Ini lima pemikiran fundamental Gus Dur
Presiden Yudhoyono, Gus Dur menginginkan agar Indonesia menjadi negara majemuk yang rukun.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) memaparkan lima pemikiran fundamental mantan Presiden Abdurrahman Wahid ( Gus Dur ) saat memberikan sambutan haul ke-4 Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Jumat (3/1) malam. SBY didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono .
"Lima pemikiran besar beliau hampir semuanya masih relevan, hampir semuanya ini menjadi amanah dan agenda sepanjang masa," kata SBY di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur seperti dilansir Antara, Jumat (3/1) malam.
Presiden SBY dan Ibu Ani tiba di Ponpes Tebuireng sekitar pukul 19.30 WIB. Kedatangan Presiden di Ponpes Tebuireng diiringi dengan salawat nabi dan disambut KH Solahuddin Wahid, pengasuh Ponpes Tebuireng sekaligus juga merupakan adik Gus Dur dan istri Gus Dur , Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid.
SBY mengatakan lima pemikiran Gus Dur tersebut merupakan intisari dari pembicaraannya secara pribadi dengan Gus Dur saat dirinya menjadi menteri presiden ke-4 tersebut.
Pertama, menurut Presiden Yudhoyono, Gus Dur menginginkan agar Indonesia menjadi negara majemuk yang rukun.
"Kedua, beliau sangat gigih dan bahkan mengawali era kepresiden untuk menghilangkan diskriminasi dengan alasan apa pun. Saya sekarang melanjutkan apa yang dicita-citakan, ini sangat penting," kata SBY .
Ketiga, Gus Dur mengharapkan peran masyarakat yang partisipatif dan mengurangi peran negara yang dominan. Menurut Presiden, saat ini memang sudah tidak lagi berada dalam sistem otoritarian. Namun, sayangnya masih terdapat pola pikir otoriter dalam masyarakat. Untuk itu, perlu terus mendorong masyarakat yang partisipatif.
Keempat, negara tidak boleh mengontrol pikiran rakyatnya. "Bagi masyarakat yang sudah matang dan arif menggunakan haknya, negara memberikan ruang kepada mereka karena masyarakat sudah matang," katanya.
Menurut Presiden, dalam masyarakat yang telah matang, warga negara menyadari batas-batas kebebasannya. Kendati demikian, pada masa transisi, selalu ada ekses dalam mengekspresikan kebebasannya. Kelima, menurut Presiden Yudhoyono, Gus Dur menginginkan hubungan sipil dan militer yang sehat.
"Masing-masing mengerti di mana domainnya," kata SBY .
Ini berarti militer tidak boleh mendominasi sipil. Namun, sipil juga harus mengetahui batas-batas wilayahnya.
Presiden mencontohkan militer tidak boleh memaklumatkan perang. Perang hanya boleh dinyatakan oleh Presiden dan dengan persetujuan DPR RI. Namun, pada saat perang, militerlah yang melakukan operasi perencanaan dan serangan, sipil tidak boleh mencampuri.
Baca juga:
Presiden SBY hadiri Haul ke-4 Gus Dur di Ponpes Tebuireng
Tolak Cak Imin, Gusdurian hadang rombongan SBY di Tebuireng
Gus Dur, tahun baru, dan SMS angka kematian ajaib
Pengamat: Gus Dur itu milik bangsa, bukan hanya milik keluarga
Yenny: Ilmu Gus Dur sulit dicerna
-
Apa yang menjadi prioritas Gus Kikin setelah menjadi Pj Ketua PWNU Jatim? "Bagaimana organisasi ini berjalan dengan baik dan memberikan manfaat insyaallah yang lainnya juga ikut bergabung," pungkasnya.
-
Siapa yang disebut Gus Dur sebagai wali? Di mata Gus Dur sendiri, Kiai Faqih adalah seorang wali. “Namun, kewalian beliau bukan lewat thariqat atau tasawuf, justru karena kedalaman ilmu fiqhnya,” kata Gus Dur
-
Mengapa Gus Dur disebut sebagai Bapak Pluralisme? Kedekatan Gus Dur dengan masyarakat minoritas dan orang-orang terpinggirkan, membuatnya dikenal sebagai sosok yang plural dan menghargai semua perbedaan. Hal ini yang kemudian Gus Dur dijuluki sebagai Bapak Pluralisme Indonesia.
-
Kapan Wapres Ma'ruf menjadi Plt Presiden? Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 tahun 2024 tentang penugasan Wakil Presiden untuk melaksanakan tugas presiden hingga 6 Maret 2024.
-
Mengapa Try Sutrisno terpilih menjadi Wakil Presiden? MPR memilih Try menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Soeharto, presiden terpilih saat itu.
-
Bagaimana Gus Dur mengubah namanya? Nama asli beliau, Abdurrahman Ad-Dakhil, diberikan oleh ayahnya, KH. Wahid Hasyim, dengan harapan agar Gus Dur kelak memiliki keberanian seperti Abdurrahman Ad-Dakhil, pemimpin pertama dinasti Umayyah di Andalusia. Namun, nama Ad-Dakhil kemudian diganti dengan "Wahid," yang diambil dari nama ayahnya.