Alexander Marwata Akui Dengar Cerita soal Kapolda Metro Ancam Pimpinan KPK
"Saya hanya mendengar cerita dari beberapa pimpinan begitu, benar atau tidaknya nanti yang bersangkutan sendiri," ujar Alex.
Alex sendiri mengaku tidak pernah menerima ancaman tersebut.
- Terungkap, Alex Marwata Belum Pernah Diperiksa Dewas KPK Meski Kabar Pertemuan dengan Pejabat Bea Cukai Tersandung Kasus Beredar
- Kapolda Metro Sebut Pertemuan dengan Eko Darmanto Bisa Dikategorikan Pidana, Ini Pembelaan Alexander Marwata
- Pegiat Antikorupsi Harap Kapolda Segera Tahan Dua Pimpinan KPK, Tak Sabar Firli Bahuri Segera Pakai Baju Oranye
- Pimpinan KPK Alexander Tegaskan Tak Ada Tekanan di Kasus Harun Masiku
Alexander Marwata Akui Dengar Cerita soal Kapolda Metro Ancam Pimpinan KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengakui mendengar cerita adanya intervensi dalam menangani kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Perkerataapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub).
Intervensi berupa ancaman itu disebut dilakukan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto.
"Saya hanya mendengar cerita dari beberapa pimpinan begitu, benar atau tidaknya nanti yang bersangkutan sendiri," ujar Alex dalam keterangannya, Kamis (21/12).
Alex sendiri mengaku tidak pernah menerima ancaman tersebut. Alex menyebut karena dirinya dan Karyoto sama-sama tak menyimpan nomor satu sama lain.
"Kebetulan yang bersangkutan atau saya enggak punya nomor HP-nya. Enggak pernah telepon saya," kata Alex.
Sebelumnya, dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri mengungkap sejumlah hal.
Firli diketahui menggugat Polda Metro Jaya karena tak terima dijerat tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo alias SYL.
Dalam replik atau tanggapan atas eksepsi Polda Metro Jaya, Firli mengungkap penetapannya sebagai tersangka bukan murni penegakan hukum.
Replik dibacakan Ian Iskandar selaku tim kuasa hukum Firli Bahuri dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (12/12).
Dalam replik itu, Firli Bahuri menyebut Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menetapkannya sebagai tersangka untuk melindungi pengusaha asal Yogyakarta Muhammad Suryo.
Suryo disebut tersandung kasus dugaan suap proyek rel kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Tak hanya itu, Firli juga menyebut Karyoto mengancam pimpinan KPK untuk tidak menetapkan Suryo sebagai tersangka.
"Bahwa penyelidikan dan penyidikan perkara a quo, menurut pemohon, tidak bisa dianggap sebagai suatu upaya penegakan hukum yang murni, mengingat rekam jejak panjang hubungan antara pemohon dengan termohon," ujar Ian Iskandar.
Firli meyakini penetapan tersangka terhadapnya dilatari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terkait proyek rel kereta di DJKA Kemenhub pada 12 April 2023.
Dalam OTT itu, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka, di antaranya, PPK Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Bagian Tengah (BTP Jabagteng) Bernard Hasibuan dan Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto.
Dalam persidangan kasus ini terungkap adanya sleeping fee untuk Suryo sebesar Rp9,5 miliar dari yang dijanjikan Rp11,2 miliar.
Firli menyebut, pada 13 April 2023 atau sehari setelah OTT, Suryo mendatangi Dion dan Bernard yang saat itu sudah ditahan di Polres Jaksel dan Polres Jaktim.
Suryo mengancam Dion dan Bernard untuk tidak menyebut namanya
"Muhammad Suryo bisa menemui Dion Renato Sugiarto dan Bernard Hasibuan yang ditahan di Polres Jaksel dan Polres Jaktim karena dibantu dan difasilitasi oleh Kapolda Metro Jaya. Dengan kejadian ancaman tersebut maka Dion Renato Sugiarto dan Bernard Hasibuan dipindahkan penahanannya ke Rutan KPK," bunyi replik Firli Bahuri.
Saat itu, Karyoto langsung menelepon direktur penyelidikan KPK. Dengan emosi, Karyoto mengancam bakal menetapkan pimpinan KPK sebagai tersangka jika Suryo ditetapkan tersangka.
Dalam gelar perkara pada 21 Agustus 2023, KPK mengembangkan penyidikan kasus suap di DJKA. Kasus ini meluas menjadi lima klaster, termasuk di dalamnya ada nama Suryo bersama pihak lain sebagai penerima.
"Lagi-lagi Kapolda Metro Jaya mendatangi Nawawi Pomolango (Ketua sementara KPK) dan menyampaikan kata-kata, 'jangan menersangkakan Suryo, kalau Suryo ditersangkakan, maka Pak Ketua akan ditersangkakan.' Hal ini disampaikan oleh Nawawi Pomolango kepada Alex Marwata,"
katanya.
merdeka.com
Selanjutnya, Alex dan Johanis Tanak membahas tindak lanjut hasil gelar perkara tersebut. Namun, agenda yang sedianya digelar 6 Oktober 2023 batal karena penyidik perkara DJKA sedang bertugas di luar kota.
Agenda itu kemudian digelar pada 9 Oktober 2023 dengan agenda ekpose atau gelar perkara untuk menindaklanjuti hasil gelar perkara 21 Agustus 2023.
"Selain mengancam Nawawi Pomolango, Kapolda Metro Jaya juga melakukan ancaman kepada Nurul Ghufron agar jangan menetapkan Muhammad Suryo sebagai tersangka. Jika Muhammad Suryo ditetapkan sebagai tersangka maka semua pimpinan KPK RI akan ditetapkan sebagai tersangka semua,"
katanya.
merdeka.com
Dalam replik, Firli juga menyebut ancaman itu juga disampaikan Karyoto kepada Johanis Tanak melalui telepon. Johanis Tanak yang menerima telepon dari karyoto membuka pengeras suara ponselnya sehingga didengar oleh ajudan dan sopirnya. Johanis Tanak kemudian menyampaikan hal itu kepada Alex Marwata.
"Sehingga dengan demikian, pada dasarnya penegakan hukum yang dilakukan oleh termohon bukan berdasarkan bukti tetapi untuk menyembunyikan dan melindungi Muhammad Suryo dan kawan-kawan agar tidak ditetapkan sebagai tersangka korupsi pada perkara DJKA,"
katanya.
merdeka.com
Atas dasar itu, Firli meminta PN Jaksel mengabulkan seluruh permohonan gugatan praperadilan yang diajukannya.
Firli meminta PN Jaksel menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan Karyoto dan Polda Metro Jaya kepadanya atas kasus dugaan pemerasan terhadap SYL tidak sah.
Firli juga meminta PN Jaksel menyatakan penyidikan dan sprindik kasus dugaan pemerasan terhadap SYL yang menjeratnya tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat. Namun PN Jaksel menolak permohonan Firli tersebut.