DPR Bentuk Panja Revisi UU IKN
Panja dibentuk setelah DPR mendengarkan pandangan pemerintah tentang alasan revisi UU IKN yang baru disahkan setahun lalu.
Panja dibentuk setelah DPR mendengarkan pandangan pemerintah tentang alasan revisi UU IKN yang baru disahkan setahun lalu.
DPR Bentuk Panja Revisi UU IKN
Komisi II DPR RI membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas revisi UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
Panja dibentuk setelah DPR mendengarkan pandangan pemerintah tentang alasan revisi UU IKN yang baru disahkan setahun lalu.
"Dengan sudah dijelaskan dan diserahkannya rancangan undang-undang ini secara simbolik maka dengan ini juga kita bisa segera langsung membentuk panja dan kepada para kapoksi untuk dapat menyerahkan nama-nama anggota Panja paling lambat tanggal 22 Agustus 2023," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia saat rapat kerja dengan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/8).
Selanjutnya, kata Doli, fraksi-fraksi akan menyerahkan daftar inventarisasi masalah paling lambat tanggal 30 Agustus 2023.
"Sekaligus penyerahan dim kepada sekretariat Komisi II paling lambat pada tanggal 30 Agustus 2023," ujar Doli.
Doli menjelaskan, langkah berikutnya adalah diambil keputusan untuk menyetujui pembentukan Panja revisi UU IKN.
Pemerintah menjabarkan alasan perlunya revisi UU IKN. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, ada resiko apabila UU IKN tidak direvisi. Pertama, akan terjadi benturan dengan UU sektoral sehingga bakal mempengaruhi pengambilan keputusan.
"Terjadinya berbenturan dengan UU sektoral, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan,"
ujar Suharso.
Kedua, kata Suharso, masih akan terjadi tarik menarik dan lepas kewenangan di internal pemerintah. Hal ini akan mempersulit Otorita IKN sehingga perlu diberikan kewenangan lebih.
"Yang kedua kemungkinan masih terjadi tarik menarik dan lepas kewenangan di internal pemerintah, yang mempersulit otorita," ujar Suharso.
Terakhir, kegiatan operasional Otorita IKN tidak leluasa dan tidak efisien dengan menggunakan undang-undang yang berlaku. "Yang keempat publik berpotensi menghadapi kesulitan dalam memperoleh pelayanan perizinan maupun pelayanan publik," jelas Suharso.