Kasus vaksin palsu, pasutri divonis 8 tahun dan 9 tahun bui
Rita dan Hidayat terbukti bersalah memproduksi vaksin palsu. Alat-alat yang digunakan pun tidak higienis, seperti klem, palu dan jarum suntik.
Terdakwa kasus pembuatan vaksin palsu Rita Agustina divonis oleh Pengadilan Negeri Bekasi, Jawa Barat selama delapan tahun penjara dan suaminya Hidayat Taufiqurahman selama 9 tahun.
"Kedua terdakwa terbukti bersalah memproduksi alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar," kata Hakim Ketua PN Bekasi Marper Pandiangan di Bekasi, Senin (20/3).
Menurut dia, putusan itu diberikan berdasarkan pertimbangan dari sejumlah barang bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), keterangan 16 saksi serta empat ahli hukum selama agenda persidangan.
Dalam fakta persidangan terungkap, pasangan suami istri tersebut terbukti memproduksi vaksin palsu jenis Pediacel, tripacel, Engerix B menggunakan bahan-bahan yang tidak higienis di rumahnya, Perumahan Kemang Pratama RT 009 RW 35, Kelurahan Bojongrawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi sejak 2010-2016.
"Bahan baku yang digunakan adalah klem, palu dan jarum suntik. Caranya yaitu botol bekas dicuci menggunakan alkohol dan dikeringkan. Setelah itu, cairan akuades dicampur dengan vaksin DT/TT dalam dimasukkan ke dalam botol kaca. Kemudian botol ditutup dengan karet dan diklem," katanya.
Dalam keterangan persidangan juga diungkap kedua terdakwa mulai berprofesi sebagai produsen vaksin palsu karena ajakan dari terdakwa Iin Sulastri dan Syafrizal.
"Terdakwa tergiur dengan keuntungannya sehingga sejak mereka berhenti dari profesinya sebagai perawat rumah sakit, mulai membuat vaksin palsu," katanya.
Hukuman yang diterima kedua terdakwa lebih ringan dari tuntutan JPU masing-masing 12 tahun penjara dengan denda masing-masing Rp 300 juta.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Rosyan Umar menilai vonis yang dijatuhkan hakim berdasarkan UU Kesehatan dan Perlindungan Konsumen terlalu berat.
"Saya menyarankan agar klien saya menempuh banding ke Pengadilan Tinggi, namun mereka masih mempertimbangkan sampai tujuh hari ke depan," katanya.
Pertimbangan vonis yang dirasa berat itu dikarenakan modus yang dilakukan kliennya dalam perbuatan itu adalah faktor ekonomi.
"Tadinya saya berharap vonis yang diberikan majelis hakim merujuk pada prilaku produsen saja dengan hukuman lima tahun penjara atau denda, namun faktanya klien saya dijerat dengan sejumlah pasal," katanya.
Tercatat sejauh ini PN Bekasi telah menjatuhkan vonis terhadap 11 dari 20 terdakwa vaksin palsu yang terjadi sejak 2010 hingga 2016.
"Pekan lalu sudah lima terdakwa yang menerima vonis. Hari ini agenda sidang berlanjut dengan putusan vonis terhadap enam terdakwa," kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Bekasi Andi Adikawira.
Menurut dia, agenda persidangan itu telah bergulir sejak Juni 2016 hingga Senin (20/3). Sejumlah terdakwa yang sudah menerima vonis hakim di antaranya pasangan suami istri Iin Sulastri selama delapan tahun penjara dan Syafrizal sepuluh tahun penjara berikut denda masing-masing Rp 100 juta.
Berikutnya Irnawati selama tujuh tahun penjara berikut denda Rp 1 miliar, Seno bin Senen delapan tahun penjara serta denda Rp 1 miliar, M Farid delapan tahun penjara berikut denda Rp 1 miliar. Dan sidang hari ini vonis dijatuhkan kepada Rita Agustina dan Hidayat Taufiqurahman. Sumber Antara.