Bacakan Duplik, Djoko Tjandra Sebut jadi Korban Iming-Iming Fatwa MA Jaksa Pinangki
"Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra sama sekali tidak memiliki mens rea/devil’s mind, maksud jahat atau niat jahat untuk melakukan tindak pidana yang didakwakan dan dituntut penuntut umum," kata Soesilo ketika bacakan duplik saat persidangan.
Tim pengacara terdakwa Joko Sugiarto Tjandra alias Djoko Tjandra membacakan duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung atas pleidoi dalam perkara dugaan korupsi penghapusan red notice atau DPO dan kasus kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Kamis (25/3). Pengacara Djoko Tjandra, Soesilo Ariwibowo mengatakan bahwa kliennya sama sekali tidak memiliki niat untuk melanggar tindak pidana, sebagaimana yang tertuang dalam dakwaan.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Sepur Kluthuk Jaladara diresmikan? Kereta api uap ini diersmikan pada tahun 2009 oleh Menteri Perhubungan saat itu, Jusman Syafi'i Djamal.
-
Apa yang dilakukan Menhan Prabowo Subianto bersama Kasau Marsekal Fadjar Prasetyo? Prabowo duduk di kursi belakang pesawat F-16. Pilot membawanya terbang pada ketinggian 10.000 kaki.
-
Kapan Djamaluddin Adinegoro lahir? Gunakan Nama Samaran Djamaluddin Adinegoro lahir di Talawi, sebuah kecamatan di Sawahlunto, Sumatra Barat pada 14 Agustus 1904.
-
Kenapa Prabowo Subianto dan Jenderal Dudung menggandeng tangan Jenderal Tri Sutrisno? Momen ini terjadi ketika ketiga jenderal tersebut sedang berjalan masuk ke dalam sebuah ruangan atau tempat digelarnya gala dinner seusai mengikuti rangkaian parade senja atau penurunan upacara bendera merah putih.
-
Siapakah Letkol Atang Sendjaja? Nama Atang Sendjaja diketahui berasal dari seorang prajurit kebanggaan Jawa Barat, yakni Letnan Kolonel (Letkol) Atang Sendjaja.
Menurutnya, pengakuan itu sebagaimana telah disampaikan dalam nota pembelaan terdakwa maupun penasihat hukum, serta berdasarkan kesaksian fakta-fakta selama persidangan digelar.
"Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra sama sekali tidak memiliki mens rea/devil’s mind, maksud jahat atau niat jahat untuk melakukan tindak pidana yang didakwakan dan dituntut penuntut umum," kata Soesilo ketika bacakan duplik saat persidangan.
Terlebih, lanjut dia, niat Djoko Tjandra yang ingin pulang ke Indonesia lebih besar, ketimbang upaya hukumnya untuk melakukan peninjauan kembali (PK) atas kasus hak tagih atau cassie Bank Bali yang menjeratnya.
"Satu-satunya niat Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah pulang ke tanah air yang dicintainya. Lebih daripada niatnya hendak melakukan upaya hukum (PK) peninjauan kembali," ujarnya.
Padahal, Soesilo mengklaim kalau kliennya adalah korban penipuan atas iming-iming yang dijanjikan Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk memberikan bantuan pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA)
"Setelah action plan dia batalkan dan upaya hukum permohonan Fatwa MA yang dijanjikan oleh saksi Pinangki Sirna Malasari tidak terwujud dan tidak lebih daripada hanya suatu penipuan belaka," tuturnya.
"Oleh karena itu, berdasar azas hukum universal 'action non facit reum, nisi mens sit rea', yang artinya suatu tindakan tidak membuat orang bersalah jika tidak ada niat/maksud jahat. Maka sudah sepatutnya dan seharusnya Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra bebas dari seluruh dakwaan dan tuntutan penuntut umum," tambahnya.
Dituntut 4 Tahun Penjara
Sebelumnya, JPU menuntut Djoko Tjandra dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Djoko Tjandra menghadapi tuntutan dalam dua kasus sekaligus, yakni terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
Jaksa menilai Djoko terbukti telah menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.
Selain itu, Djoko juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA. Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu. Jaksa menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Jaksa menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Baca juga:
Kasus Suap Fatwa MA, Djoko Tjandra Bacakan Duplik Siang Ini
Jaksa Bantah Pledoi Djoko Tjandra Soal Locus Delicti & Konsultan Fee ke Pinangki
Jaksa Bantah Djoko Tjandra Soal Klaim Jadi Korban Penipuan Pinangki-Andi Irfan
Sidang Replik, Kuasa Hukum Djoko Tjandra Harap JPU Tanggapi Semua Pledoi
Minta Dibebaskan dari Tuntutan, Djoko Tjandra Ingin Menikmati Hari Tua Bersama Cucu