BKKBN: 60 Persen Remaja Usia 16-17 Tahun Sudah Berhubungan Seks
Peran orang tua dan pendidikan bahaya seks bebas penting untuk menekan fenomena ini.
Peran orang tua dan pendidikan bahaya seks bebas penting untuk menekan fenomena ini.
BKKBN: 60 Persen Remaja Usia 16-17 Tahun Sudah Berhubungan Seks
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat usia remaja di Indonesia sudah kerap kali berhubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun sudah tercatat sebanyak 20 persen.
- UGM Jelaskan Kasus Pelecehan Mahasiswi Terjadi 2016, Kakak Wamenkum HAM Baru Diberhentikan di 2022
- Heboh Pengurus BEM Lecehkan Mahasiswi Baru, Ini Penjelasan UNY
- Tak Banyak yang Tahu, Apakah Tumbuhan Melakukan Hubungan Seks dalam Hidupnya? Simak Fakta Unik di Baliknya
- Tahanan Wanita di Polda Sulsel Alami Pelecehan Seksual
Lalu diikuti dengan rentang umur 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen.
Hal itu diungkapkan BKKBN menurut data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017. "Usia hubungan seks semakin maju, sementara itu usia nikah semakin mundur, dengan kata lain semakin banyak seks di luar nikah," kata ketua BKKBN Hasto Wardoyo kepada merdeka.com, Sabtu (5/8).
Hasto menjelaskan fenomena dari maraknya seks bebas di kalangan remaja disebabkan dari beberapa faktor. Dimulai dari adanya perubahan pada tubuh wanita yang setiap tahunnya mengalami kemajuan masa pubertas, sekaligus masa menstruasi.
"Jadi manusia dulu itu kalau perempuan menstruasi jaman nenek moyang kita dulu bisa umur 17 atau 18 tahun,” ujarnya.
"Kalau sekarang menstruasi pertama kali di masa puber itu 12,5 tahun. Sehingga ketika sejak umur itu sudah menstruasi," kata Hasto.
Secara bersamaan, pada umur 12,5 tahun, perempuan mengalami perubahan dalam tubuhnya. Seperti mulai tumbuhnya payudara serta pada bagian bokong yang sudah mulai terbentuk.
Fakto lainnya terletak pada pengaruh media sosial. Ini menyebabkan timbulnya seks bebas. Fenomena ini seperti halnya dalam gaya berpacaran.
Hasto pun membandingkan dengan gaya pacaran orang lawas. Dimana sepasang kekasih hanya dapat bertukar surat saja dan jarang bertemu.
"Tapi sekarang orang pacaran pegangan tangan, jadi sudah lebih dari 75 persen. Nanti sekitar 25 persen sudah bergaya ciuman," ujarnya.
Berbeda pada masa kini, berboncengan dengan pasangan menjadi lumrah. Terlebih telah terjalin komunikasi yang intens sehingga membuat perubahan besar yang menyebabkan adanya rangsangan emosional seksual.
"Sekarang ini gaya pacaran komunikasi antara laki-laki dan perempuan bisa jatuh dalam keadaan bersyahwat," jelasnya.
Hasto menerangkan, anak-anak yang kekurangan kasih sayang dari orang tua atau broken home turut menjadi pemicu. Karena keluarga merupakan tempat terbaik bagi anak untuk berbagi cerita.
Namun apabila hal itu tidak ada, anak akan kehilangan sosok yang dapat dibagi cerita sekaligus pelindungnya.
"Anak-anak yang tidak bisa curhat ke orangtuanya kemudian dia akan curhat ke teman sebayanya,” kata Hasto.
"Hal-hal seperti inilah yang kemudian boleh dikaitkan dengan ketika keluarga itu ada broken home, banyak perceraian, kemudian akhirnya anak tidak bisa leluasa curhat ke orangtuanya karena bermasalah," imbuhnya
Hasto mengatakan, sistem pendidikan Indonesia masih belum dapat menerima kurikulum menyangkut bahaya sek bebas. Kondisi ini diperparah gaya masyarakat yang malas membaca.
"Sehingga pengetahuan mengenai seks dan reproduksinya enggak maju tapi nafsu seksnya maju," tegas Hasto.
Menurut survei di beberapa negara, pendidikan bahaya seks bebas dapat mengurangi kecenderungan anak-anak melakukan itu.
Di Indonesia, resiko akibat dari seksual bebas menyebabkan kanker mulut dan rahim berada di urutan nomor dua.