-
Kapan Choirul Huda meninggal? Ia bertabrakan dengan rekan satu timnya pada Liga 1 2017 silam saat melawan Semen Padang.
-
Kapan Kota Batu Houchengzui ditemukan? Kota kuno ini dikenal sebagai Kota Batu Houchengzui, ditemukan pada 2005 silam dan menyimpan banyak rahasia yang berusaha diungkap para arkeolog.
-
Kapan Lukman Hakim meninggal? Lukman Hakim meninggal di Bonn pada 20 Agustus 1966.
-
Siapa yang menjatuhkan hukuman? Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menyatakan bahwa terdakwa Muhammad Ammar Akbar, yang dikenal sebagai Ammar Zoni, secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana membeli atau menguasai narkotika golongan 1 tanpa hak atau melawan hukum.
Kusni Kasdut
Kusni Kasdut adalah tentara pejuang yang melawan penjajah Belanda pada masa revolusi 1945. Setelah itu dia berusaha masuk TNI namun beberapa kali ditolak. Kusni kemudian malah masuk dunia hitam.
Kusni yang terlahir dengan nama Waluyo pernah menembak seorang keturunan Arab kaya raya bernama Ali Bajhened dengan sepucuk pistol pada tahun 1960 an. Namanya kemudian semakin santer terdengar setelah melakukan aksi merampok benda seni di Museum Nasional yang akrab disebut Museum Gajah pada 31 Mei 1961. Saat itu, Kusni menyamar dengan seragam polisi. Kusni lalu masuk ke museum dan menyandera pengunjung. Kusni lalu menembak mati seorang petugas museum. 11 Permata koleksi museum dibawa lari olehnya.
Namun pelariannya kemudian terhenti, Kusni ditangkap saat menjual permatanya di Semarang. Konon Kusni membagikan harta rampokannya pada orang-orang miskin. Bahkan dirinya dijuluki Robin Hood Indonesia. Kusni kemudian dijatuhi hukuman mati atas kejahatan yang pernah dilakukannya.
Di penjara, Kusni kemudian bertobat dan dia dibaptis menjadi pemeluk Katolik dengan nama Ignatius Waluyo. Sebelum dihukum mati, Kusni sempat membuat lukisan Katedral dari gedebok pisang yang masih tersimpan di Katedral Jakarta.
Grasinya yang diajukannya ditolak presiden pada Februari 1980. Kusni lalu dieksekusi pada 16 Februari 1980 di dekat kota Gresik, Jawa Timur.
Tibo cs
Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu, ketiganya dihukum mati karena terkait kerusuhan Poso. Tibo Cs ditangkap pada Juli dan Agustus 2000.
Ketiganya lalu dijatuhi vonis mati pada April 2001 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palu, dan dikuatkan kembali oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara pada 17 Mei 2001. Pengadilan memutuskan bahwa mereka bersalah atas tuduhan pembunuhan, penganiayaan, dan perusakan di tiga desa di Poso, yakni Desa Sintuwu Lemba, Kayamaya, dan Maengko Baru.
Tibo Cs dieksekusi mati pada 22 September 2006 dini hari di Palu, Sulawesi Tengah.
Rio Alex Bullo alias Rio Martil
Pelaku pembunuhan berantai kurun 1997-2001, Rio Alex Bullo (30) alias Rio Martil menghembuskan nyawa terakhir di depan regu tembak pada 7 Agustus 2008. Dia ditembak mati di tempat yang dirahasiakan di sebuah desa kecil di sekitar Purwokerto, Jateng.
Rio Alex Bullo divonis mati Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto karena melakukan pembunuhan sadis terhadap seorang pengacara terkenal sekaligus pemilik persewaan mobil di kota tersebut, Jeje Suraji (39), di Hotel Rosenda Baturaden, 21 Januari 2001.
Selama 1997-2001, terpidana telah membunuh sedikitnya empat orang pemilik atau pengelola rental mobil. Pembunuhan itu merupakan cara terpidana untuk membawa lari mobil yang disewa dari para pemilik atau pengelola rental tersebut.
Setiap melancarkan aksinya, terpidana selalu menyiapkan dua buah martil untuk memukul kepala korbannya. Karena itu pula, terpidana diberi julukan Rio Si Martil Maut. Saat mendekam di LP Nusakambangan, terpidana juga membunuh teman satu penjaranya, Iwan Zulkarnaen.
Trio Bomber Bali Amrozi Cs
Tiga terpidana mati Bom Bali, Amrozi, Ali Gufron alias Mukhlas, dan Imam Samudra ditembak mati pada 9 November 2008 tengah malam. Ketiganya ditembak mati di sekitar kawasan Bukit Nirbaya, Pulau Nusa Kambangan.
Amrozi dan Ali Ghufron lalu dimakamkan di TPU Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Upacara pemakaman dipimpin ustadz Abu Bakar Baasyir. Sedangkan Imam Samudra dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Lopang Gede, Serang, Banten.
Ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai otak pelaku peledakan di Legian, Kuta, Bali, 12 Oktober 2002 silam.
Dukun As
Ahmad Suradji alias Dukun AS alias Nasib Kelewang alias Datuk adalah pelaku pembunuhan terhadap 42 orang wanita yang mayatnya dikuburkan di perkebunan tebu di Desa Sei Semayang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. pembunuhan itu dia lakukan dari tahun 1986 hingga 1997.
Kasus pembunuhan yang dilakukan Dukun As sempat menjadi pembicaraan publik. Dalam sebuah laporan, Dukun As mengaku membunuh karena hendak menyempurnakan ilmu yang sedang dipelajarinya. Agar ilmunya sempurna, dia harus membunuh 70 orang wanita dan mengisap air liur korban.
Pada tahun 27 April 1998, dia divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan terhadap wanita-wanita tersebut. Dia lalu dieksekusi pada Kamis 10 Juli 2008, tepatnya pukul 22.00 WIB oleh tim eksekusi Brigadir Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara.