Gugatan ke MK jadi jurus baru Setya Novanto coba lepas dari jerat kasus e-KTP
Hari ini, KPK kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Setnov. Ketua DPR itu bakal diperiksa sebagai tersangka dalam kasus e-KTP. Berdasarkan keterangan kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, Setnov tidak akan memenuhi panggilan KPK sampai ada putusan dari MK atas judicial review UU KPK pasal 12 & 46 ayat 1 & 2.
Tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto telah tiga kali mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam tiga panggilan KPK itu, Ketua Umum Partai Golkar itu dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Sultion Anang Sugiana Sudiharjo (ASS) dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Dalam surat yang dikirimkannya kepada KPK, Setnov berdalih pemanggilan dirinya sebagai Ketua DPR harus atas seizin Presiden. Karenanya, Setnov tak akan hadir jika KPK belum mendapatkan izin dari Presiden.
Hari ini, KPK kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Setnov. Namun, kali ini Ketua DPR itu bakal diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Belum diketahui apakah Setnov akan menghadiri panggilan KPK hari ini. Namun, berdasarkan keterangan kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, Setnov tidak akan memenuhi panggilan KPK sampai ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review yang baru saja dilaporkan terkait UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Seperti diketahui, Setnov melalui kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, Senin (13/11) kemarin, mengajukan gugatan ke MK terkait UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) pasal 12 dan 46 ayat 1 dan ayat 2.
Pasal 12 ayat (1) huruf b dalam UU KPK tersebut berbunyi "Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri".
Sementara, pasal 46 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait penyidikan. Ayat 1 dalam pasal tersebut berbunyi "Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini".
Sedangkan ayat 2 dalam pasal tersebut berbunyi, "Pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka".
Fredrich Yunadi mengatakan salah satu alasan judicial review ke MK untuk menghindari kesalahpahaman atas wewenang KPK terhadap Setnov yang merupakan Ketua DPR.
"Daripada kita ribut lalu debat kusir, lebih baik saya uji di MK biar MK akan memberikan pertimbangan atau putusan sekiranya apa yang sebenarnya jadi acuan penegak hukum baik," kata Fredrich Fredrich di Gedung MK, Senin (13/11) lalu.
Fredrich merujuk kepada UUD 1945 pasal 20 a ayat 3 mengenai hak imunitas terhadap anggota DPR. Pasal 20 a ayat 3 pada UUD 1945 tersebut berbunyi "Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas".
Dari pasal tersebut, dia menyebut tidak ada alasan KPK memanggil Setnov. Sebab, yang bersangkutan tengah menjalani tugas legislatif.
"Kami juga sekarang mengatakan bahwa klien kami akan menunggu putusan MK untuk menentukan sikap apakah beliau bisa ditabrak atau dikesampingkan dari UUD hak imunitas daripada Pak Setya Novanto," katanya.
Namun, dua pakar hukum tata negara yakni Yusril Ihza Mahendra dan Refly Harun memiliki pandangan berbeda dengan kubu Setnov.
Yusril Ihza Mahendra menilai, Pasal 46 UU KPK dengan jelas mengesampingkan hak imunitas anggota DPR dari proses hukum. Yusril juga menyatakan penyidikan terhadap Setnov harus terus berjalan tak terpengaruh dengan gugatan yang diajukan. Menurut Yusril, Pasal 46 dalam UU KPK menegaskan Setnov bisa ditarik untuk pemeriksaan.
"Ada prosedur khusus untuk kepentingan penyidikan itu untuk ketentuan menunggu itu dikesampingkan. Sejauh menyangkut korupsi bisa lakukan penyidikan," ujar Yusril ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (14/11) kemarin.
Yusril melihat gugatan yang diajukan pihak Setya Novanto itu proses yang menarik. Sebab, gugatan yang diajukan pihak Setya Novanto sama dengan ketika KPK menolak menghadiri Pansus DPR ketika kewenangan hak angket tengah diuji di MK.
"Biar saja MK nanti kasih seperti apa keputusannya," katanya.
Sementara, Refly Harun mengatakan KPK bisa saja memanggil paksa Setnov untuk diperiksa memiliki hak imunitas. Bahkan, menurutnya, KPK diperbolehkan menahan Setnov jika tidak kooperatif, menghilangkan alat bukti dan berupaya menghalangi proses penyidikan.
"Jangankan pemanggilan paksa, menahan pun tidak ada persoalan," ujar Refly di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Refly menjelaskan, hak imunitas anggota DPR memiliki pengecualian. Hak imunitas itu, kata Refly, tidak berlaku jika anggota DPR membuka perkara yang dinyatakan tertutup ke publik dan terlibat tindak pidana khusus seperti korupsi.
"Tapi sekali lagi, hak imunitas tidak pernah berlaku untuk kasus korupsi. Itu perlu dicatat. Hak imunitas tidak pernah berlaku untuk kasus korupsi apalagi kasus korupsi yang disidik oleh KPK," katanya.
Oleh karena itu, Refly meminta Setnov untuk memberikan contoh baik dengan hadir dalam pemeriksaan KPK. Setnov disarankan tidak berlindung di izin presiden atau hak imunitas.
Soal Setnov melalui tim kuasa hukumnya menyatakan bakal terus mangkir dari panggilan KPK sampai MK mengeluarkan putusan atas gugatan uji materi UU KPK, Refly menegaskan berdasarkan prosedur di MK, KPK tetap bisa menyidik Setnov meski uji materi UU KPK masih diuji dan belum keluar putusan.
"Kalau misalnya pihak Setya Novanto dalam hal ini membangkang. Maka KPK bisa melakukan upaya paksa. Termasuk menahan. Sampai ada putusan MK yang menyatakan pasal itu tidak berlaku," katanya.
Gugatan Setnov ke MK atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) pasal 12 dan 46 ayat 1 dan ayat 2 ini menjadi 'jurus' baru Setnov dalam melawan KPK. Sebelumnya, Setnov melakukan perlawanan ke KPK melalui jalur praperadilan.
Seperti diketahui, status tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi proyek e-KTP yang dikeluarkan KPK terhadap Setnov saat ini merupakan kali kedua. Pada penetapan tersangka untuk pertama kalinya, Setnov melakukan upaya hukum dengan menempuh jalur praperadilan.
Hampir dua minggu berjalan, hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan mengabulkan sebagian permohonan Setnov dalam praperadilan. Dalam putusan tersebut, Hakim Cepi menyatakan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Setnov tidak sah secara hukum. Setnov pun bebas dari status tersangka.
"Hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap Setya Novanto yang dikeluarkan terhadap termohon tidak sah," kata Hakim Cepi, Jumat (29/9).
Namun KPK tak mau menyerah. Yakin memiliki bukti kuat, KPK pada Jumat (10/11) lalu kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka di kasus e-KTP untuk kali kedua.
Baca juga:
Sekjen NasDem harap Setnov penuhi panggilan KPK agar beri contoh baik bagi bangsa
Ketua KPK imbau Setnov hadiri pemeriksaan sebagai tersangka hari ini
Pembelaan pengacara Novanto yang dianggap halangi penegakan hukum
Fahri Hamzah sebut Setya Novanto orang sakti, tidak perlu dibela
Ketika Akbar Tandjung sebut Golkar bisa 'kiamat' gara-gara Setnov
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
-
Apa yang disita dari Hasto Kristiyanto oleh penyidik KPK? Handphone Hasto disita dari tangan asistennya, Kusnadi bersamaan dengan sebuah buku catatan dan ATM dan sebuah kunci rumah.
-
Apa yang dikatakan oleh Agus Rahardjo terkait kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Siapakah Letkol Atang Sendjaja? Nama Atang Sendjaja diketahui berasal dari seorang prajurit kebanggaan Jawa Barat, yakni Letnan Kolonel (Letkol) Atang Sendjaja.
-
Siapa Serka Sudiyono? Serka Sudiyono adalah anggota TNI yang bekerja sebagai Babinsa di Desa Kemadu, Kecamatan Sulang, Rembang.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.