Adu argumen pengacara Komjen Budi dengan saksi KPK bikin tertawa
Pada sidang kemarin, KPK menghadirkan dua saksi ahli.
Sidang lanjutan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan yang digelar pada Jumat (13/2) kemarin sempat diwarnai perdebatan sengit. Kubu Komjen Budi dengan KPK saling menyudutkan untuk mempertahankan argumen masing-masing.
Kemarin KPK menghadirkan saksi ahli hukum dari UGM. KPK menunjuk Zainal Arifin Mochtar. Saat Zainal memberikan kesaksian dan pendapatnya, sempat terjadi perdebatan.
Tak hanya Zainal, KPK juga menghadirkan ahli filsafat hukum dari Unpad, Bernard Arif Sidharta. Perdebatan juga terjadi.
Berikut ini cerita lengkap perdebatan antara kubu KPK dengan pengacara Komjen Budi dalam sidang praperadilan:
-
Kapan Gunawan tertinggal rombongan mudik? Di tengah perjalanan, Senin (8/4) sekira pukul 02.00 WIB saat sopir istirahat, ia pergi ke toilet. Namun saat kembali, mobil yang ditumpanginya sudah pergi.
-
Apa saja sisa-sisa peradaban yang ditemukan di dasar Waduk Gajah Mungkur? Mereka menemukan bekas-bekas peradaban itu, seperti reruntuhan rumah, sumur tua, jembatan tua, dan juga jalur kuno yang dulunya menjadi rute gerilya Jenderal Soedirman.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Kapan Sahrul Gunawan diwisuda? Alhamdulillah, guys! Hari ini, Selasa, 21 November 2023, setelah sukses banget lulus sidang tesis bulan April kemarin, kita semua merayakan Wisuda Magister Ilmu tafsir Al Quran universitas PTIQ yang pertama.
-
Apa yang tertulis di sisir gading tertua? Pada sisir itu tertulis kalimat “semoga gading ini membasmi kutu dari rambut dan janggut”.
-
Apa yang ditemukan di bawah Candi Tribhuwana Tunggadewi? Kemudian di bawah bata terbawah dari tembok kita temukan lapisan gunung api tipis 10 cm, kemungkinan di bawahnya ada lapisan lempung dan di dalamnya mengandung artefak-artefak seperti pecahan bata, gerabah, dan sebagainya. Itu menunjukan lapisan yang mengandung artefak itu adalah artefak budaya yang kemudian terkubur abu gunung api,
KPK protes saksi ahlinya dicecar kubu Komjen Budi
Salah seorang kuasa Hukum Komjen Pol Budi Gunawan, Maqdir Ismail kembali mempermasalahkan KPK yang tidak melakukan kerja sama dengan Polri dalam pengusutan kasus Komjen Pol Budi Gunawan. Maqdir mengungkit Pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang mengatur tentang fungsi koordinasi KPK.
Hal itu ditanyakannya kepada ahli filsafat hukum, Bernard Arif Sidharta yang dihadirkan KPK sebagai saksi ahli. "Pasal 6 ditegaskan KPK mempunyai tugas: koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Jelas disebutkan, boleh diinterpretasikan dengan hal lain?" tanya Maqdir kepada Bernard, dalam sidang praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/2).
"Kalau sudah dijelaskan seperti itu, ya tidak bisa," jawab Bernard singkat.
"Boleh tidak saya gunakan interpretasi koordinasi melakukan penyelidikan? Koordinasi apa maknanya?" tanya Maqdir lagi.
"Kerjasama," jawab Bernard.
Mendengar pertanyaan tersebut, salah seorang kuasa hukum KPK, Rasamala Aritonang mengajukan keberatan kepada Hakim Sarpin Rizaldi. Menurutnya, pertanyaan itu tidak sesuai dengan kapasitas saksi ahli sebagai ahli filsafat hukum. "Ahli ini bidangnya filsafat hukum, pertanyaan yang disampaikan sangat teknis," ujar Rasamala.
"Keberatan diterima," jawab hakim Sarpin tegas.
Hakim Sarpin minta saksi KPK cuekin kubu Komjen Budi
Sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan berlangsung cukup seru. Di tengah sidang kerap terjadi perdebatan terutama dari ketua tim kuasa hukum Budi Gunawan, yaitu Fredrich Yunadi.
Mulanya, saksi ahli dari kubu KPK, Zainal Arifin Mochtar, memberikan kesaksiannya dengan mengatakan bahwa dalam aturannya, lembaga independen negara tak bisa diintervensi oleh Presiden. Ketika memasuki sesi pertanyaan, tibalah giliran Fredrich bertanya kepada Zainal, mengenai pengertian kolektif yang ada dalam penjelasan sebelumnya .
"Kalau menurut dari aturan hukum Internasional, misalnya seperti di Amerika Serikat, kolektif itu adalah," kata Zainal terputus karena langsung dipotong oleh Frederich.
"Dari tadi anda nyebut-nyebut hukum Amerika, Amerika. Jangan disamakan dong. Kita kan sekarang lagi di Indonesia, ya kita pakai hukum Indonesia," kata Frederich dengan nada meninggi.
Zainal yang sebelumnya ditanya oleh Frederich itu kemudian menjawab. "Tadi saudara menginginkan saya untuk menjelaskan mengenai pengertian kolektif, ya saya harus jelaskan secara runut dong, tidak dapat dipakai menurut satu pengertian saja," kata Zainal coba menjelaskan.
"Kita pakai hukum Indonesia, kenapa anda terus-terusan menyebut Amerika Amerika seperti itu," kata Frederich menanggapinya dengan suara yang makin meninggi.
Lantas, pengunjung sidang dan para pengacara tim KPK pun langsung tertawa riuh demi mendengar kata-kata Frederich yang cukup keras tersebut, hingga hakim Sarpin Rizaldi buru-buru menengahinya demi menetralisir suasana sidang.
"Sudah, pertanyaan pemohon tidak perlu saudara saksi menjawabnya," kata Hakim Sarpin kepada Zainal.
Emosi ke kubu KPK tanpa sebab, kuasa hukum BG ditertawakan
Salah satu dari tim kuasa hukum Budi Gunawan, Frederich Yunadi ditertawakan oleh sejumlah peserta sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Frederich ditertawakan karena membentak salah satu saksi ahli dari tim KPK, Zainal Arifin Mochtar.
Kejadian itu berawal ketika Frederich merasa tak puas dengan jawaban dari Zainal mengenai perbedaan azas dari kalimat 'kolektif' dan 'bersama-sama' dalam konteks UU No 30/2003 tentang KPK.
"Memang, dalam Pasal 21 UU KPK pun yang dimaksud kolektif adalah bersama-sama. Sementara, kalau kolegial itu adalah musyawarah," kata Zainal dalam kesaksiannya di PN Jaksel, Jumat (13/2).
Frederich pun terlihat mulai naik pitam, saat saksi ahli itu hendak memberikan contoh berupa UU serupa milik Komisi Yudisial (KY). Dalam undang-undang itu disebutkan mengenai hal sama dengan pemahaman dari UU yang disebutkan sebelumnya. Namun, belum sampai Zainal meneruskan contohnya itu, Frederich langsung membentaknya.
"Saya tidak minta ahli mencontohkan UU KY. Saya konteks kan pertanyaan saya ini dengan UU KPK. Lalu kenapa harus menjelaskan sesuatu hal yang berbeda?" kata Frederich sambil membentak.
Tak pelak lagi, sejumlah pengunjung sidang pun langsung tertawa melihat kelakuan sang pengacara yang entah kenapa tiba-tiba seperti naik pitam tanpa sebab.
Hal itu pun sempat membuat suasana ruang sidang berubah jadi riuh dengan tertawaan bagi pengacara tersebut. Di barisannya, beberapa kuasa hukum KPK pun senyum-senyum melihat kondisi seperti itu.
Putusan KPK tetap sah meski pimpinan tak 5 orang
Zainal Arifin Mochtar, saksi ahli dari pihak KPK yang merupakan dosen dari Universitas Gajah Mada mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sah jika dalam pengambilan keputusan jumlah pimpinannya kurang dari lima orang. Menurutnya, aspek hukum dalam strukturalisasi yang dibangun di dalam lembaga antirasuah tersebut, tidak memungkinkan jika keharusan mengenai kuorum lima orang itu harus selalu dipenuhi dalam setiap pengambilan keputusan.
"Dalam konteks struktur dan pasal-pasal di UU KPK, mustahil menganggap pimpinan KPK itu harus lima orang," ujar Zainal dalam sidang Praperadilan yang diajukan Komjen Pol Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/2).
Zainal mengatakan, jumlah pimpinan KPK yang saat ini hanya berjumlah empat orang tetap sah sesuai dengan masa jabatan mereka. Sebab, Busyro Muqoddas telah demisioner dan belum ada penggantinya.
"Masak cuma gara-gara itu KPK tidak aktif ? Tidak kan," kata Zainal menegaskan.
Dia mengambil contoh lain, dalam UU Nomor 30/2002 tentang KPK, pimpinan KPK dilarang menangani perkara yang tersangkanya memiliki hubungan keluarga atau sedarah.
Zainal menegaskan bahwa melalui UU ini, misalnya jika ada perkara tindak pidana korupsi yang tersangkanya memiliki hubungan darah dengan salah satu pimpinan KPK, maka dalam hal itu pimpinan KPK yang ikut memutuskan mengenai perkara pasti tidak sampai lima orang.
"Jika ada contoh demikian, lalu apakah lantas KPK tidak dapat memutuskan perkara itu ? Kan tidak juga," tambahnya.