Alasan Polisi Setop Usut Laporan Mahasiswi PKL yang Mengaku Jadi Korban Pelecehan Seksual di NTB
Polisi menghentikan penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan mahasiswi kampus ternama yang sedang menjalani program PKL di salah satu hotel.
Polres Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat(NTB) menghentikan penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan mahasiswi kampus ternama yang sedang menjalani program praktik kerja lapangan (PKL) di salah satu hotel.
- Polisi Inisial R Diperiksa Usai Siswa SMKN 4 Semarang Tewas Diduga Ditembak, Tes Urine Negatif Narkoba & Alkohol
- Alami Pelecehan Seksual, 4 Mahasiswi FISIP Unhas Laporkan Dosen
- Ironis, Mahasiswi Korban Pelecehan Seksual di NTB Malah Jadi Tersangka ITE Usai Lapor Kasus ke Polisi
- Polisi Sudah Periksa 15 Saksi Terkait Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Rektor UP
Alasan Polisi Setop Usut Laporan Mahasiswi PKL yang Mengaku Jadi Korban Pelecehan Seksual di NTB
Belakangan pelapor justru dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Polisi beralasan laporan mahasiswi yang mengaku dilecehkan manajer hotel berinisial AK
itu tidak cukup bukti, sehingga kasusnya dihentikan. "Jadi, keterangan saksi dengan korban tidak ada yang sejalan. Kalau CCTV, memang ada di lokasi, tetapi yang mengarah langsung ke tempat kejadian, belum kami temukan, makanya penanganan laporan ini kami hentikan," kata Kepala Satreskrim Polres Lombok Utara Iptu Ghufron Subeki dikutip dari Antara, Jumat (10/5).
Kepala Seksi Humas Polres Lombok Utara Ipda Made Wiryawan turut menambahkan, berdasarkan hasil gelar perkara, penyelidik tidak menemukan kelengkapan alat bukti dalam kasus itu. "Jadi, waktu kami lakukan gelar perkara, kami kekurangan syarat, seperti kurang alat bukti," ujarnya.
Belakangan, mahasiswi yang melaporkan justru dijadikan tersangka pelanggaran pelanggaran ITE`karena beberapa kali mengunggah status di media sosial pribadinya dengan kalimat yang menyudutkan AK atas dugaan pelecehan. AK melaporkan korban ke Polda NTB.
"Jadi, klien kami ini sudah terlanjur sakit hati dengan unggahan-unggahan yang bersangkutan di media sosialnya itu, namanya sudah tercoreng dengan adanya tuduhan itu," kata Lalu Anton Hariawan, kuasa hukum AK.
"Makanya klien kami ini memilih melapor ke Polda NTB," lanjutnya.
Lalu menyarankan mahasiswi tersebut kembali menempuh jalur hukum apabila masih belum terima alasan penghentian laporan di Polres Lombok Utara, bukan memainkan isu yang belum jelas kebenarannya di media sosial.
"Kalau memang ada alat bukti baru, silakan lapor kembali, biar jelas jadi terang benderang, kami tidak permasalahkan, mau itu di polres, polda, Mabes Polri, silakan, kami menjunjung tinggi proses hukum yang berjalan," ujarnya.
Namun, sebaliknya apabila laporan dugaan pelecehan itu kembali dinyatakan tidak terbukti, Anton mengingatkan agar mahasiswi tersebut menerima konsekuensi hukum atas unggahannya di media sosial. "Kalau pada akhirnya tidak terbukti, yang bersangkutan harus siap menerima konsekuensi hukum atas laporan klien kami di Polda NTB" ucap dia.
Dari penanganan laporan AK, Polda NTB terungkap telah menetapkan korban dugaan pelecehan seksual itu sebagai tersangka yang diduga melanggar Undang-Undang ITE.
Atas adanya persoalan ini, korban yang menjadi tersangka kasus ITE di Polda NTB mendapatkan pendampingan hukum dari Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB.
Yan Mangandar, Ketua PBHM NTB memberikan klarifikasi terkait unggahan status media sosial dari mahasiswi PKL tersebut. "Bahwa unggahan status itu tidak menyebut identitas siapa pun dan lokasi di mana pun. Unggahan itu juga sudah dihapus sepuluh hari kemudian," ujar Yan.