Kasus Suap Basarnas, Mulsunadi Gunawan Terpaksa Gelontorkan Dana Komando Demi Perusahaan
Meskipun keberatan dengan dako tersebut, mau tidak mau dirinya harus menyetorkan sejumlah uang agar tidak mencoreng konduite perusahaan menjadi jelek.
Mulsunadi menyesali telah memberikan aliran dana komando.
Kasus Suap Basarnas, Mulsunadi Gunawan Terpaksa Gelontorkan Dana Komando Demi Perusahaan
Tiga terdakwa kasus dugaan perkara suap Badan SAR Nasional (Basarnas), Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya, dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil hari ini telah menjalani sidang lanjutan pembelaan nota pembelaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin (18/12).
Ketiga terdakwa dianggap terbukti menyuap eks Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi. Dalam perkara dugaan korupsi pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun 2023 di lingkungan Badan SAR Nasional (Basarnas).
Mulsunadi menyesali telah memberikan aliran dana komando (dako) kepada pihak Basarnas dan mengaku terkejut karena diminta untuk memberikan sejumlah uang usai proyek tersebut dituntaskan.
"Saya sangat kaget dan terkejut karena baru inilah pertama kali perusahaan kami mengikuti pengadaan barang di Basarnas. Saya mengetahui dako dari Ibu Marilya (direktur) yang mengatakan para rekanan atau mitra juga memberikan dako karena sudah menjadi kelaziman sejak lama di Basarnas," ungkapnya.
Meskipun keberatan dengan dako tersebut, mau tidak mau dirinya harus menyetorkan sejumlah uang agar tidak mencoreng konduite perusahaan menjadi jelek.
"Dengan terkondisi keadaan maka dengan sangat terpaksa saya menyetujui pemberian dako tersebut, sehingga dengan kami memberikan persetujuan pemberian dako tersebut maka akhirnya saya ditahan dan menjalani proses hukum di persidangan sekarang ini," imbuhnya.
Tak hanya itu, dalam pledoinya, Mulsunadi, menyebut niatnya murni membantu institusi Basarnas dalam melakukan operasi pencarian dan pertolongan masyarakat, membantu orang lain dan sesama dalam menghadapai bencana. Menurutnya, fungsi dan tugas tersebut amatlah mulia
"Niat dan motivasi itulah maka dengan penuh itikad baik saya mau membantu Basarnas," ujarnya.
Kerja sama Mulsunadi dengan Basarnas bermula pada sekitar bulan Oktober atau November tahun 2021, Mulsunadi dihubungi melalui sambungan telepon oleh Kabasarnas. Kala itu dirinya sedang berada di luar negeri.
"Dari penjelasan yang disampaikan oleh Kabasarnas kepada saya, beliau meminta tolong dikarenakan ada pemenang proyek Alat Pendeteksi Korban Reruntuhan dengan merk Xaver yang tidak dapat men-deliver peralatan pendeteksi korban reruntuhan," jelas Mulsunadi.
Usai menerima telepon tersebut, ia segera berkoordinasi dengan Basarnas, untuk mengecek ketersediaan mesin yang dibutuhkan.
"Ternyata agen untuk peralatan deteksi korban reruntuhan merk xaver hanyalah perusahaan kami di Indonesia, oleh karena itu perusahaan saya bersedia membantu Pak Henry Alfiandi selaku Kabasarnas saat itu," lanjutnya.
Dengan begitu, pihaknya pun memberikan 2 set Xaver dengan budget yang sama untuk membantu Basarnas.
Kuasa Hukum Mulsunadi, Juniver Girsang, menegaskan dako ini diberikan bukan untuk mempengaruhi pihak Basarnas agar pihaknya mendapatkan proyek. Dako sendiri sudah menjadi suatu hal yang lazim di dalam Basarnas sesudah proyek selesai.
"Jadi kalau disebut bahwa kita mempengaruhi pejabat untuk diberikan proyek, tidak benar. Kami buktikan bahwa kita mendapatkan proyek itu tidak pernah menjanjikan. Tetapi pada saat selesai, barulah kita diminta oleh dako," tegasnya.
Juniver menegaskan kliennya tak mengetahui apapun terkait dako tersebut.
"Dia tidak tahu, dia malahan tolak. Tidak mau. Kenapa? Kalau kita tidak mau, konduite kita jadi jelek. Semua sudah dapat begitu. Tidak tahu dia bahwa ada kesepakatan," pungkasnya.
Seharusnya, kata Juniver, KPK mendatangkan semua pihak yang turut memberikan dako tersebut, bukan hanya pihaknya saja.
"Kenapa KPK tidak menarik itu semua peserta yang sudah memberikan itu? Kenapa hanya mereka yang bertiga (terdakwa)? Itu tidak tahu saya. Ada berapa? Tadi saya sebut ada 42 lebih. kenapa hanya kita saja?," tanyanya.
Untuk diketahui, para terdakwa ini dituntut masing-masing tiga tahun kurungan penjara. Dengan rincian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Aksara, Roni Aidil dipidana selama tiga tahun dan enam bulan Penjara, Mulsunadi dituntut tiga tahun subsider enam bulan dan denda Rp 250 juta. Sementara, Marilya dituntut tiga tahun dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Tiga terdakwa pemberi penyuap ini terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dalam surat tuntutan disebutkan, suap hampir Rp 10 miliar diterima Henri Alfiandi melalui Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Afri Budi Nurcahyo untuk mendapatkan proyek di Basarnas.