Dewas KPK soal ‘Safe House’ Filri Digeledah Polisi: Polda Urusan Pidana, Kami Urusan Etik
Dewas KPK menghormati kebijakan yang dilakukan Polda dalam rangka pengusutan kasus Firli.
Dewas KPK menghormati kebijakan yang dilakukan Polda dalam rangka pengusutan kasus Firli.
Dewas KPK soal ‘Safe House’ Filri Digeledah Polisi: Polda Urusan Pidana, Kami Urusan Etik
Penggeledahan rumah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Filri Bahuri rupanya sudah terdengar hingga telinga Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Penggeledahan terkait kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam penanganan kasus korupsi Kementan yang telah dilaporkan sejak 2021 lalu.
- Rumah Mewah Diduga 'Safe House' Firli Bahuri di Kertanegara Ternyata Sewaan, Polisi Periksa Pemilik
- Penyidik KPK Ikut Saat Polisi Geledah 'Safe House' Firli
- Melihat Lebih Dekat Safe House Disebut-sebut Milik Firli Bahuri di Kertanegara
- Begini Ekspresi Firli Bahuri saat 'Safe House'nya Digeledah Polisi
Menanggapi hal itu, Anggota Dewas KPK, Syamsudin Haris mengaku menghormati kebijakan yang dilakukan oleh Polda dalam rangka pengusutan kasus yang sedang ditangani.
"Kita tentu menghormati proses hukum yang dilakukan Polda Metro Jaya," ucap Syamsudin saat dihubungi, Kamis (26/10).
Ia juga menegaskan saat ini pihaknya tengah mengumpulkan informasi perihal adanya dugaan etik yang dilakukan oleh Firli. Sehingga mereka pun bekerja secara terpisah dengan Polda Metro yang mengusut dugaan pidananya.
"Polda urusan pidana, Dewas urusan etik, jadi bekerja terpisah," tegasnya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, dua rumah Firli yang digeledah di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan dan Perumahan Grand Gardenia Villa Galaxy, Kota Bekasi.
"Betul (di dua lokasi)" katanya saat dikonfirmasi, Kamis (26/10).
Namun, Trunoyudo tidak menjelaskan lebih detail terkait penggeledahan di rumah Firli Bahuri tersebut. Dia hanya mengatakan, penggeledahan merupakan rangkaian penyidikan untuk membuat terang kasus tersebut.
"Ya intinya ini dalam rangkaian proses penyidikan untuk membuat terang suatu kasus pidana dugaan pemerasan," jelasnya.
Perkara ini ditangani Subdit V Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya setelah menerima aduan masyarakat (dumas) pada 12 Agustus 2023.
Saat itu, dilakukan tahapan verifikasi, telaah, dan pengumpulan bahan keterangan, kemudian dibuat laporan informasi sebagai dasar dilakukannya penyelidikan.
Polda Metro Jaya kemudian mengadakan gelar perkara pada 6 Oktober pada Jumat 2023. Hasil gelar perkara menaikan status pekara dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan setelah ditemukan unsur pidana.
Total sudah ada kurang lebih 52 orang saksi diperiksa terkait kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK terhadap Syahrul Yasin Limpo. Mereka di antaranya, 8 orang dari pegawai KPK, 12 orang dari pegawai Kementan, dan 32 orang saksi lain di luar kedua instansi tersebut.
Pemerasan ini diduga melanggar Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP.