Eksekusi mati 'jagal' satu keluarga polisi diperkirakan usai lebaran
Pelaku membunuh satu keluarga polisi itu pada 29 Januari 2008.
Terpidana mati I Putu Suaka yang dikenal sebagai Balian Cetik (dukun santet), diperkirakan bakal dieksekusi usai lebaran nanti. Sebab, penantian hukuman mati bagi pembantai satu keluarga polisi di Karangasem ini sudah cukup lama mendekam dalam tahanan.
"Kalau terjadi penundaan, jangan sampai klien kami mendekam cukup lama di penjara hingga sampai 20 tahun. Itu artinya hukuman ganda diterimanya, seumur hidup dan mati," kata Penasihat Hukum (PH) I Putu Suaka, I Made Ruspita SH saat dihubungi via telepon, Minggu (22/5).
Menurut dia, terpidana mati kasus pembantaian keluarga anggota polisi Aiptu Komang Alit Srinatha bersama istri dan anak serta pembantunya, Abang, Karangasem, pada 29 Januari 2008 silam, diperkirakan akan dilaksanakan pada Juli atau Agustus 2016 mendatang.
Tetapi Ruspita mengaku sampai saat ini belum menerima surat pemberitahuan dari pihak Kemenkumham maupun dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Amlapura soal kepastian eksekusi mati dari terpidana yang dikenal sebagai dukun ini.
"Menurut informasi yang kami terima kemungkinan eksekusi mati akan dilaksanakan selesai lebaran ini," kata dia.
Dia mengatakan, kliennya hingga saat ini kondisi fisiknya dan psikologisnya dalam keadaan stabil. Bahkan sejak diboyong ke Lapas Kerobokan dari Karangasem dan kini dipindah ke Madiun bersama napi lainnya, diketahui dalam keadaan sehat.
Saat ini menurutnya hanya persoalan lokasi eksekusi saja. Sebab, pemerintah setempat tidak mengiyakan lokasi eksekusi mati dilakukan di Karangasem.
"Kalau dilaksanakan di Karangasem, pihak Muspida sendiri sudah tidak menyetujui. Ya mungkin di daerah lain di Bali cuma tempatnya di mana kita kan tidak tahu," ujar dia.
Terkait dengan eksekusi mati ini, Ruspita sendiri mendorong agar segera mungkin dilaksanakan agar jangan sampai kliennya itu menjalani hukuman dua kali. Artinya, kata dia, kalau kliennya itu harus menunggu eksekusi mati sampai dua puluh tahun lebih itu sama artinya dengan kliennya harus menjalani hukuman dua kali yakni penjara dan hukuman mati.
"Proses hukum luar biasa sudah ditempuh dan grasi itu sudah ditolak oleh Presiden, ya nunggu apa lagi?" ujar dia.
Untuk diketahui, tahun 2008 lalu I Putu Suaka divonis mati akibat pembantaian yang dilakukannya terhadap keluarga anggota polisi, Aiptu I Komang Alit Srinatha warga Dusun Gamongan, Desa Tiyingtali, Kecamatan Abang, Karangasem yang tewas diracun bersama tiga orang anggota keluarganya yakni Ni Kadek Suti (45) istri korban, I Kadek Sugita (22) anak korban dan I Gede Sujana (20) pembantu yang juga adalah keponakan korban.
Terpidana mati ini merupakan seorang residivis dengan sejumlah catatan kejahatan, selain membunuh I Nyoman Alit Srinatha bersama tiga orang anggota keluarganya, terpidana juga membunuh pasangan suami istri pemilik kebun anggur di Singaraja dengan perencanaan yang sangat matang.
Suaka tega menghabisi anggota polisi bersama anggota keluarganya itu lantaran tergiur melihat uang hasil penjualan cengkeh korban. Dengan berpura-pura menyembuhkan anak anggota polisi tersebut, Suaka meminta korban dan keluarganya untuk meminum cairan portas yang dipersiapkan sebelumnya sebagai ramuan.
Anak korban I Kadek Sugitha dan I Gede Sujana, diperintahkan untuk meminum cairan tersebut di kandang babi, karena Suaka dikenal sebagai dukun, keduanya lantas menuruti anturan Suaka, hingga akhirnya keduanya tewas akibat menenggak cairan portas tersebut di kandang babi.
Sedangkan korban Komang Alit bersama Istrinya juga akhirnya tewas tergeletak dirumahnya. Agar aksi jahatnya tidak terbongkar, Suaka lantas mengambil barang bukti berupa gelas dan racun potassium cianida tersebut untuk kemudian dibuang, selain itu untuk memastikan aksinya berjalan lancar, dia mengawasi korbannya dari sebuah bale.
Mengetahui korbannya telah tewas dia dengan leluasa menguras uang hasil penjualan cengkeh milik korban yang disimpan di dalam lemari. Sebelum kabur, Suaka berhasil mengabil uang tunai sebesar Rp 10 juta, sepasang perhiasan emas jenis giwang, dan HP Nokia 6600 milik anak korban I Kadek Sugitha. Suaka sendiri berhasil ditangkap dirumahnya di Buleleng bersama sejumlah barang bukti.
Baca juga:
Santet yang berbalik ke pelaku sangat sulit disembuhkan
Santet kalah dengan rukyat
Cerita Pak Haji disantet, 5 paku sepanjang 12 sentimeter dalam lutut
Mbah Terkun punya segudang cara obati santet
Santet bisa sembuh dengan medis dan mistis
Dituduh dukun santet, nenek di Maluku Utara dimutilasi warga
Tepis isu santet, ini penyebab tewasnya 10 warga Berau
-
Apa yang disita oleh petugas Satpol PP di Denpasar? Barang bukti yang sita itu 4,5 kg daging anjing dan (ada yang sudah diolah) berupa rica-rica dan rawon. Itu, katanya laris dikonsumsi oleh orang-orang terbatas," kata Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, saat dikonfirmasi Kamis (1/8).
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Kapan Dewi Sartika meninggal? Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya, Jawa Barat.
-
Tarian apa saja yang ditampilkan oleh Kota Denpasar? Duta kesenian dan kebudayaan Kota Denpasar menyuguhkan tiga pementasan, yakni Tari Legong Tri Sakti, Tari Baris, dan Tari Barong Ket Prabhawaning Bharuang pada malam pementasan budaya serangkaian Rakernas Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) Kamis (24/8).
-
Kapan Desa Wisata Nusa meraih juara? Desa Wisata Nusa telah menyabet juara di Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 kategori homestay.
-
Mengapa Stupa Sumberawan penting? Stupa melambangkan nirbana (kebebasan) yang merupakan dasar utama dari seluruh rasa dharma yang diajarkan Guru Agung Buddha Gautama. Nirbana juga menjadi tujuan setiap umat Buddha.