Cerita Jenderal Polisi Ditunjuk Jadi Dubes Myanmar, Tangani Langsung Konflik Rohingya
Iza Fadri membagikan kisahnya saat ditunjuk menjadi Dubes Indonesia untuk Myanmar, dan ditugaskan menangani konflik Rohingya.
Cerita Jenderal Polisi Ditunjuk Jadi Dubes Myanmar, Tangani Langsung Konflik Rohingya
Komjen Pol Purnawirawan Iza Fadri menceritakan pengalamannya saat menjadi Duta Besar (Dubes) Myanmar di tahun 2018 sampai 2023.
Hal itu dia ceritakan dalam Focus Group Disscusion bertajuk 'Optimalisasi Diplomasi Internasional Polri dalam Rangka Penanganan Kejahatan Transnasional Melalui Penguatan Atase dan Staf Teknis Polri, Tangerang Selatan, Selasa (7/5).
Iza Fadri membagikan kisahnya saat ditunjuk menjadi Dubes Indonesia untuk Myanmar saat masih aktif di kepolisian, dan ditugaskan menangani konflik Rohingya.
"Disampaikan juga pada waktu itu, bahwa Myanmar sebagai salah satu kedutaan kita yang high profile. Yang pertama karena dia bagian dari ASEAN, yang kedua banyak masalah. Terutama pada waktu itu adalah masalah Rohingya," tutur Fadri di Pusat Misi Internasional Polri, Tangerang Selatan.
Fadri mengungkapkan, dia sejatinya sudah sering ikut dalam kegiatan multirateral yang bersifat hukum. Namun menjadi perwakilan suatu negara adalah pengalaman baru bagi Fadri.
Fadri harus belajar banyak mengenai bagaimana kondisi sosial budaya Myanmar. Lalu Fadri menemukan kedekatan hubungan antara Myanmar dan Indonesia yang saling bertimbal balik.
"Myanmar pada saat kemerdekaan, dialah yang mendukung kita. Kemudian kita juga yang mendorong mereka, pada saat mereka masih di bawah junta untuk bergabung bersama ASEAN. Walaupun sekarang kembali ke junta," tutur Fadri.
Ia juga menemukan kemiripan karakteristik antara Indonesia dan Myanmar yang sama-sama memiliki masyarakat yang multikultur.
"Ada 136 etnik di sana (Myanmar)," ungkapnya.
Terkait dengan penanganan konflik Rohingnya, Fadri menceritakan saat itu pemerintah Indonesia sudah lakukan upaya mediasi untuk selesaikan konflik. Namun upaya tersebut belum menemukan titik temu.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) bersama Menteri Politik, Hukum, dan HAM (Menpolhukam), Wiranto yang menjabat pada saat itu melakukan upaya mediasi lewat pertemuan antara presiden, panglima militer, dan Aung San Suu Kyi. Namun upaya tersebut belum menemukan titik temu.
"Tetapi kalau saya lihat dari gesture pejabat, terutama pejabat militer di Myanmar pada waktu itu, mereka tidak merespons langkah-langkah kita sebagai mediasi dalam masalah Rohingya," ucapnya.
Sementara soal kejahatan transnasional, Fadri menyebut narkotika dan perdagangan orang merupakan masalah utama di negara Myanmar.
Ia menyebut, saat itu transaksi narkotika Myanmar jadi yang terbesar di dunia.
"Tahun 2019 UNDP melansir bahwa narkotik dan amphetamin dari Myanmar itu sudah mencapai, kalaku narkotiknya ranking 1 di dunia. Amphetaminnya ranking 2 atau tiga," ucap dia.
Dengan kondisi itu Fadri menginisiasi adanya Atase Polisi serta penyusunan prosedur dalam menangani persoalan narkotika.
"Kita mengirimkan naskah-naskah akademik dan sebagainya," pungkasnya.
Reporter magang: Antik Widaya Gita Asmara