5 Kiai 'Khos' di sekeliling Gus Dur
Siapakah kiai-kiai khos yang dulu pernah berada di sekeliling Gus Dur?
Saat Gus Dur masih hidup, publik kerap mendengar istilah kiai khos, atau kyai sepuh. Para kyai khos tersebut ikut andil dalam menentukan kebijakan Gus Dur saat menjadi presiden, Ketua Dewan Syuro PKB atau pun saat menjadi Ketua PBNU.
Sebelum Gus Dur menentukan sikap, biasanya kyai khos inilah yang memberi masukan kepada Gus Dur. Seperti saat jelang Pemilu 2004 silam, Gus Dur mengklaim telah didukung oleh 30 kiai khos untuk maju sebagai calon presiden.
Siapakah kiai-kiai khos yang dulu pernah berada di sekeliling Gus Dur? Berikut nama-nama kiai khos yang berhasil dihimpun merdeka.com dari berbagai sumber, Rabu (11/12):
-
Siapa yang disebut Gus Dur sebagai wali? Di mata Gus Dur sendiri, Kiai Faqih adalah seorang wali. “Namun, kewalian beliau bukan lewat thariqat atau tasawuf, justru karena kedalaman ilmu fiqhnya,” kata Gus Dur
-
Bagaimana Gus Dur mengubah namanya? Nama asli beliau, Abdurrahman Ad-Dakhil, diberikan oleh ayahnya, KH. Wahid Hasyim, dengan harapan agar Gus Dur kelak memiliki keberanian seperti Abdurrahman Ad-Dakhil, pemimpin pertama dinasti Umayyah di Andalusia. Namun, nama Ad-Dakhil kemudian diganti dengan "Wahid," yang diambil dari nama ayahnya.
-
Mengapa Gus Dur disebut sebagai Bapak Pluralisme? Kedekatan Gus Dur dengan masyarakat minoritas dan orang-orang terpinggirkan, membuatnya dikenal sebagai sosok yang plural dan menghargai semua perbedaan. Hal ini yang kemudian Gus Dur dijuluki sebagai Bapak Pluralisme Indonesia.
-
Apa itu Gulo Puan? Konon, kudapan manis yang satu ini merupakan makanan legendaris, sebab dulunya menjadi kudapan para bangsawan dan raja Kesultanan Palembang.
-
Apa saja yang dilakukan Gus Dur untuk menunjukkan toleransi dalam kehidupan berbangsa? Pasalnya beliau selama hidup selalu menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa.
-
Bagaimana Gus Dur menanamkan nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa? Pasalnya beliau selama hidup selalu menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa.
Kiai Buntet Cirebon
Buntet Pesantren yang kita kenal sekarang ini, merupakan salah satu pesantren tertua di Indonesia, berdiri sejak abad 18 M dibangun oleh Mufti Keraton Cirebon, Mbah Muqoyim yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Dengan penolakan itu, Mbah Muqoyim lebih memilih tinggal di luar tembok istana dan menjadi guru kemudian mendirikan pesantren yang kini dikenal dengan Buntet Pesantren.
Tempat yang pertama kali dijadikan sebagai pondok pesantren letaknya di Desa Bulak kurang lebih 1/2 km dari perkampungan Pesantren yang sekarang. Sebagai buktinya di Desa Bulak tersebut terdapat peninggalan Mbah Muqoyyim berupa situs makan santri yang sampai sekarang masih utuh.
Pondok Buntet Pesantren bersifat tradisional dan modern, dikatakan modern karena mengadopsi sistem sekolah modern seperti Madrasah Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi. Adapun tradisional, dikarenakan pondok Buntet ini terus mengkaji kitab-kitrab salafussholeh yang banyak mengupas seputar Al Quran, Hadits, Tafsir, Balaghoh, Ilmu gramatika bahasa Arab, dan karya-karya Akhlak maupun tasawuf dan fiqh dari para ulama terdahulu.
Dalam perkembangan selanjutnya, kepemimpinan Pondok Buntet Pesantren dipimpin oleh seorang kiai yang seolah-olah membawahi kiai-kiai lainnya yang memimpin masing-masing asrama (pondokan). Segala urusan ke luar diserahkan kepada sesepuh ini.
Lebih jelasnya periodisasi kepemimpinan Kiai Sepuh ini berturut-turut hingga sekarang dipimpin oleh kiai yang dikenal Khos yaitu KH. Abdullah Abbas (kini Almarhum), dan digantikan oleh KH. Nahduddin Abbas. Nama-nama kiai yang dituakan dalam mengurus Pondok Buntet Pesantren secara turun-termurun adalah sebagai berikut:
1. KH. Muta’ad (Periode pertama)
2. KH. Abdul Jamil
3. KH. Abbas
4. KH. Mustahdi Abbas
5. KH. Mustamid Abbas
6. KH. Abdullah Abbas
7. KH. Nahduddin Abbas (hingga sekarang)
Mbah Liem Klaten
Mbah Liem, atau KH Muslim Rifa'i Imampuro adalah pendiri Pondok Pesantren Al Muttaqin Pancasila Sakti, Klaten, Jawa Tengah. Tokoh karismatik ini wafat di usia 91 tahun saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Islam (RSI) Klaten. Beliau dimakamkan di samping makam istrinya di Pendopo Perdamaian komplek Pondok Pesantren Al Muttaqin Pancasila Sakti, Dukuh Sumberejo Wangi, Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Klaten, Kamis malam.
Meski jasadnya sudah tiada, kiprah beliau semasa hidupnya yang terus menyuarakan tegaknya Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan selalu dikenang.
Semasa hidupnya, Mbah Liem juga dikenal masyarakat luas atas kepribadiannya yang sederhana dan bersahabat. Sehingga banyak kalangan masyarakat bawah hingga para tokoh begitu dekat dan akrab dengannya.
“Pesan terakhir beliau kepada keluarga, kerabat dan para santri yakni agar selalu istiqomah,” ujar KH Jazuli A Kasmani, menantu Mbah Liem beberapa tahun lalu.
Mbah Liem, selama ini dikenal sebagai salah satu kyai khos yang dekat dengan Gus Dur. Bahkan, Mbah Liem juga dikenal disegani oleh pemimpin Orde Baru, Soeharto.
KH Ilyas Ruhiyat Cipasung
Pimpinan Pondok Pesantren (Pontren) Cipasung, KH Ilyas Ruhiat (73) wafat pada Desember 2007 silam di Kampung Cipasung, Desa Cipakat, Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Mantan Rois AM PBNU Pusat diera kepengurusan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu, meninggalkan tiga orang putra-putri, H Acep Zamzam Noor, Hj Ida Nurhalida, dan Hj Enung Nursaidah serta meninggalkan 12 orang cucu.
KH Ilyas Ruhiyat, dilahirkan di Cipasung pada 13 Januari 1934, ayahnya adalah ulama besar di kabupaten tersebut, KH Ruhiat dan ibunya Hj Aisyah.
Semasa hidupnya selain menuntut ilmu pada ayahnya, Ilyas juga mengikuti pengajian kepada sejumlah tokoh pimpinan pondok pesantren di Jawa Barat diantaranya kepada Kiai Saefulmillah, Abdul Jabar dan Ustaz Bahrum.
Kiai Ilyas Ruhiyat sendiri pada tahun 1990-an merupakan ulama NU yang sangat disegani di tingkat nasional. Pada Muktamar NU tahun 1995 di Cipasung, Tasikmalaya, Kiai Ilyas mendapat amanah untuk memimpin NU bersama Gus Dur.
Pada masa itu, Kiai Ilyas mampu membawa NU melewati masa-masa sulit karena menolak intervensi Orde Baru. Kiai Ilyas pernah pula menolak permintaan pemerintah yang memohon kesediaannya menjadi anggota MPR demi menuntut independensi NU.
Kiai Chudlori Magelang
KH Chudori Pendiri Pesantren Tegalrejo, Magelang yang juga santri KH. Hasyim Asyari adalah Sosok yang mempengaruhi pemikiran Gus Dur tentang makna dan peran agama dalam keberagaman masyarakat.
Ketika pada suatu saat Kiai Chudlori yang pernah berguru pada Hadratusy Syaikh KH Hasyim Asyari itu menerima rombongan tamu dari sebuah desa (desa tepus 10 km dari pesantren), tamu-tamu itu memiliki persoalan dan memerlukan sebuah solusi dari Kiai Chudlori.
Mereka menceritakan bahwa pada saat itu bondo deso (kas desa) yang terkumpul sedang disengketakan oleh warga. Satu pihak menginginkan kas desa digunakan untuk merehabilitasi bangunan masjid. Sedang sebagian warga yang lain menginginkan kas desa itu digunakan untuk membeli gamelan (seperangkat alat musik tradisional jawa).
Musyawarah demi musyawarah warga desa itu tidak kunjung menghasilkan kesepakatan, dan satu-satunya kesepakatan yang mereka buat adalah meminta 'fatwa' dari Kyai Chudlori.
Betapa tercengang Gus Dur karena di luar dugaannya, Kiai Chudlori memberikan fatwa bahwa sebaiknya kas desa itu dibelikan gamelan.
Hal yang sama juga terjadi di pihak warga yang menginginkan rehabilitasi masjid, mereka mempertanyakan fatwa Kiai Chudlori.
Dengan jawaban singkat Kyai Chudlori menjawab, "Nanti kalau gamelannya sudah ada, kelak masjidnya akan jadi dengan sendirinya".
Mungkin peristiwa inilah awal perkenalan Gus Dur pada pemikiran kontroversi. Selama hidupnya, Gus Dur juga pernah nyantri di pesantren Kiai Chudlori ini.
Kiai Faqih Langitan
Kiai Abdullah Faqih, Langitan, Tuban, Jawa Timur adalah sosok kyai khos yang semasa hidup begitu dekat dengan Gus Dur. Bahkan, Kiai Faqih ternyata adalah sosok utama yang mendorong majunya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden.
"Tahun 1999 menjelang Sidang Umum MPR pemilihan presiden, yang paling berperan bukan poros tengah, tapi poros Langitan yang digagas Kiai Faqih," kata Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf, Kamis, (1/3/2012) saat Kyai Faqih meninggal dunia.
Menurut Syaifullah, majunya Gus Dur sebagai calon presiden sebenarnya banyak ditentang para kiai. Namun, Kiai Abdullah Faqih justru mengundang beberapa tokoh kiai sentral NU untuk membahas masalah itu.
Mereka diundang untuk berembuk di Pondok Pesantren Langitan Tuban. Hasil pertemuan yang digagas Kiai Langitan itu akhirnya mendukung pencalonan Gus Dur untuk maju sebagai calon presiden yang didukung poros tengah.
"Beliau itu ulama besar dengan santri ribuan yang istiqomah tidak hanya bisa bicara, tapi juga ikut berjuang dengan ikhlas demi umat," kata mantan Ketua Umum GP Ansor tersebut.
Namun, belakangan Kyai Faqih berseteru dengan Gus Dur. Terbukti, Kiai Faqih merupakan salah satu penggagas berdirinya PKNU, yang saat itu menjadi rival dari PKB.
Baca juga:
Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah
Humor Gus Dur: Menteri tak berpengalaman
Starbucks jadi tempat tongkrongan favorit Gus Dur
Mengenal kiprah Gus Dur melalui Sekolah Pemikiran Gus Dur
5 Humor Gus Dur yang bikin 'ngakak guling-guling'