Dalih agar Setya Novanto dibebaskan dari status tersangka korupsi
Dalih agar Setya Novanto dibebaskan dari status tersangka korupsi. Tim kuasa hukum Setya Novanto akan menghadirkan empat ahli dalam lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR itu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa. Novanto ingin menggugat status tersangka dari KPK terkait kasus dugaan korupsi e-KTP
Tim kuasa hukum Setya Novanto akan menghadirkan empat ahli dalam lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR itu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa. Novanto ingin menggugat status tersangka dari KPK terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
Tiga saksi itu adalah ahli hukum pidana Romli Atmasasmita, ahli hukum administrasi negara I Gde Pantja Astawa, dan ahli pidana hukum acara Chairul Huda. Para ahli itu memaparkan serangkaian teori mengenai mekanisme pengangkatan penyidik, jumlah alat bukti hingga penetapan tersangka yang sah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang.
Profesor Romli Atmasasmita mengungkapkan banyak hal mulai dari mekanisme pengangkatan penyidik KPK hingga prosedur penetapan tersangka.
Mengenai mekanisme pengangkatan penyidik, menurutnya setiap penyidik KPK harus terlebih dahulu diberhentikan dari instansi pemerintahannya terlebih dahulu baru diangkat menjadi penyidik KPK. Karena jika tidak diberhentikan dulu, kata Romli, akan menyebabkan adanya tumpang tindih anggaran dan juga loyalitas ganda.
"Akibat dia memperoleh doble anggaran tapi yang berikut soal kewenangan, berdampak juga pada kewenangan. Saya beranggapan itu (pengangkatan) belum sah jadi pegawai KPK. Kalau saya berpendapat kalau mengangkat itu sah tidak sah menurut saya," kata Romli.
"Loyalitas ganda akan menimbulkan konflik kepentingan," ujarnya.
Dia bahkan berpendapat bahwa KPK tidak bisa mengangkat penyidiknya sendiri. Jika ingin mengangkat penyidik sendiri, Romli menyarankan KPK harus merevisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Tidak ada kalimat KPK bisa mengangkat penyidik, penyelidik sendiri. Kalau mau angkat sendiri, harus diganti Undang-Undangnya, revisi UU KPK. Tapikan KPK tidak mau revisi," ungkapnya.
Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa jika pengangkatan penyidik KPK tersebut tidak sah, maka yang dilakukan KPK juga tidak bisa dibilang sah dan patut untuk dipertanyakan.
"Karena pengangkatannya tidak sah, maka apa yang dilakukan setelah itu juga tidak sah. Masih perlu dipertanyakan keabsahannya," ujarnya.
Terkait dengan alat bukti, Guru Besar Ilmu Hukum Internasional ini juga mengungkapkan bahwa sebutan minimal dua bukti itu untuk membuktikan adanya tindak peristiwa pidana bukan untuk menetapkan sebagai tersangka. Tambahnya penetapan tersangka juga setidaknya harus ada tindak pemeriksaan pada calon tersangka.
"Dua alat bukti itu untuk membuktikan ada tindak pidana. Harusnya lidik dulu, yang menentukan itu adalah pimpinan KPK," tukas Romli.
Romli juga menilai, penetapan Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) tidak sesuai dengan pasal 2 dan 3, Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 21 tahun 2001. Alasannya, belum ada bukti Novanto menerima kucuran dana megaproyek e-KTP.
"Pasal 2 subsider pasal 3 berarti ada kerugian negara berarti ada uang-uang yang berceceran pada Setya Novanto. Enggak ada itu kan masalahnya. Dalam surat dakwaan enggak laporan PPATK. Walaupun BPK katakan ada kerugian negara, buat siapa kerugian negaranya? yang jelas buat yang divonis itu. Makanya menurut saya KPK tergesa-gesa," kata Romli.
Menurutnya, penetapan tersangka terhadap Novanto karena diduga menggerakkan dan mempengaruhi kemenangan tender dari kasus e-KTP, tidak bisa dijadikan dasar. Apalagi sejauh ini belum ada peraturan yang mengatur adanya tuntutan tersebut.
"Kalau ditarik ke Setya Novanto dia disebut menggerakkan, mempengaruhi, ada engga aturannya? Mau ditarik ke penyertaan harus jelas unsur-unsur mengetahui punya mens rea (niat jahat) yang sama dengan si pelaku. Persoalannya kan itu. Sampai sekarang KPK susah cari bukti-bukti itu," ungkapnya.
Tim kuasa Hukum Ketua DPR Novanto juga mengajukan bukti berupa laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kinerja KPK. Kali ini mereka mengajukan laporan kinerja tahun 2016 dan diterima tim kuasa hukum Novanto dari Panitia Khusus (Pansus) hak angket KPK beberapa waktu lalu.
Bukti tersebut langsung menuai protes dari tim biro hukum KPK. Mereka menganggap laporan itu tidak bisa dijadikan bukti.
"Wah ini tidak bisa yang mulia," kata Indah Oktianti salah satu anggota Biro hukum KPK saat melihat bukti yang di ajukan tim Novanto pada majelis hakim.
Keberatan itu langsung dijelaskan oleh anggota biro hukum KPK lainnya Efi Laila Kholis saat kembali kemeja masing-masing. Menurut dia, dokumen itu diberikan BPK pada pansus. Seharusnya tim kuasa hukum Novanto bisa mendapatkannya langsung dari BPK bukannya dari pansus angket.
"Kami mempertanyakan kembali ketika BPK mengeluarkan laporan hasil tersebut diperuntukan kepada Pansus, apakah yang diperlihatkan hari ini penyampaian BPK pada pansus pada Hakim praperadilan. Kemudian bergeser menjadi bukti di sidang praperadilan itu mekanisme yang perlu dilakukan mohon penjelasan," ujarnya.
Tim kuasa hukum Novanto yang diwakili Ketut Mulya Arsana langsung berdalih mengatakan, bahwa laporan itu sudah menjadi konsumsi publik. Sehingga mereka memutuskan untuk memintanya langsung pada Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar dari fraksi Partai Golkar.
"Kami lihat ini di RDP udah dipublikasikan di media seluruh Indonesia. Surat kami tujukan ke ketua DPR dan Ketua Pansus. Nantinya yang kami ingatkan lagi pemohon adalah ketua DPR juga. Kalau dipertanyakan masalah dokumen itu apakah diserahkan ke pansus, kami tak pahami, silakan dibuktikan mana surat BPK ke pansus. Kami tak tahu proses internal," ungkapnya.
Kedati demikian, KPK masih mempermasalahkannya karena tim kuasa hukum Ketua DPP Partai Golkar ini tidak memiliki jawaban resmi dari DPR terkait adanya permohonan pengajuan bukti tersebut disidang praperadilan. Oleh karena itu KPK minta bukti itu ditolak.
"Di situ tidak ada surat resmi dari lembaga DPR. Tidak ada surat resmi dari DPR untuk jawaban permohonan dari pemohon," tukas Efi.
"Kami tak setuju apa sudah disampaikan pemohon itu, karena ini kan ranahnya sidang pansus di DPR. Mohon dicatat keberatan kami di panitera," kata Kepala biro hukum KPK, Setiadi.
Namun hakim mengaku tidak bisa menolak barang bukti yang baik yang diajukan pemohon dan termohon. Diapun hanya meminta panitera pengganti untuk mencatat keberatan dari KPK.
Setelah mendengarkan penyataan para ahli, Ketut pun beranggapan bahwa pendapat dari para ahli tadi memperkuat permohonannya. "Saya kira keterangan dari ahli yang baik dari Prof Romli, Chairul Huda maupun Prof Gde, itu semuanya sesuai dengan koridor, sesuai dengan memperkuat apa yang menjadi permohonan kami," kata Ketut.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengaku masih terus optimis menghadapi sidang praperadilan Ketum DPP Partai Golkar itu. Menurutnya, KPK punya dasar yang kuat untuk melakukan penyidikan pada kasus tersebut.
"Kami harus yakin dan optimis karena ini tadi saya sampaikan saat pertanyaan ke Gde bahwa kami diberikan kewenangan penyidikan sesuai pasal 11 UU KPK terhadap masalah tipikor yang meresahkan masyarakat dan menjadi sorotan, ini kan sorotan publik," ujar Setiadi.
Tambahnya, penetapan Novanto sebagai tersangka juga sudah berdasarkan fakta. Karena nama Novanto telah ada dalam kesaksian dari tiga tersangka kasus e-KTP yaitu Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong.
"Fakta demikian, sudah disebutkan dalam sidang Irman dan Sugiharto, sekarang Andi Narogong kan sudah disebutkan semua. Jadi kami tetap yakin dan optimis," ucapnya.
Baca juga:
Ahli kubu Setnov sebut KPK harus jalani penyidikan baru tetapkan tersangka
Kubu Novanto sebut tiga saksi ahli yang dihadirkan perkuat permohonan
Nasib Setnov sebagai ketum Golkar di ujung tanduk
Jusuf Kalla sebut sudah sepantasnya Novanto mundur dari ketum Golkar
KPK tolak Romli Atmasasmita jadi saksi ahli di sidang praperadilan Setnov
Belum jadwalkan pemeriksaan, KPK tunggu informasi final kondisi Setnov
-
Siapa Serka Sudiyono? Serka Sudiyono adalah anggota TNI yang bekerja sebagai Babinsa di Desa Kemadu, Kecamatan Sulang, Rembang.
-
Siapakah Letkol Atang Sendjaja? Nama Atang Sendjaja diketahui berasal dari seorang prajurit kebanggaan Jawa Barat, yakni Letnan Kolonel (Letkol) Atang Sendjaja.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kenapa Rawon Setan Mbak Endang disebut "setan"? Mengapa disebut dengan rawon setan? Sebab warung ini hanya buka di malam hari saja.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Mengapa Stupa Sumberawan penting? Stupa melambangkan nirbana (kebebasan) yang merupakan dasar utama dari seluruh rasa dharma yang diajarkan Guru Agung Buddha Gautama. Nirbana juga menjadi tujuan setiap umat Buddha.