Tolak Lurah Susan, mestinya juga minta nama kampung diganti
"Lurah kan sebagai pemimpin warga. Seharusnya, dia itu didukung sama warganya bukan ditolak."
Lenteng Agung berasal dari Klenteng Agung yang merupakan tempat ibadah etnis Tionghoa. Ketika itu, wilayah tersebut lebih banyak ditempati oleh etnis-etnis Tionghoa.
"Kemudian, bangsa China membuat tempat peribadatan atau Klenteng di sekitar daerah tersebut dan tidak jauh dari Pondok Cina. Klenteng itu besar dan diagungkan oleh etnis China pada saat itu jadi dinamakan Klenteng Agung," ujar sejarawan Alwi Shahab.
Namun, seiring perkembangan zaman, etnis Tionghoa tersebut memilih pergi dari daerah tersebut karena telah banyak ditempati warga-warga asli Lenteng Agung.
Menilik dari asal usul Lenteng Agung, masyarakat daerah tersebut sudah mengenal keragaman dari awal mula terbentuknya daerah tersebut. Kehidupan keberagaman yang damai di daerah tersebut juga menjadi salah satu ciri khas daerah yang terletak di ujung Jakarta Selatan ini.
Namun, belakangan ini sebagian warga Lenteng Agung menolak kehadiran Lurah Lenteng Agung Susan Jasmine Zulkifli dengan alasan berbeda keyakinan dengan mayoritas warga yang dianutnya. Selain itu, warga Lenteng Agung juga meminta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama atau Ahok untuk mengevaluasi penempatan Lurah Susan di Lenteng Agung.
Namun demikian, tidak semua warga Lenteng Agung menolak keberadaan Lurah Susan.
Wati (39), warga RW 03 mengatakan warga Lenteng Agung harus bisa menerima perbedaan dengan adanya Lurah Susan yang berbeda keyakinan dengan mayoritas warganya. Seharusnya, para warga melihat kinerja Lurah Susan bukan malah menolak kehadirannya.
"Lurah kan sebagai pemimpin warga. Seharusnya, dia itu didukung sama warganya bukan ditolak," ujar dia kepada merdeka.com di Jakarta, Kamis (03/10).
Menurut dia, sejarah Lenteng Agung telah mengenal keberagaman. Selain itu, kerukunan umat beragama yang ada di Lenteng Agung sangat erat dan tidak ada persaingan bahkan pertikaian.
"Kami sama-sama selalu menghormati satu sama lain. Bukan hanya seagama bahkan yang berbeda agama pun harus seperti itu," tegas dia.
Warga lain juga menyatakan, kalau menolak Lurah Susan, mestinya juga konsisten minta nama kampung diganti.
Sementara itu, Dhika (38) warga RW 03 menyayangkan sikap warga Lenteng Agung yang menolak keberadaan Lurah Susan. Dia mengatakan warga Lenteng Agung harus melihat kinerja Lurah Susan terlebih dahulu, sehingga lebih obyektif menilai Lurah Susan pantas atau tidak untuk memimpin daerah tersebut.
"Jangan melihat dari agamanya. Kalau kinerjanya bagus kenapa didemo," kata dia.
-
Kapan Luweng Wareng terbentuk? Gua ini terbentuk ribuan tahun lalu akibat proses geologi amblasnya tanah dan vegetasi yang ada di atasnya ke dasar bumi.
-
Mengapa Luweng Wareng terbentuk? Gua ini terbentuk ribuan tahun lalu akibat proses geologi amblasnya tanah dan vegetasi yang ada di atasnya ke dasar bumi. Runtuhan tersebut akhirnya membentuk sinkhole atau sumuran, yang dalam bahasa Jawa disebut luweng.
-
Apa itu Leuhang? Diberi Nama Leuhang Menurut Ketua KWT Mina Lestari 012, Tina Maretina, sauna herbal ini memiliki nama Leuhang. Leuhang disebut mampu membuat tubuh siapapun kembali bugar. Terapi ini merupakan cara orang-orang Sunda zaman dulu untuk mengobati sejumlah penyakit melalui perantara uap berbahan rempah-rempah.
-
Apa itu Tuanku Lareh? Melansir dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, Tuanku Lareh adalah sebuah jabatan adat yang dibuat langsung oleh pemerintah kolonial. Untuk jabatan ini secara umum dipilih dari kalangan penghulu yang tersohor di sebuah wilayah. Apa itu Tuanku Lareh? Gelar Tuanku Lareh atau dalam bahasa Belanda dinamakan "Larashoofd" yang berarti Kepala Laras ini dulunya menjadi jabatan bergengsi.
-
Apa itu Lenggang? Di samping Pempek yang begitu terkenal dan menjadi ikon dari Kota Palembang ini terdapat satu kuliner bernama Lenggang. Makanan ini hampir mirip seperti Pempek yaitu menggunakan bahan dasar tepung terigu dan olahan daging ikan.
-
Kapan Adipati Lumajang meninggal? Adipati Lumajang, (Putra/Cucu Suropati), meninggal dilereng selatan Gunung Semeru pada tahun 1767.