Ini makna filosofi tradisi Siat Yeh Warga Teba Jimbaran Bali
Pulau Bali tidak pernah lepas dari tradisi adat dan budaya. Setiap desa di pulau dewata selalu menyajikan tradisi yang unik dan mempunyai makna mendalam pada lingkungan sekitar atau alam dalam makna yang luas.
Pulau Bali tidak pernah lepas dari tradisi adat dan budaya. Setiap desa di pulau dewata selalu menyajikan tradisi yang unik dan mempunyai makna mendalam pada lingkungan sekitar atau alam dalam makna yang luas.
Salah satunya, tradisi Siat Yeh yang digelar oleh warga Banjar Teba, Desa Adat Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (18/3). Tradisi, Siat Yeh dalam filosofinya mempertemukan dua sumber Tirta (air) yang berada di Desa Adat Jimbaran.
-
Tarian apa saja yang ditampilkan oleh Kota Denpasar? Duta kesenian dan kebudayaan Kota Denpasar menyuguhkan tiga pementasan, yakni Tari Legong Tri Sakti, Tari Baris, dan Tari Barong Ket Prabhawaning Bharuang pada malam pementasan budaya serangkaian Rakernas Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) Kamis (24/8).
-
Dimana letak Desa Bedulu, pusat peradaban Bali di masa silam? Desa Bedulu di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar diduga kuat merupakan salah satu desa yang menjadi pusat peradaban Bali pada masa silam.
-
Apa yang terjadi di Banjar Dinas Ngis Kaler, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali? Tanah longsor menimpa sebuah rumah di Banjar Dinas Ngis Kaler, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali, pada Jumat (7/7) pagi.
-
Kenapa I Nengah Natyanta merantau ke Denpasar? Pria kelahiran asli Sidemen, Karangasem, Bali itu tidak pernah membayangkan dapat mendirikan bisnis yang menjelma menjadi besar saat ini. Nengah hanya seorang anak keluarga petani dan pedagang desa yang bertekad merantau ke Denpasar untuk mengubah nasib.
-
Apa yang diresmikan oleh Etihad Airways di Bali? Pendaratan ini menandai peluncuran layanan reguler antara Abu Dhabi dengan Bali.
-
Apa yang disita oleh petugas Satpol PP di Denpasar? Barang bukti yang sita itu 4,5 kg daging anjing dan (ada yang sudah diolah) berupa rica-rica dan rawon. Itu, katanya laris dikonsumsi oleh orang-orang terbatas," kata Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, saat dikonfirmasi Kamis (1/8).
Kedua sumber tirta tersebut adalah air laut di pantai Segara dan air Suwung (rawah) di Jimbaran. Air laut pantai Segara berada di sebelah barat, sedangkan air Suwung berada di sebelah timur. Tradisi Siat Yeh, selain pesannya mempertemukan kedua sumber air tersebut, juga mempunyai makna yang mendalam.
Seperti yang dikatakan oleh I Gusti Ketut Gede, Yusah Asana Putra, selaku Ketua Panitian Pengarah Siat Yeh, dalam kata 'Siat' yang berarti perang merupakan makna. Pada hakikatnya manusia dalam saban harinya sebenarnya berperang melawan keinginan diri sendiri untuk menghindari hal-hal yang tidak baik.
"Kenapa 'Siat' karena sesungguhnya manusia setiap hari berperang dengan diri sendiri atau pikiran-pikiran diri sendiri. Itulah yang kita ambil maknanya. Mau tidak mau, suka tidak suka, setiap hari kita perang dengan diri kita sendiri antara keinginan yang baik dan tidak baik," ucapnya.
Sedangkan kata 'Yeh' yang berarti air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Sehingga sumber air itu harus dijaga dan dihormati. Sehingga, nantinya dengan menjaga kedua sember air tersebut masyarakat bisa mendapatkan kemakmuran.
"Kita harus menghormati sumber air. Air yang ada di Jimbaran adalah air Pantai dan Suwung. Dulu orang Jimbaran hidupnya itu, kalau tidak dari Suwung ya dari laut. Kalau dulu di Suwung itu ada pembuatan garam yang sangat luar biasa. Orang Jimbaran dulu kerja membuat garam dan ditukar dengan beras. Kalau yang di pantai menjadi nelayan untuk mencari ikan," imbuh Yusah Asana Putra.
Yusah Asana Putra membeberkan mengapa tradisi Siat Yeh dilakukan, karena kembali untuk mempertemukan dua sumber air tersebut. Sebab sejak dulu, sebelum pembangunan pariwisata di Jimbaran, kedua air tersebut selalu bertemu secara alami jika dalam keadaan pasang.
"Karena sekarang pembangun pariwisata seperti ini, ketemunya tidak secara langsung, sehingga manusia yang membangun maka manusia yang harus menemukannya kembali air itu. Kalau dua sumber bisa ketemu maka kemakmuran akan tercapai. Itu harapan kami," tuturnya.
Kemudian, dari energi atau kekuatan spiritual, Yusah Asana Putra menyampaikan bahwa energi dari air Segara dan Suwung itu kalau dikelola secara baik akan menjadi energi yang luar biasa. Sehingga berdampak positif pada masyarakat Jimbaran.
"Kalau kita kelola dengan baik bisa membuat energi yang luar biasa. Kalau salah, akan membuat energi negatif juga. Kami hormati dua energi ini dan mempertemukan secara positif dengan harapan masyarakat Jimbaran menjadi tenang, dengan mempertemukan kekuatan dari timur dan barat," ujarnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Anak Agung Bagus Cahya Dwijanata, selaku Ketua Panitia Pelaksana tradisi Siat Yeh. Menurutnya, yang pertama tradisi ini digelar agar Sekaa Truna-Truni Bhakti Asih (Organisasi Kepemudaa) Warga Teba Jimbaran mempunyai ikon yang bisa dibanggakan dan diwariskan pada generasi selanjutnya.
Kemudian, digelarnya tradisi Siat Yeh ini juga sesuai dengan kondisi geografis Desa Adat Jimbaran dengan adanya dua sumber air pantai Segara dan Suwung.
"Karena kondisi geografis, di pantai barat (Segara) dan Suwung (Timur) itu, alasan kenapa kami membangkitkan kembali tradisi Siat Yeh," ujarnya.
Dwijanata juga menjelaskan bahwa air Suwung dan Segara dulunya bertemu di Lobok yang bertempat di depan InterContinental Jimbaran Bali. Namun, karena pesatnya perkembangan pariwisata, kedua sumber air tersebut tak bisa bertemu lagi.
"Oleh karena itu kami berinsiatif membangkitkan, menyatukan dan mempertemukan kembali air dari barat dan dari timur dengan tradisi Siat Yeh," ujarnya.
Tradisi Siat Yeh, pertama kali digelar oleh ratusan warga Banjar Tebat Jimbaran Bali. Setelah tradisi tradisional di Jimbaran lama tidak digelar. Lewat keinginan Sekaa Truna-Truni dan krama adat di hari Ngembak Geni menyepakati untuk merekonstruksi tradisi dengan wadah yang baru yakni Siat Yeh.
(mdk/dan)