Eks Bupati Langkat Divonis Bebas, Komnas HAM: Berpotensi Langgengkan Impunitas Pelaku TPPO
Komnas HAM mengingatkan, perang terhadap perbudakan manusia merupakan agenda pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini.
Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara atas kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
- Mengenal Mugiyanto, Aktivis Korban Penculikan 98 Kini jadi Wamen HAM di Kabinet Prabowo
- Eks Bupati Langkat Divonis Bebas di Kasus TPPO Kerangkeng Manusia
- Komite HAM PBB Pertanyakan Netralitas Jokowi di Pemilu 2024, Timnas AMIN: Tamparan Keras Bagi Pemerintah
- Pemerintah Jokowi Setop Sementara Bagi-Bagi Bansos, Ini Alasannya
Eks Bupati Langkat Divonis Bebas, Komnas HAM: Berpotensi Langgengkan Impunitas Pelaku TPPO
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyayangkan putusan bebas yang diketok Pengadilan Negeri Stabat terhadap mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin di kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kerangkeng manusia.
Koordinator Subkomisi Pemajuan Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Anis Hidayah menyampaikan, perang terhadap perbudakan manusia merupakan agenda pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini.
Komitmen tersebut mestinya tidak hanya menjadi kebijakan dalam negeri lewat regulasi peraturan dan pembentukan Gugus Tugas Anti TPPO. Namun juga sejalan dengan kampanye regional Asean di Sidang Pleno KTT ke-43 ASEAN di Jakarta pada 5 September 2023, yang salah satu kesepakatannya adalah perang terhadap perdagangan manusia.
"Isu TPPO juga menjadi prioritas Komnas HAM, guna memastikan adanya langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum terkait berbagai praktik perdagangan/perbudakan manusia. Salah satunya dengan melakukan penyelidikan terkait Kasus Kerangkeng Manusia di rumah Bupati Langkat Sumatera Utara pada 2022 lalu," tutur Anis kepada wartawan, Rabu (10/7).
Dalam penyelidikan tersebut, Komnas HAM mendapati sejumlah temuan yakni adanya tindakan kekerasan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia.
Lembaga tersebut juga menemukan adanya pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa itu, termasuk mantan Bupati Langkat serta keterlibatan aparat TNI dan Polri.
"Dalam kasus TPPO tersebut, setidaknya ada 19 orang yang patut diduga dapat dimintai pertanggungjawaban setelah Komnas HAM melakukan pemeriksaan terhadap 48 saksi," jelas dia.
Namun begitu, pada Senin, 8 Juli 2024, Pengadilan Negeri Stabat memutus bebas mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin dalam kasus TPPO kerangkeng manusia, serta tidak mengabulkan permohonan pembayaran restitusi sebesar Rp2,3 miliar yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Komnas HAM menghormati proses hukum yang telah berjalan dalam upaya penyelesaian kasus tersebut. Namun, Komnas HAM menyesalkan putusan tersebut dan menilai bahwa putusan tersebut tidak memenuhi hak atas keadilan, terutama bagi para korban terutama keluarga korban yang telah meninggal dunia," ungkapnya.
Anis menyatakan, pihaknya memandang perlu lembaga-lembaga pengawas peradilan seperti Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pengawasan atas proses peradilan kasus tersebut.
Komnas HAM juga mendukung langkah kejaksaan yang siap melakukan kasasi atas vonis tersebut.
Lebih lanjut, putusan bebas mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin menjadi kontra produktif di tengah pemerintah Indonesia yang sedang berupaya memerangi TPPO, yang merupakan kejahatan extra ordinary crime.
Komnas HAM berpandangan, penguatan pencegahan dan penanganan TPPO perlu dilaksanakan lebih masif bagi semua pemangku kepentingan, termasuk lembaga peradilan agar seluruhnya memiliki pemahaman yang sama tentang bahaya TPPO.
“Komnas HAM memandang bahwa putusan bebas tersebut akan berpotensi melanggengkan impunitas bagi pelaku TPPO terutama pelaku yang merupakan oknum aktor negara,” Anis menandaskan.
Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara atas kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Vonis ini dibacakan Hakim Ketua Andriansyah saat sidang di PN Stabat, Langkat pada Senin 8 Juli 2024.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan penuntut umum," kata Hakim Ketua Andriansyah saat membacakan vonis, dilansir dari Antara, Selasa (9/7).
Dalam amar putusannya, majelis hakim meminta agar hak serta harkat martabat terdakwa Terbit Rencana Perangin-Angin dalam perkara ini dipulihkan.
"Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, serta harkat martabatnya. Menyatakan permohonan restitusi tidak dapat diterima," ujar Andriansyah.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Langkat, Hendra Abdi Sinaga menegaskan, pihaknya akan melakukan upaya hukum kasasi atas putusan bebas tersebut.
Kasasi adalah upaya hukum yang dilakukan terdakwa dan/atau penuntut umum setelah adanya putusan atau vonis banding dari Pengadilan Tinggi (PT).
Terdakwa dan/atau penuntut umum mengajukan kasasi karena tidak puas dengan putusan pengadilan banding.
"JPU Kejari Langkat di di persidangan telah menyatakan kasasi," tegas dia.
Sebab, sebelumnya JPU telah menuntut terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin dengan pidana penjara 14 tahun dan denda Rp500 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar, maka diganti penjara enam bulan.
Selain itu, kata Hendra, pihaknya juga membebankan terdakwa membayar biaya restitusi untuk sebelas korban maupun ahli waris sebesar Rp2,3 miliar.
"JPU menilai terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 2 Jo Pasal 11 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana surat dakwaan keempat," tegas Hendra.
Kasus yang menjerat Terbit Rencana Perangin Angin-angin berawal dari penemuan praktik kerangkeng manusia di kediaman pribadinya, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada 19 Januari 2022.
Kerangkeng manusia ini disebutkan bakal digunakan untuk 'memenjarakan' pekerja kebun kelapa sawit milik Terbit Rencana Perangin-Angin.
Namun Terbit Rencana Perangin-Angin mengklaim kerangkeng manusia berukuran 6 meter x 6 meter yang terbagi dua kamar itu merupakan sel membina pelaku penyalahgunaan narkoba.
Polisi menyebut kerangkeng manusia dimaksud belum memiliki izin, dan Badan Narkotika Nasional menegaskan kerangkeng di rumah Terbit Rencana Perangin-Angin tidak bisa disebut sebagai tempat rehabilitasi.