Dalam proyek e-KTP, konsorsium susun risiko politik
Jaksa penuntut umum KPK, Abdul Basir mengonfirmasi risiko politik terhadap Isnu Edhi Wijaya, Dirut PNRI 2009-2012, yang hadir sebagai saksi pada persidangan dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Sidang tindak pidana korupsi proyek e-KTP kembali mengungkap fakta perihal kongkalikong konsorsium terhadap DPR. Konsorsium menyusun resiko-resiko yang akan dihadapi dalam pengerjaan proyek tersebut, salah satunya risiko politik.
Jaksa penuntut umum KPK, Abdul Basir mengonfirmasi resiko politik terhadap Isnu Edhi Wijaya, Dirut PNRI 2009-2012, yang hadir sebagai saksi pada persidangan dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Isnu mengelak adanya risiko tersebut, termasuk menampik adanya komunikasi politik terhadap DPR guna memuluskan proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
"Saya tidak pernah komunikasi dengan orang DPR," ujar Isnu disinggung mengenai risiko proyek e-KTP, Senin (23/10).
"Anggaran butuh persetujuan baru setelah 2012?" tanya jaksa Abdul Basir.
"Saya tidak faham soal anggaran," ujar Isnu.
Jaksa kembali mengonfirmasi adanya risiko-risiko yang disusun konsorsium PNRI. Namun, Isnu kembali mengelak fakta tersebut. Ketua majelis hakim, Jhon Halasan Butarbutar mengambil alih jalannya persidangan dengan kembali menanyakan pertanyaan yang disampaikan jaksa penuntut umum KPK. Jawaban Isnu kembali terulang dengan bantahan.
Gusar dengan sikap Isnu, Jaksa menampilkan barang bukti berupa sebuah surat yang disita KPK dari kantor PNRI, di hadapan majelis hakim.
"Ke sini maju. Barang bukti surat 5 Oktober 2011 ditandatangani Isnu Edhi. Ada sepuluh resiko dalam proyek, (salah satu risiko) adalah resiko politik. Anggaran tidak akan disetujui disebabkan partai di DPR. Apa yang harus dilakukan, bangun komunikasi proaktif dengan DPR agar anggaran disetujui?" ujar jaksa Abdul Basir sambil memperlihatkan barang bukti.
"Saya tidak ingat," ujar Isnu.
"Ini kami sita dari kantor anda," cecar jaksa.
Seperti diketahui, dalam proyek e-KTP negara dirugikan Rp 2,3 Triliun dari nilai proyek Rp 5.9 Triliun. Andi sebagai terdakwa didakwa memperkaya diri sendiri dari proyek tersebut sebesar 11 persen atau senilai Rp 574.200.000.000 bersama Setya Novanto.
Sementara PNRI sebagai peserta konsorsium sekaligus pemenang lelang mendapat keuntungan Rp 107.710.849.102
Baca juga:
Sakit, Anas Urbaningrum batal bersaksi di kasus e-KTP
Hari ini, Miryam S Haryani dengarkan pembacaan tuntutan JPU KPK
Kasus e-KTP, Irman kembali diperiksa KPK
2,5 Jam diperiksa MA, peneliti ICW beberkan kejanggalan putusan Hakim Cepi
Badan Pengawas MA segera periksa Hakim Cepi karena menangkan Novanto
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Apa yang dikatakan oleh Agus Rahardjo terkait kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Mengapa kasus korupsi Bantuan Presiden diusut oleh KPK? Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan," ujar Tessa Mahardika Sugiarto. Dalam prosesnya, kasus itu pun bercabang hingga akhirnya terungkap ada korupsi bantuan Presiden yang kini telah proses penyidikan oleh KPK.