Ini Pemicu Hujan Es meski Kemarau di Depok
Guswanto tetap mengingatkan masyarakat jangan sampai mengindahkan bahaya kekeringan ketika musim kemarau.
Guswanto tetap mengingatkan masyarakat jangan sampai mengindahkan bahaya kekeringan ketika musim kemarau.
- BMKG: Waspada Hujan Lebat Disertai Petir dan Angin Kencang Berpotensi di 27 Daerah Ini
- Kemenkes Catat 27 Petugas KPPS Gugur dalam Bertugas selama Pemilu 2024
- Menilik Desa Sekar Gumiwang yang Berada di Tengah Waduk Gajah Mungkur, Sempat Muncul saat Musim Kemarau
- BMKG: Waspada Hujan Lebat Disertai Petir Landa Jakarta hingga Papua Selama Sepekan ke Depan
Ini Pemicu Hujan Es meski Kemarau di Depok
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan faktor pemicu terjadinya hujan es di Kota Depok, Jawa Barat meski sudah memasuki musim kemarau.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa fenomena hujan es dilaporkan kemarin (Rabu, 3/7) melanda wilayah Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Depok, yang diiringi dengan hujan deras disertai angin kencang.
Berdasarkan analisis tim meteorologi BMKG fenomena tersebut disebabkan adanya awan Cumulunimbus (CB) yang terbentuk akibat daya angkat atau konvektif yang cukup kuat di wilayah Sawangan dan sekitarnya.
Menurut Guswanto, fenomena tersebut sebelumnya diawali dengan kondensasi uap air yang teramat dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku sehingga dengan demikian es yang terbentuk umumnya memiliki ukuran besar.
Kemudian pada saat kumpulan es yang besar di atmosfer turun ke area lebih rendah dan hangat maka terjadilah hujan.
Hanya saja, ia menekankan, terkadang tidak semua es akan mencair sempurna dan menjadikannya hujan es, di mana suhu puncak awan CB mencapai minus 80 derajat Celcius.
Menurut dia, dinamika atmosfer skala regional - global yang cukup signifikan juga menjadi faktor pendorong hujan meski status saat ini sudah masuk musim kemarau.
Misalnya seperti aktifnya aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial di sebagian besar wilayah Jawa. Bahkan juga di Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan sebagian besar Papua.
Namun terlepas masih adanya potensi hujan itu, Guswanto tetap mengingatkan masyarakat jangan sampai mengindahkan bahaya kekeringan ketika musim kemarau yang puncaknya diprakirakan jatuh pada dasarian II Juli - September 2024.
"Jadi alangkah baiknya hujan yang masih ada ini dimanfaatkan untuk menabung air supaya memiliki cadangan saat puncak musim kemarau melanda wilayah kita nantinya," kata dia.