Dapat Pengampunan Raja Thailand, 51 Nelayan Aceh Bisa Pulang
Dalam dokumen resmi tertanggal 25 September 2020 dari Kementerian Luar Negeri yang dikirimkan kepada Plt Gubernur Aceh, disebutkan saat ini kondisi ke-51 nelayan Aceh itu dalam keadaan sehat. Saat ini mereka berada di Pusat Detensi Imigrasi di Bangkok setelah dipindahkan dari Phang Nga pada 12 September lalu.
Setelah mendapat pengampunan dari Raja Rama X, atau Raja Maha Vajiralongkorn pada ulang tahun ke 65 tahun, 51 nelayan asal Aceh dapat menghirup udara segar dan pada 1 Oktober 2020. Mereka nantinya akan segera dipulangkan ke Aceh.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Aceh, Alhudri mengatakan, 51 nelayan dibebaskan berkat kerja sama pemerintah Aceh dengan Kementerian Luar Negeri dan Otoritas Kerajaan Thailand.
-
Dimana letak Rambat di dalam Rumoh Aceh? Rumah ini terdiri dari tiga sampai lima ruang dengan satu ruang utama yang disebut Rambat.
-
Dimana lokasi Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh? Terletak di pusat kota Provinsi Aceh, masjid ini tak hanya tempat ibadah, masjid ini juga saksi perlawanan rakyat Aceh atas penjajahan dan masa-masa era kejayaan kesultanan Aceh.
-
Dimana lokasi petani di Aceh yang sedang panen cengkih? Seorang petani menunjukkan segenggam cengkih atau cengkeh yang telah dipetik setelah panen di sebuah hutan di Lhoknga, Aceh, pada 30 Januari 2024.
-
Apa yang dilakukan di Aceh saat Meugang? Mereka pastinya tidak ketinggalan untuk melaksanakan Meugang bersama keluarga, kerabat, bahkan yatim piatu. Tak hanya itu, hampir seluruh daerah Aceh menggelar tradisi tersebut sehingga sudah mengakar dalam masyarakatnya.
-
Kapan Khanduri Molod di Aceh biasanya dilaksanakan? Melansir dari beberapa sumber, Khanduri Molod biasanya dilaksanakan secara gotong royong antar warga desa di musala.
-
Bagaimana Raden Ario Soerjo meninggal? Lalu mereka disuruh turun kemudian dibawa ke hutan dan dihabisi nyawanya oleh PKI.
"Ke 51 warga kita tersebut akan segera kita pulangkan ke Aceh. Kita akan antar sampai ke pangkuan ibunda mereka," katanya dalam keterangannya di Banda Aceh, Selasa (29/9).
Dalam dokumen resmi tertanggal 25 September 2020 dari Kementerian Luar Negeri yang dikirimkan kepada Plt Gubernur Aceh, disebutkan saat ini kondisi ke-51 nelayan Aceh itu dalam keadaan sehat. Saat ini mereka berada di Pusat Detensi Imigrasi di Bangkok setelah dipindahkan dari Phang Nga pada 12 September lalu.
Kemenlu melaporkan, ke 51 nelayan tersebut mendapatkan amnesti atau pengampunan dari Raja Rama X, atau Raja Maha Vajiralongkorn, yang berulang tahun ke 65 pada 28 Juli lalu. Amnesti atas mereka kemudian ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Phang Nga.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha mengatakan, 51 masyarakat Aceh Timur tersebut akan diberangkatkan dari Bangkok pada Kamis 1 Oktober.
Begitu tiba di Bandara Soekarno-Hatta di Tanggerang Banten, petugas Kementerian Luar Negeri akan menyerahkan para nelayan itu kepada perwakilan pemerintah Aceh dan pihak Satgas Covid Nasional untuk diswab sesuai protokol kesehatan covid-19 dan kemudian diantarkan ke Wisma Pademangan.
"Sesuai protokol kesehatan Covid-19, mereka kita swab. Kalau negatif akan dipulangkan, kalau positif dikarantina dulu," kata Yudha.
Atas nama Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha berterimakasih kepada pemerintah Aceh yang dinilai telah bekerjasama dengan sangat baik.
"Kerja sama tim kita selama ini sangat baik. Mulai dari Bangkok sampai ke Sukarno-Hatta akan kita kawal. Nanti perjalanan ke Aceh akan dilanjutkan oleh pihak pemerintah Aceh," kata Yudha.
Atas upaya dan kerja sama Kementerian Luar Negeri tersebut, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyampaikan terima kasih. "Pak Gubernur sangat berterimakasih kepada semua kawan-kawan di Kemenlu. Berbagai bantuan Kemenlu sampai menjemput masyarakat kita dari Bangkok sangat dihargai oleh Pak Nova. Kita akan jemput mereka di Jakarta dan akan antar sampai ke rumah," kata Alhudri saat menghubungi langsung Yudha dari Banda Aceh.
Alhudri mengatakan, pemerintah Aceh sangat terbuka dan kooperatif dalam mengupayakan lobi-lobi pembebasan puluhan masyarakat yang ditahan di luar negeri itu. Sejak Januari saat mereka ditangkap, berbagai upaya terus dilakukan. Tentu upaya tersebut dilakukan lewat jalur resmi yaitu Kementerian Luar Negeri di Jakarta serta KJRI di Bangkok dan Konsulat Indonesia di Songkhla.
"Mengingat banyak warga kita di luar negeri, kita terus menjaga hubungan baik dengan Kemenlu. Batas kita hanya di Jakarta selanjutnya Kemenlu yang terus membantu kita dengan mengikuti aturan dan prosedur antar-negara," kata Alhudri.
Kepala Bidang Pengawasan Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Dewiana, mengatakan pihaknya terus memberikan sosialisasi kepada nelayan khususnya kepada masyarakat pesisir yang mayoritas penduduk berprofesi sebagai nelayan.
"Aceh Timur termasuk daerah yang rutin kita beri sosialisasi, setiap tahun dan berkala. Harapannya mereka tidak melanggar batas wilayah tangkapan atau ZEE. Upaya penyuluhan tidak boleh berhenti," jelasnya.
Untuk diketahui, 51 nelayan Aceh itu merupakan awak kapal KM. Perkasa dan KM. Mahera serta KM. Tuah Sultan. Mereka ditangkap pada 21 Januari 2020, 6 di antara mereka telah lebih dulu dibebaskan karena diketahui masih di bawah umur.
Pada 13 maret, para nelayan ini telah diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan negeri Phang Nga. Pada akhir Juli semua mereka diberikan amnesti, berbarengan dengan ulang tahun Raja Rama Thailand.
Pada tanggal 9 September 2020, amnesti atas mereka ditetap melalui putusan Hakim Pengadilan Phang Nga.
(mdk/fik)